Sang Penakluk || Kita Sudah Berakhir

1.6K 70 14
                                    

Rossaline sudah tenang, saat Rajendra masuk ke dalam ruangannya. Suster Rika, dan Mila tampak menundukkan wajahnya, dan izin pamit meninggalkan Rossaline bersama Rajendra

"Apa ia sudah pergi?" tanya Rossaline.

Rajendra mengangguk, menyentuh surai hitam milik Rossaline yang tampak sedikit berantakan, dan menyelipkan surai itu ke belakang telinganya. "Hm, kau tidak perlu khawatir,"

Rossaline tidak menolak semua sentuhan Rajendra, pikirannya sangat kacau karena kedatangan ibunya secara tiba-tiba. "Apa yang di inginkannya?" ucap Rossaline lirih.

Rajendra menghela napas, "Sayang, kau tidak perlu khawatir, ia tidak akan pernah datang mengganggumu lagi," Rajendra mengulurkan tangan, membelai pucuk kepala Rossaline. "Aku sudah mengatasinya. Jangan terlalu di pikirkan," ucapnya.

Rossaline menengadahkan kepalanya ke atas langit-langit ruangannya. "Kenapa baru sekarang?" ratapnya.

Rajendra tidak menyahut, pria itu masih senantiasa berdiri di samping Rossaline, yang duduk di atas kursi kerjanya. Ia tidak bisa memberitahu Rossaline, jika ibunya datang bukan untuk bertemu, dan menebus semua kesalahannya, melainkan karena menginginkan uang untuk menopang kehidupannya.

Sungguh ironis, ibu yang seharusnya menjadi tempat bersandar, dan memberikan dukungan untuk anaknya, justru malah menelantarkan anaknya, dan datang tanpa tahu diri meminta uang dalam jumlah besar. Ia menatap Rossaline dengan iba, mempertanyakan kenapa Tuhan memberikan hidup yang rumit kepada Rossaline?

Rajendra memeluk Rossaline, namun wanita itu melepaskannya tiba-tiba. Rajendra sedikit kecewa, tapi ia tidak bisa berbuat banyak, karena keadaan Rossaline yang sedang terguncang.

"Terima kasih, kau bisa pergi sekarang,"

Wanita itu berkata kepadanya dengan nada dingin, dan tatapan mata yang menyorot kesal kepadanya. Hati Rajendra mencelus, ia merasa kehilangan sosok Rossaline yang selalu tersenyum riang, dan bermanja-manja dengannya setiap hari.

Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah Rossaline serius dengan mengajaknya berpisah?

Rajendra bergeming di tempatnya. Tidak melangkah sedikit pun dari posisinya.

"Aku yakin, jika kau tidak tuli, Rajendra!" serunya.

Rajendra memang tidak tuli. Tapi ia sengaja menulikan telinganya, ia tidak mau berpisah sedikit pun dari Rossaline, tidak lagi.

"Rajendra Alister--"

"Kenapa? Kenapa kau tiba-tiba ingin mengakhiri hubungan kita?" pangkasnya cepat.

Rossaline terlihat memijat pelipisnya, mengembuskan napas pelan beberapa kali, sebelum akhirnya ia berani menatap Rajendra kembali. "Jawabannya sudah jelas Rajendra. Kau tidak mencintaiku!! Kau hanya--"

Rajendra menggeleng cepat, menundukkan wajahnya agar sejajar dengan wajah Rossaline, dan memegang bahu Rossaline. "Tidak Rossaline. Aku mencintaimu, sungguh!"

Rajendra memang mengatakannya dengan tulus, tapi Rossaline tidak merasa begitu. Ia merasa Rajendra sedang memainkan perannya, sengaja ingin menjeratnya tanpa cinta.

"Rossaline--"

Rossaline berdiri dengan kasar, membuat kedua tangan Rajendra yang berada di bahunya itu terlepas. "Aku tidak akan termakan rayuan manismu lagi," katanya, matanya menatap Rajendra dengan penuh kecewa.

Rossaline masih belum bisa memaafkan Rajendra. Kali ini, ia harus tegas kepada pria itu, walaupun hatinya terasa sangat sakit. Ia tidak ingin lagi di bohongi untuk sekian kalinya oleh Rajendra.

Rajendra mendesah frustrasi, seraya menyugar rambutnya. "Sayang, aku akan membuktikan kepadamu jika--"

"No! Aku tidak butuh pembuktian apa pun Rajendra! Seharusnya, kau melakukannya sejak dulu, bukan sekarang!" Rossaline tampak terengah, karena emosinya yang hampir meledak karena semua kejadian tentang ia dan Rajendra, dan juga tentang kedatangan ibunya.

Sang Penakluk [PROSES PENERBITAN]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz