Sang Penakluk || Cerita Rose

2.1K 84 7
                                    

Keduanya duduk di sofa yang sama, di apartemen Rossaline. Kali ini, Rajendra mematikan ponselnya, ia hanya tidak ingin terganggu oleh bising dering dari teleponnya.

"Pria gila itu, adalah ayah dari seseorang yang pernah ku tangani," tiba-tiba saja Rossaline membuka topik pembicaraan lebih dulu dengannya.

Rajendra menatap wanita yang tengah menatap ke arah pintu, dengan pandangan kosong, seolah pergi menerawang ke masa terjadinya peristiwa itu. Mata elang milik Rajendra menatap tangan Rossaline yang masih bergetar, lantas ia menggenggamnya.

Rossaline tampak sedikit terkejut, ia menatap dirinya sebentar, sebelum akhirnya wanita itu melanjutkan ceritanya. "Dia dahulu tinggal tepat di sebelah apartemenku. Anaknya tiba-tiba saja pulang dalam keadaan penuh darah, ia mengatakan jika telah mengalami kecelakaan. Lantas anak pria itu datang ke apartemenku, dan meminta tolong untuk di tangani," Rossaline tampak menghela napas selama beberapa detik.

Lalu, tiba-tiba saja Rossaline menatapnya. "Mengenai polisi, apa kau sungguh memanggilnya?" tanya Rossaline.

Rajendra berdeham, tapi tidak melepaskan genggaman tangannya dari wanita itu. "Aku berbohong, soal itu," katanya sembari menunjukkan deretan gigi rapinya.

Rossaline menghela napas, dan tersenyum. "Dia hanya belum bisa menerima kematian putranya,"

"Putranya meninggal?" Rajendra benar-benar terkejut, mendengar ucapan dari Rossaline.

Rossaline mengangguk. "Ya, tepat di hadapanku. Sebelum aku melakukan apa pun," lirihnya. Ada raut penuh penyesalan di wajahnya.

Rajendra, menatap Rossaline dengan lekat, dengan tangan yang masih menggenggamnya. "Hey, itu bukan salahmu. Seharusnya, ia datang ke rumah sakit. Bukan malah menemuimu,"

Rossaline menggeleng, "Karena kejadian itu, aku merasa tidak pantas menjadi dokter," paparnya.

Rossaline ingat betul, bagaimana paniknya ia begitu putra pria yang tinggal di sebelah unit apartemennya itu meninggal di hadapannya. Saking paniknya, ia bahkan tidak bisa melakukan apa-apa, sampai sang ayah putra itu datang dan salah paham dengan pemandangan di depan matanya.

Di depan matanya, putranya terbaring di atas lantai depan pintu apartemen tetangganya, dengan penuh darah.

Ia ingat betul, bagaimana pria bernama Jake itu mengumpat dirinya karena ia hanya bisa mematung menatap putranya yang terbaring di hadapannya itu. Sampai ambulans datang, ia masih terdiam karena shock tiba-tiba melihat orang meninggal di hadapannya.

Sejak saat kematian putranya, setiap hari Jake menunggunya datang, dan memarahi sembari menanyakan di mana keberadaan putranya. Sungguh, bukan hanya Jake yang merasa terpukul karena kehilangan putranya, Rossaline juga sama terpukulnya.

Bagaimana pun, pria itu meninggal di hadapannya, dan ia tidak bisa berbuat apa pun.

Melihat wajah Rossaline yang begitu tertekan, dan bersedih. Rajendra, ia langsung menarik wanita itu ke dalam pelukannya.

"Endra .... " lirihnya pelan, lalu ia mulai menangis di dalam pelukan sang Rajendra Alister.

Keduanya bahkan lupa, jika sebelum kejadian ini mereka selalu berdebat, dan bermusuhan. Tapi, malam ini keduanya tiba-tiba saja menjadi sangat akur seperti sudah lama saling mengenal.

Rajendra bahkan sudah tidak memikirkan tumpukan pekerjaannya yang menggunung. Ia hanya ingin menenangkan wanita ini, dan akan pulang setelah memastikannya sudah benar-benar baik-baik saja.

Setelah beberapa lama menangis pada pelukan Rajendra, kini Rossaline sedikit merasa lega.

"Thanks, Endra .... " gumamnya, dengan sedikit malu. Karena pasalnya, selama ini ia selalu jutek terhadap pria yang justru sangat baik sekali kepadanya ini.

Sang Penakluk [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now