Sang Penakluk || Pergi

1.7K 70 11
                                    

"Aku serius," kata Rajendra.

Rossaline kemudian tertawa. Apa ini? Seorang Rajendra Alister yang terkenal tidak ingin membangun komitmen dengan wanita mana pun, tiba-tiba saja mengajaknya menjalin hubungan?

Ini gila!

Siapa pun yang mendengar ucapan pria ini pasti akan sama dengannya, sama-sama tidak akan percaya. "Ayolah, ini tidak lucu sama sekali,"

Rajendra masih bergeming, menatap wajah polos Rossaline dengan lekat.

"Kau serius?" tanya Rossaline saat melihat tatapan Rajendra.

Rajendra menghela napas, "Kau sudah tahu dengan jelas, bukan?"

Ya, ia sangat tahu. Tapi, tetap saja rasanya mustahil. Kenapa Rajendra Alister ini sangat random sekali, mengajak menjalin hubungan pada jam 2 dini hari, sembari makan mi instan?"

Tiba-tiba saja tawa Rajen8dra pecah. "Tentu saja aku bercanda!" serunya dan kembali tertawa.

Sialan!

Rossaline menggeram kesal, kemudian menjambak rambut Rajendra dengan kasar, sampai pria itu berteriak kesakitan.

"Hey! Lepaskan rambutku!" teriaknya, sembari meringis karena jambakan Rossaline yang belum berhenti.

Sialan pria ini, beraninya mempermainkan perasaannya.

"Rossaline, lepaskan dulu!" teriaknya, namun Rossaline malah semakin menjambak rambutnya.

"Huh, pergi kau dari sini sekarang juga!" ucap Rossaline dengan amarah yang masih menggebu. Ia melepaskan jambakannya dengan kasar, dan Rajendra langsung memegangi kepalanya yang terasa sangat nyeri.

"Oh sial! Bagaimana bisa ada wanita bar-bar sepertimu? Jika terjadi apa-apa dengan kepalaku, aku akan menuntutmu!"

Rossaline berkacak pinggang, tatapan matanya menajam. "Aku berharap, setelah keluar dari sini, kau akan meninggal di tabrak truk, atau buldoser!"

Rajendra masih mengusap kepalanya. Ia benar-bebar tidak menyangka jika Rossaline akan semarah itu.

"Pergi kau!" usir Rossaline.

"Kau tega mengusirku, di jam 2 pagi?"

Rossaline mendengkus kasar, lalu mencubit lengan Rajendra dengan keras. "Aw! Kau ini titisan harimau, ya?"

"Pergi sekarang, atau aku akan .... "

Rajendra menatap Rossaline takut, saat tatapan wanita itu beralih menatap pisau tajam yang tergeletak di samping kompor.

"Oke, oke. Aku akan pergi. Tapi, jangan sekarang. Besok pagi saja bagaimana?" Rajendra mencoba bernegosiasi.

Namun, tampaknya Rossaline enggan menerima apa pun yang ia katakan. "PERGI SEKARANG!" ujarnya setengah berteriak.

Rajendra berdeham. Sosok Rossaline benar-benar menyeramkan ketika sedang marah. "Oke, baiklah. Tapi, bisa berikan aku waktu--'

"NO!"

Rajendra menggaruk tengkuknya, "Lima menit. Aku akan menghubungi asistenku," ucapnya, sembari menatap wajah Rossaline dengan lekat. Memerhatikan ekspresi apa yang akan di tunjukkan oleh wanita itu.

"Lima menit, setelah itu kau keluar dari sini!"

Rajendra mengangguk, lalu menghubungi nomor ponsel milik Angga. Sedangkan Rossaline masih berdiri, seolah tidak sabar melihat pria itu pergi dari apartemennya. Tak lama, Rajendra terlihat memasukkan ponselnya ke saku celana bahan miliknya.

"Sudah?" tanya Rossaline.

Rajendra mengangguk. "Sudah, tapi bisakah kau memberikan waktu lagi? Asistenku mungkin perlu mencuci wajahnya terlebih dahulu, karena baru bangun dari tidur,"

Rossaline tampak berpikir beberapa saat, kemudian mengangguk. Bagaimana pun, ia sudah bersikap sangat keterlaluan, dengan mengusir orang pada dini hari, hanya karena ia kesal dengan Rajendra. Rajendra sampai membangunkan asistennya, memaksanya untuk menjemput dirinya.

"Baiklah, aku akan naik kamarku," katanya, sembari meninggalkan Rajendra yang hanya tersenyum tipis.

Rajendra kembali menghubungi Angga, dan memarahinya untuk segera datang menjemputnya.

❤️❤️❤️

"Kenapa lama sekali?" semprotnya saat mobil milik Angga baru saja tiba. Padahal ia sudah lama menunggu di lobi apartemen.

Sosok Angga keluar dari dalam mobil, dan menatap pria di hadapannya itu dengan kesal. "Kau pikir, aku tidak harus mengumpulkan nyawaku terlebih dahulu, hah? Oh, c'mon Rajendra Alister yang terhormat, kau mengganggu waktu tidur lelapku," keluhnya.

Rajendra memutar matanya. "Ayo pulang!" ujarnya.

Angga mendengkus kasar, "Orang gila macam apa, yang mengusirmu di jam seperti ini? Katakan padaku, siapa orang yang kau temui di sini?"

Alih-alih menjawab, Rajendra justru langsung masuk ke dalam mobil, dan kursi penumpang. Untuk ke berapa kalinya, ia selalu menghindari pertanyaan Angga soal siapa orang yang ia temui di sini.

"Rajendra!" seru Angga kesal. Ia lantas bergegas masuk, dan mulai mengendarai mobilnya.

"Pulang ke apartemenmu saja. Aku tidak ingin mengganggu tidur nyenyak Karel," ucapnya tiba-tiba.

Angga mencengkeram kemudinya, menghela napas kasar beberapa kali. "Kau pikir, kau tidak menggangguku?"

"Tidak. Buktinya kau datang menjemputku, itu berarti kau tidak merasa terganggu,"

Angga benar-benar tidak tahu lagi jalan pikiran Rajendra Alister ini. Padahal mereka sudah berteman sejak sama-sama di bangku SMA, tapi tetap saja ia masih tidak mengerti kenapa Rajendra selalu menyebalkan.

"Sial! Bagaimana jika aku sedang bercinta dengan kekasihku? Apa kau tetap--Awwws!"

Tangan Rajendra langsung memukul tengkuk Angga, hingga pria itu meringis. "Kenapa kau memukulku, sialan!"

Rajendra memutar mata, enggan terus berdebat dengan Angga yang menurutnya terlalu banyak bicara, untuk ukuran seorang laki-laki.

"Rajendra!" serunya, karena merasa di abaikan.

"Kemudikan saja mobilmu dengan benar, aku masih mengantuk," katanya, sembari memejamkan matanya.

"Hah, yang benar saja. Kau pikir hanya dirimu yang mengantuk? Ya tuhan, kenapa aku harus memiliki atasan, serta teman yang bersifat buruk," ocehnya.

"Aku bisa mendengarmu," kata Rajendra. "Oke, tidak ada gaji bulan ini!"

"HEY!" protes Angga.

Kemudian ia menghela napas, meredam kekesalannya, serta rasa ingin tahunya soal sosok siapa yang belakangan ini Rajendra kunjungi. Bagaimana pun, ia masih butuh uang untuk memenuhi kebutuhannya, dan mewujudkan rencananya untuk meminang kekasihnya.

"Bangunkan aku, saat kita sudah sampai," ucapnya.

"Ya,"jawab Angga malas.

Sang Penakluk [PROSES PENERBITAN]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant