Part 30

47 8 0
                                    

⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰

Bermula sejak enam tahun yang lalu...

Di rumah sakit, Mia melahirkan bayinya dengan ditemani Hansen, suaminya.

Dokter memberikan bayinya pada Mia. "Selamat, Nyonya Golvench, bayi perempuanmu lahir dengan sehat dan selamat."

Mia menatap bayi mungilnya yang cantik. Hansen mengecup kening istrinya.

Hansen dan Mia menamai bayi mereka Apriley Golvench, karena bayi mereka lahir tepat pada tanggal 1 Mei. Selain itu, bayi kecil itu memiliki rambut cokelat kemerahannya melambangkan musim gugur di negara tersebut yang terjadi pada bulan April. Sehingga mereka menganggap jika nama April sangat cocok untuknya.

April tumbuh dalam pengawasan dan perhatian kedua orang tuanya. Hansen dan Mia membelikan mainan yang bermanfaat untuk melatih kecerdasan April, seperti bongkar pasang rumah, balok susun, lego, teka-teki, dan tetris. Hansen dan Mia tidak pernah membelikan April boneka, karena menurut mereka, boneka bukan sesuatu yang cocok untuk melatih kecerdasan April.

Sejak kecil, April sangat cerdas dan sangat dibanggakan oleh Mia dan Hansen. Usia 3 tahun pun April sudah belajar membaca dan menulis. Sehingga ia pun mampu menulis dan membaca dengan lancar sebelum usianya menginjak tahun ke 4.

Namun, meski pun Hansen dan Mia selalu mengawasi dan memperhatikan April, ada saatnya April sendirian dan melamun. Gadis kecil itu sering menatap pantulan dirinya dicermin sambil berbicara menggunakan bahasa asing.

Saat April menginjak usia 5 tahun, perhatian Hansen dan Mia mulai berkurang. Hansen sibuk dengan perusahaannya, begitu pun dengan Mia yang sibuk dengan tugasnya sebagai dokter dan belakangan ini bekerja sama dengan polisi untuk menganalisis sampel DNA yang biasa ditemukan di TKP.

Sebagai gantinya, Hansen dan Mia menyewa guru privat bernama Emma untuk menjaga dan mengajarkan pelajaran umum (di antaranya IPU, IPA, IPS) pada April.

Emma yang pertama kali menyadari jika April berbeda dari anak lainnya. Ia pernah memberitahu Mia.

"Bahasa asing?" tanya Mia.

Emma mengangguk. "Aku tidak yakin, tapi sepertinya dia bicara menggunakan Bahasa Prancis. Apakah sebelumnya dia belajar bahasa Prancis?"

Mia tertawa mendengar pertanyaan Emma. "April tidak pernah belajar bahasa lain. Dia hanya tahu bahasa nasional negara kita. Kecuali jika nenek buyutnya April yang mengajarinya."

"Nenek buyutnya?" tanya Emma.

Emma mengangguk. "Iya, Nyonya Besar Golvench memang orang Prancis."

"Itu masuk akal. Mungkin saja memang nenek buyutnya yang mengajari April," ucap Emma.

Mia lagi-lagi tertawa. "Nyonya Besar Golvench sudah meninggal sebelum Hansen lahir. Bagaimana caranya dia mengajari April?"

Setelah berkata demikian, Mia pergi meninggalkan Emma yang masih berdiri dan berpikir keras.

Emma juga pernah memberitahu Mia, kalau April membunuh ikan.

"Itu hanya ikan, bukan manusia. Jadi, apa masalahnya?" begitu tanggapan Mia.

Emma menjelaskan, "Tapi, April tidak hanya membunuhnya. Dia memumil ikan dengan batu sampai-sampai tubuh ikannya halus seperti diulek. Aku pikir kau harus...."

Mia memotong ucapan Emma. "Membawanya ke psikolog? Atau psikiater? Begitu maksudmu?"

Emma menggeleng. "Tidak, bukan begitu. Aku hanya khawatir dengan mentalnya. Lebih baik ditangani sejak dini."

"Dia anakku, jadi kau tidak perlu khawatir," ucap Mia kemudian berlalu pergi.

April sering menceritakan tentang hal-hal yang biasanya tidak diketahui anak kecil pada Emma.

"Kau pernah pergi ke sana?" tanya Emma.

April mengangguk. "Negara yang sangat indah dan memiliki kemajuan tidak kalah dari negara tetangganya."

Emma mencerna ucapan April lalu ia bertanya, "Tapi, kapan kau pergi ke sana? Aku pikir Hansen dan Mia tidak pernah membawamu ke negara itu."

"Mereka berdua tidak pernah pergi ke sana. Aku pernah pergi ke sana saat usiaku baru 8 tahun," jawab April tanpa beban.

Emma terkejut mendengar jawaban April. Bagaimana tidak, saat ini bahkan usia April baru menginjak tahun ke-5. Itu pun baru beberapa minggu yang lalu ulang tahunnya dirayakan.

April melanjutkan, "Keluarga Golvench adalah keluarga yang kaya raya dan sering bepergian ke luar negeri untuk bisnis."

"Oh, begitu?" Emma tersenyum kaku.

April memberikan sebuah kertas berisi gambar sebuah menara dan jembatan besar yang digambar secara acak. Di jalanan kota dalam gambar tersebut ada mobil-mobil kuno yang dianggap keren pada zamannya.

"Oh, gambarmu sangat bagus," puji Emma sambil tersenyum melihat gambar tersebut.

"Boleh aku memotretnya dan diposting ke media sosial?" tanya Emma.

April mengangguk.

Emma memotret gambar tersebut lalu memostinya ke media sosial miliknya.

~Karya muridku yang baru berusia5 tahun. Bukan aku yang mengajarinya menggambar, tapi aku bangga padanya.~ Itu adalah caption dari foto yang diposting oleh Emma.

"Oh ya, ngomong-ngomong kau belajar Bahasa Prancis dari mana?" tanya Emma.

"Aku belajar Bahasa Prancis dari ibuku," jawab April.

Emma terdiam untuk sesaat lalu kembali menatap April. "Ibumu bisa bahasa Prancis?"

April mengangguk.

Mia mendengus kesal lalu menatap pada Emma. "Aku tidak bisa bahasa Prancis. Aku hanya bisa bahasa nasional dan bahasa internasional."

Emma menyahut, "Tapi, April bilang, dia belajar bahasa Prancis dari ibunya."

"Emma, bisakah kau hanya fokus mengajarinya ilmu pengetahuan umum? Tolong jangan menanyakan yang lain. Aku sudah pusing gara-gara masalah di tempat kerja."

Lama-lama Emma takut dengan kepribadian April dan segala sesuatu yang ada dalam kepala anak kecil berusia 5 tahun itu, Emma memilih untuk berhenti mengajar privat pada April.

Karena suka mengoleksi boneka beruang, Emma memberikan boneka beruang cokelat pada April sebagai hadiah perpisahan.

Mia pun harus membagi waktu antara jam kerja dan bermain bersama sang anak.

Hari ini Mia menunjukkan foto-foto keluarga pada April agar putrinya itu bisa mengenal silsilah keluarga.

"Ini adalah keluarga Golvench, yaitu keluarga dari pihak ayahmu." Mia menunjuk foto tua di album foto di tangannya. "Yang ini Tuan Besar Golvench, Nyonya Besar Golvench, dan ketiga anak mereka. Anak pertama mereka Maurice Golvench, yaitu kakekmu, lalu Marine Golvench, dan Martin Golvench."

April menggeleng. "Seharusnya ada empat orang anak. Anak pertama ada wanita bernama Marlyne Golvench."

"Tidak ada yang namanya Marlyne Golvench. Kakek buyutmu hanya punya satu orang anak perempuan, yaitu Marine Golvench," sanggah Mia.

"Mereka menyembunyikannya, Marlyne adalah putri tertua keluarga Golvench," rengek April.

Mia menceritakan apa yang didengarnya dari April pada suaminya.

"Marlyne Golvench?" Hansen tampak berpikir. "Kakekku tidak pernah menyebutkan nama itu. Tidak ada nama Marlyne dalam daftar keluarga. Jika seseorang bernama Marlyne Golvench memang ada, seharusnya namanya terdaftar di surat keluarga. Setidaknya fotonya juga harus ada dalam album, tapi tidak ada, kan?"

Mia tampak berpikir.

Hansen kembali bersuara, "Mungkin April memiliki teman khayalan yang diberi nama Marlyne Golvench. Anak seusianya memang suka membuat teman imajinasi. Jangan telalu dipikirkan."

⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰

06.37 | 1 Januari 2022
By Ucu Irna Marhamah

APRILWhere stories live. Discover now