Part 06

73 11 0
                                    

⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰

Minggu pagi yang cerah.

Tiga anak laki-laki nakal itu bermain skuter seperti biasa. Mereka melewati rumah pemilik anjing yang anjingnya mereka bunuh.

Saat mereka melewati rumah itu, mereka lagi-lagi menirukan suara anjing menggonggong. Mereka tidak menyadari ada glasan (sejenis benang untuk layangan, tapi sangat tajam dan lumayan berbahaya jika terkena kulit bisa tersayat) yang membentang secara horizontal setinggi 20 sentimeter di atas aspal.

Anak yang menggerakkan skuter terjatuh, karena skuternya tersangkut ke benang glasan. Anak yang satu lagi juga jatuh tersungkur saat kakinya terkena glasan. Kedua anak itu meringis kesakitan dengan darah yang mulai mengalir dari luka sayatan tersebut.

Sementara anak yang berjalan agak terakhir terkejut melihat kedua temannya terluka karena sayatan benang glasan di kaki mereka. Ia melompati benang glasan yang terbentang itu.

"Siapa yang meletakkan benang glasan di sini? Ini berbahaya!" ucap anak laki-laki yang tidak terkena sayatan benang glasan. Ia mencari ujung benang glasan tersebut yang ternyata terikat di salah satu pohon dan ujung satunya juga sama dan masih terikat pada layangan yang sudah agak rusak.

"Aku pikir ada orang yang sengaja mengikat benang glasan ini di pohon untuk mencelakai orang yang lewat," ucap anak itu.

Kedua temannya yang terluka dibawa ke tepi jalan. "Kalian masih bisa berjalan, kan? Ayo, kita pulang."

"Rasanya kulit dan dagingku teriris saat aku berjalan!"

"Iya, aku juga. Kau tidak terkena benang glasan, jadi kau tidak merasakan seperti apa sakitnya!"

Tiba-tiba benang glasannya terputus dengan sendirinya. Sepertinya ada orang yang memotongnya. Anak laki-laki yang tidak terluka itu segera berlari ke jalan seberang untuk melihat siapa yang memotong benang glasan tersebut.

Ia melihat anak kecil bergaun kuning berlari ke dalam rimbunnya pepohonan dengan gunting di tangannya.

"Hei, anak kecil! Apa yang kau lakukan di sini?! Jangan lari!" panggil anak laki-laki itu. Ia berlari mengejarnya, tapi anak perempuan yang tidak terlihat wajahnya itu berlari lebih cepat dan masuk ke sebuah gubuk di dekat danau di belakang pepohonan rimbun.

Anak laki-laki itu mengernyit melihat gubuk terbengkalai itu. Kedua temannya datang sambil tertatih-tatih.

"Aku mendengar suara teriakanmu. Ada apa? Apa yang kau lihat?"

"Ada anak yang kecil perempuan yang berlari sambil membawa gunting di tangannya. Aku rasa dia yang memotong benang glasan dan mungkin dia juga yang iseng mengikat benang glasan ke pohon hingga terbentang dan melukai kalian."

"Dia pergi ke mana?"

"Dia berlari ke sana." Anak itu menunjuk gubuk tak berpenghuni di depan mereka.

"Dia pasti masih di sana. Tidak akan aku maafkan, kakiku sampai berdarah begini." Salah satu dari mereka mendekati gubuk dengan langkah tertatih-tatih dan marah-marah.

"Keluar kau!"

Anak laki-laki itu nekat masuk. Kedua temannya tidak berani menyusul. Mereka saling pandang.

Hening.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan anak itu dari dalam gubuk disertai suara kucing. Kedua anak laki-laki itu pun segera masuk dan melihat apa yang terjadi.

Ternyata ada kucing hitam yang menyerang anak laki-laki itu. Kucing itu berlari dan melompat ke lubang di sudut ruangan di gubuk yang gelap itu. Tiba-tiba pintu masuk dibanting dari luar. Ketiga anak laki-laki itu panik dan segera menuju ke pintu lalu menggedor-gedornya. Ternyata pintunya dikunci dari luar.

"Toloong! Buka pintunya!"

Mereka juga menggedor jendela, mencoba menghancurkannya dan berhasil, tapi mereka tidak bisa keluar, karena jendela tersebut memiliki teralis.

Salah satu dari mereka melihat anak perempuan berbaju kuning berlari menjauh dari gubuk itu.

"Anak kecil itu! Apa dia sengaja menjebak kita di sini? Tapi, kenapa?!"

Terdengar suara percikan api dan bau terbakar mulai memenuhi ruangan gelap itu. Mereka melihat ke sekeliling. Tidak ada yang bisa mereka lihat, karena semuanya gelap.

Salah satu dari mereka berinisiatif mencari stop kontak dan berhasil menemukannya. Lampu di rungan itu pun menyala. Betapa terkejutnya mereka melihat ada banyak petasan dan kembang api yang berserakan di lantai. Tidak hanya itu bensin dan minyak tanah juga berceceran dari atap rumah.

Percikan api berasal dari kabel yang korslet. Mereka segera mencari lakban, plastik, atau aa pun itu untuk mengikat kabel korsleting yang bisa berpotensi membakar mereka hidup-hidup di ruangan itu.

Salah satu dari mereka menemukan plastik kresek. Ia segera mengambil kursi dan naik ke kursi tersebut lalu meraih kabel itu untuk diikat atau ditutup bagian korsletingnya. Namun, saat menyentuh kabel tersebut, anak itu terkena setruman listrik membuat jatuh ke lantai.

Terdengar suara ketukan di kaca. Pandangan ketiga anak laki-laki itu teralihkan ke jendela. Mereka melihat gadis kecil berambut cokelat kemerahan yang tidak jelas wajahnya karena terhalang noda di kaca berdiri di depan jendela. Ia melemparkan korek api yang menyala lewat kaca jendela yang pecah.

"Tidak!"

Ledakkan keras terjadi di dalam gubuk itu selama 15 menit lamanya. Diiringi teriakan anak-anak yang terjebak di dalam sana. Gubuk mulai roboh dan kembang api melesat ke langit satu persatu membuat pola indah di langit pagi itu meski tidak terlihat jelas, karena cahaya sinar matahari.

Sementara itu, keluarga Golvench baru pulang dari Gereja.

Natasha melihat April berdiri di taman depan mansion dengan gaun kuning yang cantik. Gadis kecil itu memeluk erat boneka beruangnya.

"Hei, kau sedang apa?" tanya Natasha sinis.

"Aku mau pergi ke luar bersama wali kelasku," jawab April.

Tampaknya Natasha merasa iri, karena April bisa menghabiskan waktu di hari libur ke luar rumah. "Kau pergi tanpa izin dari orang dewasa?"

April tidak segera menjawab. Ia tampak berpikir.

Natasha memanggil ibunya. "Ibu, dia mau keluar rumah tanpa izin. Dia mau pergi."

Susan menghentikan langkahnya lalu menoleh pada putrinya dan April bergantian. "April, kau sudah meminta izin pada Kakek Martin?"

April menggeleng. Susan menyuruh gadis kecil itu meminta izin dulu pada Kakek Martin dan April pun mendapatkan izin.

Natasha semakin iri. Ia menggerutu kesal, "Bahkan dia tidak pernah dimarahi karena tidak pernah pergi ke Gereja sama sekali, tapi dia diizinkan pergi. Kenapa Kakek tidak adil?"

Karena marah, Natasha berlalu pergi. Keluarga Golvench tidak terlalu menanggapinya, karena Natasha memang suka rewel.

Sementara itu, Jeremy pergi ke gudang perkakas dan peralatan perkebunan di halaman belakang rumah untuk mencari sesuatu.

Saat membuka pintu dan melihat ke dalam, Jeremy mengernyit bingung, sehingga ia memanggil tukang kebun keluarga Golvench, "Pak Bernard?"

Bernard menghampiri Jeremy. "Iya, Tuan Muda?"

"Kembang api dan petasan sisa malam itu ke mana? Kenapa tidak ada di sini?" tanya Jeremy.

"Tuan John mengambilnya kemarin dan membawanya entah ke mana," jawab Bernard.

"Paman John mengambilnya? Untuk apa?" gumam Jeremy. Setelah itu, ia pun pergi.

Bernard menatap punggung Jeremy yang menghilang di balik pintu.

⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰

13.45 | 1 Januari  2022
By Ucu Irna Marhamah

APRILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang