Part 01

125 16 0
                                    

⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰

Karena April tidak punya siapa-siapa lagi setelah kematian kedua orang tuanya, keluarga adik dari kakeknya April memutuskan untuk merawat April di mansion mereka, yaitu Mansion Keluarga Golvench.

Setibanya di mansion Golvench, April melihat ke sekeliling mansion yang sangat besar dan mewah itu. Untuk pertama kalinya April datang ke mansion tersebut.

Terdengar suara tangisan bayi dari salah satu ruangan. April melihat ke sekeliling dengan mata sayunya.

"Apakah ada bayi di mansion ini?" tanya April pada Kakek Martin.

Kakek Martin mengangguk. "Iya, dia cucuku dari putra bungsuku."

Martin Golvench adalah adik dari ayahnya Hansen Golvench yang bernama Maurice Golvench, atau kakek kandungnya April. Martin memiliki istri bernama Sarah yang lumpuh dan mengggunakan kursi roda.

Martin memiliki dua orang putra, yang pertama adalah John Golvench.  Dia tipe suami yang cuek dan pendiam. Istrinya John bernama Paulina sangat pemarah dan sinis. Anak pertama mereka seorang gadis muda berusia 18 tahun bernama Hailey. Ia gadis yang sangat suka merawat kuku dan suka bolos kuliah juga. Lalu putra bungsu mereka bernama David yang usianya saat ini 14 tahun.

Putra kedua Martin bernama Jack Golvench, pria genit yang suka menggoda perempuan di mansion Golvench. Istrinya Susan adalah wanita baik hati dan penyabar. Ia sangat cantik dan juga berusia jauh lebih muda ketimbang suaminya.

Jack dan Susan memiliki tiga orang anak. Yang pertama Natasha, usianya 9 tahun. Ia gadis yang centil dan suka berdebat dengan Hailey. Mereka berdua tidak pernah akur.

Yang kedua Jeremy, anak laki-laki itu sebaya dengan April, yaitu 6 tahun. Jeremy adalah atlet skateboard cilik yang beberapa kali memenangkan perlombaan. Jeremy suka membuat onar di mansion. Ia tidak jauh berbeda dengan kakaknya, Natasha.

Dan yang terakhir adalah bayi perempuan bernama Marsha. Usianya baru 6 bulan.

Mereka semua tinggal di satu mansion besar.

"Semoga kau nyaman tinggal di sini. Kau tidak perlu sungkan, April. Anggap mansion ini seperti rumahmu sendiri, ya." Kakek Martin mengusap rambut April.

April tersenyum tipis kemudian mengangguk. Pandangan April tertuju ke lukisan yang terpajang di dinding ruang tamu. Dalam lukisan itu terlihat dua orang pria berdiri dengan pakaian bangsawan dan satu orang wanita bergaun bangsawan juga duduk di kursi tengah di antara kedua pria itu.

Kakek Martin menjelaskan sambil menunjuk ke lukisan tersebut, "Pria ini adalah kakekmu. Dia putra tertua dalam keluarga Golvench. Wanita satu-satunya di lukisan ini adalah kakakku, dan yang ini adalah aku, putra bungsu keluarga Golvench."

April mendongkak menatap Kakek Martin. "Kalian tiga bersaudara?"

Kakek Martin mengangguk.

Hari itu, Kakek Martin memperkenalkan April pada cucu-cucunya.

"Oh," hanya itu tanggapan Hailey yang fokus mengecat kukunya. Bahkan ia tidak menoleh sama sekali.

David hanya mengangguk tanpa mau menanggapi.

Natasha tampak tidak peduli. Ia membenarkan rambut ikalnya. Jeremy tersenyum jahil. Tampaknya ia sedang merencanakan sesuatu.

April melihat satu per satu para sepupunya itu.

"Kalian harus akrab dengan April dan ajak dia main bersama kalian agar nyaman tinggal di sini," kata Kakek Martin.

"Iya," jawab mereka serempak meski acuh tak acuh.

"Jeremy, kau seumuran dengan April. Besok ajak dia ke sekolah dasar bersamamu," kata Kakek Martin.

"Okay," jawab Jeremy.

Malam harinya, April tampak duduk di ranjang kamar yang sudah disediakan untuknya. Ia membersihkan boneka beruangnya yang ternyata ada percikan noda darah yang belum sempat ia bersihkan setelah kecelakaan itu.

Terdengar suara pintu diketuk. April menoleh ke pintu yang setengah terbuka. Ia melihat Jeremy berdiri di sana sambil melambaikan tangannya. Tangan satunya disimpan dibalik punggung.

April mengernyit.

"Halo, boleh aku masuk?" tanya Jeremy.

April mengangguk.

Jeremy pun masuk dan menghampiri April. "Kita seumuran dan baru saling mengenal. Apa kita bisa bersalaman?"

April mengulurkan tangannya.

Jeremy menggunakan tangan yang ia sembunyikan untuk bersalaman. April mengernyit merasakan ada benda lunak yang basah di tangan Jeremy yang bersalaman dengan tangannya.

"Haha! Ada katak di tanganmu!" Tiba-tiba Jeremy tertawa lalu pergi.

April melihat katak di tangannya yang sudah kehilangan keempat kakinya. Ia tidak menjerit atau terlihat takut sama sekali. Gadis kecil itu menatap si katak yang kesakitan dengan kedua mata sayunya.

Jeremy belum pergi. Ia mengintip di pintu dan melihat bagaimana reaksi April. Anak laki-laki itu kecewa, karena April tidak menjerit atau menangis histeris seperti dugaannya.

April pergi ke balkon kamar lalu meletakkan katak tersebut di lantai. Jeremy masih mengintip dan memperhatikan. April mengambil batu berukuran sebesar kepalan tangan orang dewasa dari pot tanaman besar di balkon.

"Aku akan mengakhiri penderitaanmu," ucap April. Tanpa diduga, gadis kecil polos itu menghantam si katak dengan batu tersebut hingga organ tubuhnya tercerai berai dan darahnya terciprat ke mana-mana.

Kedua mata Jeremy terbelalak melihat itu.

Mendengar suara napas tercekat, April menoleh ke pintu dan melihat keberadaan Jeremy yang ketakutan. Anak laki-laki itu segera pergi.

April tidak peduli. Ia kembali memukul mayat si katak hingga tak tersisa.

Jeremy memberitahu David dan Natasha tentang apa yang ia lihat.

"Dia memukuli katak itu dengan batu besar hingga mati," ucap Jeremy.

David dan Natasha tidak menanggapi. Mereka menatap Jeremy dengan tatapan tidak percaya.

"Kenapa tanggapan kalian seperti ini? Aku tidak berbohong," gerutu Jeremy.

"Kau tukang pembuat onar. Bagaimana bisa kami percaya," ucap David.

"Iya, mana mungkin dia setenang itu. Dia pasti menjerit saat melihat katak," sahut Natasha.

Jeremy menarik tangan mereka berdua. "Ayo, kita lihat bangkainya."

Mereka bertiga menaiki tangga menuju kamar yang ditempati April.

David mengetuk pintu yang tertutup, tapi tidak ada jawaban. Sekali lagi David mengetuk pintu. Masih tidak ada jawaban.

Tanpa peduli dengan tata krama, Natasha membuka pintu lalu masuk. Jeremy menyusul kakaknya. David juga masuk mengikuti kedua adik sepupunya itu.

Terlihat April yang tertidur di ranjang sambil memeluk boneka beruangnya.

Mereka bertiga mengendap-endap seperti pencuri. 

"Di sana," bisik Jeremy sambil menunjuk ke balkon.

Natasha membuka pintu balkon dan tidak melihat apa pun. Lantai balkon terlihat bersih, tidak ada noda darah atau bangkai katak yang berceceran seperti yang diceritakan oleh Jeremy.

"Tidak ada apa pun, setelah kau dewasa nanti, kau cocok jadi penipu," gerutu Natasha setengah berbisik.

"Aku tidak berbohong," bisik Jeremy pelan.

Setelah sedikit berdebat, mereka pun segera keluar dari kamar April.

Perlahan kedua mata April terbuka. Pandangannya tertuju ke batu di bawah meja rias. Batu tersebut tampaknya basah seperti habis dicuci. April kembali menutup matanya dan tidur.

⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰

20.25 | 1 Januari 2022
By Ucu Irna Marhamah

APRILWhere stories live. Discover now