Part 11

56 13 0
                                    

⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰

April terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Ada perban yang membelit kepala gadis kecil itu.

Susan duduk di kursi samping ranjang tempat April berbaring. Wanita itu terlihat cemas.

Di mansion Golvench. Jack tampaknya sedang serius berbicara dengan Bernard.

"Aku hanya melihat Nona April tergeletak di lantai dan berdarah. Ada Nona Natasha di tangga yang melihat kejadian itu juga. Aku tidak tahu apa yang terjadi, hanya itu yang aku tahu," jelas Bernard.

Natasha menunduk saat Kakek Martin menegurnya.

"Mungkin kau memang senang menjahilinya, karena dia lebih muda darimu, tapi mendorongnya hingga jatuh dari tangga... kau pikir itu lelucon?" Kakek Martin menatap cucunya itu.

"Aku tidak mendorongnya, Kek. Dia menjatuhkan dirinya sendiri di tangga," sanggah Natasha.

"Orang gila mana yang menjatuhkan dirinya sendiri dari tangga? Itu sangat berbahaya dan tidak mungkin April membayarkan dirinya sendiri. Kau jangan berbohong, Natasha!" bentak Kakek Martin.

Natasha mendengus kesal. "Aku tidak mendorongnya! Pokoknya aku tidak melukainya! Justru dia yang...."

"Aku tidak mau lagi mendengar alasanmu. Sekarang pergi ke kamar dan renungkan kesalahanmu, Nona Natasha Golvench!" potong Kakek Martin.

April menghentakkan kakinya kemudian ia pun berlalu menaiki tangga menuju kamarnya.

Karena kejadian itu, April harus dirawat di rumah sakit. Selama sakit, Susan yang selalu datang untuk menjenguknya. Ia merasa bersalah, karena April terjatuh dari tangga gara-gara putrinya.

Malam ini, April duduk di ranjang kamar rawatnya. Kepalanya sudah tidak dililit perban lagi, hanya di bagian dahinya saja yang ditutup perban.

Karena merasa bosan sendirian di ruangan itu, April pun keluar dan berniat berkeliling untuk mengobati rasa bosannya.

Di koridor rumah sakit, April berpapasan dengan dokter, perawat, dan juga beberapa pasien yang berlalu lalang.

Namun, perhatian gadis kecil itu teralihkan pada seseorang yang ia kenal. April mengernyit melihat Marry __temannya Laura__ memasuki salah satu kamar rawat.

April melangkah menuju ke kamar rawat tersebut. Ternyata Laura juga dirawat di rumah sakit yang sama. Ada selang yang terpasang di hidungnya. Menandakan kalau Laura bukan hanya sakit biasa, tapi sakit parah.

Marry dan Laura tampak berbincang-bincang. Entah apa yang mereka bicarakan.

Namun, saat April mencoba menguping lebih jelas lagi, dokter menghampirinya.

"Sedang apa kau di sini? Seharusnya kau berada di kamarmu. Kepalamu pasti masih sakit, kan?" Dokter menggendong tubuh April.

Marry dan Laura menoleh ke pintu yang ada kaca tembus pandangnya. Mereka melihat April yang digendong oleh dokter kemudian dokter itu berlalu membawa April pergi dari sana.

"April di sini? Apa dia sakit?" gumam Laura.

"Apakah dia anak kecil yang kau bawa ke kantorku waktu itu?" tanya Marry.

Laura mengangguk. "Iya."

Marry melanjutkan, "Jujur saja saat pertama melihatnya, aku merasa dia memiliki tatapan dan sikap yang berbeda dari kebanyakan anak seusinya. Dia seperti orang dewasa yang terjebak di dalam tubuh anak kecil. Kau ingat 'kan apa yang dia katakan waktu itu?"

Laura mengangguk.

"Mungkin usianya memang 6 tahun, tapi tidak dengan pola pikirnya. Setelah mendengar semua perilakunya darimu, termasuk membunuh hewan yang sekarat sampai hancur tak bersisa, aku yakin kalau dia memiliki gangguan kejiwaan yang serius," sambung Marry.

Lyra menghela napas berat.

"Apa kau punya biodata lengkap tentang asal-usulnya? Mungkin aku bisa menemukan jawaban baru jika aku tahu sesuatu tentangnya," tanya Marry.

Laura menggeleng. "Aku tidak tahu apa pun tentangnya."

Di kantornya, Marry melihat jenis-jenis ekspresi wajah di buku psikologi miliknya.

Marry berhenti membuka lembar halaman di buku tersebut saat melihat salah satu ekspresi wajah yang cocok dengan April.

Ekspresi datar dengan tatapan mata yang dingin dan juga alis yang tenang. Marry melihat ekspresi April juga seperti itu saat menatap padanya di hari pertemuan pertama mereka.

Marry lebih terkejut lagi saat melihat judul ekspresi gambar ilustrasi tersebut.

"Psikopat?" gumam Marry.

Marry mengambil buku lain dan melihat foto psikopat-psikopat terkenal dunia yang sudah dihukum mati atas perbuatan mereka. Dan semua ekspresi mereka juga sama seperti gambar ilustrasi di buku Marry, sama juga dengan ekspresi April.

Rata-rata atau bahkan kebanyakan psikopat itu berpenampilan rapi dan menarik. Mereka juga sering tersenyum dan ramah pada orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut membuat mereka tidak dicurigai.

Marry mengingat-ingat penampilan April waktu itu. Gadis kecil berusia 6 tahun itu memakai gaun kuning yang indah, bando pita warna kuning, dan juga sepatu yang imut dibalut kaos kaki setinggi lutut. Rambutnya yang panjang dan lurus berwarna cokelat kemerahan tergerai rapi.

Ditunjang pula dengan paras yang manis dan imut.

"Psychopath kids."

Keesokan harinya, Marry kembali datang ke rumah sakit untuk menemui April.

Marry melihat April sedang duduk di ranjang rawat. "April?"

Mendengar seseorang memanggil namanya, April menoleh.

Marry melangkah mendekati April lalu ia duduk di kursi samping ranjang.

"Kau masih ingat padaku? Aku temannya Laura, gurumu," ucap Marry.

April mengangguk.

Marry melihat perban kecil yang menempel di dahi April. "Kau terluka sampai-sampai dirawat di sini?"

"Aku terjatuh dari tangga, sepupuku mendorongku setelah kami bertengkar," jawab April datar.

"Pasti menyakitkan." Marry meringis sambil membayangkan bagaimana rasanya jatuh dari tangga.

"Apakah Bu Guru Laura dirawat di sini? Aku sempat melihatnya kemarin berbicara dengan Nona Marry," tanya April.

Marry mengangguk. Ia mulai bercerita, "Laura yang malang. Setelah tahu Laura mengidap penyakit mematikan, dia ditinggal pergi oleh suaminya saat hamil muda. Padahal anak dalam perur Laura adalah anaknya juga. Pria itu pergi begitu saja ingin lepas tanggung jawab. Dia benar-benar brengsek."

April menatap Marry yang menangis mengingat apa yang diderita oleh Laura, sahabatnya. Namun, April masih menunjukkan tatapan datar.

"Seharusnya Laura tidak menikah dengan pria itu. Pria itu jahat dan tidak bertanggung jawab," sambung Marry.

April bersuara, "Bukankah itu bagus?"

"Huh?" Marry mendongkak menatap April dengan tatapan tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Bu Guru Laura tidak salah, yang salah pria bajingan itu. Tapi, dengan kejadian ini, Bu Guru Laura tahu perangai asli suaminya. Dengan begitu, Bu Guru Laura bisa belajar dari pengalaman. Di kehidupan selanjutnya, Bu Guru Laura harus ingat ini dan lebih berhati-hati saat memilih pria yang akan menjadi pendamping hidupnya," jelas April.

Marry melongo mendengar jawaban April.

"Aku berharap Bu Guru Laura sembuh dan panjang umur," sambung April.

Terdengar suara pintu dibuka, ternyata dokter yang datang. "Oh, Nona Marry, kau di sini rupanya. Nyonya Laura ingin mengatakan sesuatu padamu."

"A-apa?" Marry segera beranjak dari tempat duduknya.

"Cepatlah, Nyonya Laura tidak memiliki waktu lagi."

April menatap punggung kedua orang itu yang pergi dari kamar rawatnya

⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰

14.51 | 1 Januari 2022
By Ucu Irna Marhamah

APRILDove le storie prendono vita. Scoprilo ora