You Are My Puzzle - Chapter 11

12 2 0
                                    

Sachi dan Bharata pulang bersama dari kafe sembari mengobrol ringan menyusuri jalanan yang cukup sepi. Suasana lalu lintas malam itu sudah cukup lengang, padahal ini masih jam 10. Tujuan mereka adalah halte bus. Bharata bilang, dia akan pulang naik bus. Mungkin, bus yang akan ditumpanginya nanti adalah bus terakhir.

"Kamu mau naik bus juga?" tanya Bharata setibanya di halte.

"Ah, enggak. Rumahku dari sini dekat, paling 15 menit jalan kaki," jawab Sachi.

"15 menit?"

"Ya, itu dekat!" kata Sachi lagi.

"Ya, dekat. Tapi, ini sudah jam 10 malam. Apa kamu tidak takut? Aku antar kamu pulang saja dulu!" Bharata bersiap pergi lagi.

"Eh, jangan-jangan! Kalau kamu pergi dari sini, kamu bisa ketinggalan bus. Jam segini kan sudah jam-jam bus terakhir. Enggak apa-apa, jalan ke rumahku dari sini masih ramai kok dan aman!" Sachi memastikan.

Bharata merasa tak enak. "Kamu yakin?"

"Hmm... yakin lah! Aku kan bukan sekali dua kali di daerah sini, dari kecil udah menguasai wilayah ini," kata Sachi serasa jadi akamsi.

Bharata menyipitkan matanya. Bersamaan dengan itu, angin malam tiba-tiba saja menerpa rambutnya. Visualnya pun tiba-tiba melesat ke level tertinggi sampai membuat jantung Sachi tak karuan. Sachi tak bisa melepaskan begitu saja pemandangan indah di hadapannya itu. Pemandangan terindah yang pernah dilihatnya dari jarak sangat dekat.

"Aku yang enggak yakin! Ayo, aku anterin aja!" katanya.

"Eh?!" Sachi kaget. Bukan karena keyakinan Bharata yang memaksa untuk mengantarnya pulang karena khawatir, tetapi lelaki itu juga meraih tangannya dengan cepat. Seketika tubuhnya pun terbawa oleh tarikan Bharata.

Bharata terus menarik Sachi. Menurutnya, jika ia tidak demikian, maka sampai kapan pun Sachi tidak akan mau diantar pulang. Bukan apa-apa, meski Sachi sudah meyakinkannya bahwa pulang sendiri berjalan kaki malam-malam begini aman, tetapi ia belum terbiasa sehingga membuatnya khawatir.

"Ah, tunggu-tunggu!" Sachi mencoba mencegah upaya Bharata. Ia melawan gravitasi dengan menarik balik tangannya yang ditarik Bharata.

"Kenapa?!" tanya lelaki itu tampak kesal. "Aku enggak mau kamu kenapa-napa ya, makanya aku bakal nganterin kamu, segimanapun kamu nolak. Kamu harus sadar kalau kamu itu cewek. Negara ini belum bisa melindungi cewek dengan baik, jadi jangan sok-sokan berani jalan sendiri malam-malam begini!" katanya lagi sedikit emosi.

Sachi diam. Ia menatap Bharata heran. Jantungnya semakin berdegup kencang. Mulutnya pun tiba-tiba terasa kaku. Ada apa dengan lelaki ini? Mengapa dia membuatnya seperti hendak meleleh dan meluber di jalanan ini? Kalau saja tak cepat sadar, pasti ia benar-benar ambruk. Lututnya tiba-tiba terasa lemas, kontras dengan jantungnya yang terus memompa darah lebih cepat sejak tadi.

"Ttapi... arahku pulang... bukan ke sini. Ke sana!" kata Sachi sambil menunjuk ke arah berlawanan.

"Oh?" Bharata terdiam. Apa ini maksudnya ia salah arah? "Aahh.. ayo!" katanya kemudian. Ia masih terus menarik tangan Sachi dan kini berjalan ke arah yang ditunjuk gadis itu. Tiba-tiba saja wajahnya terasa memanas, ia sangat yakin kini pipinya sedang memerah.

***

Sachi dan Bharata masih saling diam. Tiba-tiba saja keduanya menjadi salah tingkah. Tangan Sachi kini sudah lepas dari genggaman Bharata, itu pun dilepas setelah Sachi mengingatkannya.

"Hmm.. tadi itu, aku minta maaf!" kata Bharata kemudian memecah keheningan.

"Eh, kenapa harus minta maaf? Tidak ada yang salah kok," respons Sachi.

You Are My PuzzleWhere stories live. Discover now