You Are My Puzzle - Chapter 10

9 3 0
                                    

Mata Arthur menyipit ketika melihat Sachi keluar dari supermarket dengan belanjaannya. Ia masih kesal karena menganggap Sachi tidak peka.

"Aku langsung ke halte bus aja deh, Kak Sheila nyuruh buru-buru," kata Sachi beberapa saat setelah ia dekat dengan Arthur yang menunggunya di depan pintu supermarket.

"Ya udah, kita ke sana!" kata Arthur kemudian dan segera berjalan mendahului.

Sachi mengernyitkan dahi. Sepertinya Arthur sedang kesal. Tapi apa yang membuatnya kesal? Bahkan dia tegas mengatakan tidak menyukai Kak Sheila, tapi dia bisa sekesal itu?

Selang lima menit kemudian, mereka sudah berada di halte menunggu kedatangan bus dengan rute yang berbeda. Suasana halte saat itu sepi, hanya ada mereka berdua. Ditambah lagi entah mengapa sesaat setelah sampai di halte, hujan tiba-tiba turun meski hanya gerimis.

"Sachi, aku tidak pernah menyukai Kak Sheila dan tidak cemburu Kak Sheila berpacaran bahkan bertunangan atau menikah dengan Kak Arkha," ujar Arthur membuka percakapan.

Sachi melirik Arthur dengan sudut matanya. Ia bertekad hanya akan mendengarkan Arthur saja dan tidak akan menyela atau bertanya padanya.

"Aku bukannya tidak setuju mereka berpacaran atau bahkan menikah. Kalau waktu itu kubilang aku dirugikan, ya memang aku dirugikan. Tapi... tapi aku belum bisa mengatakan kerugianku padamu," katanya.

Mendengar kalimat itu, Sachi ingin sekali menggulirkan banyak pertanyaan pada Arthur. Namun ia terlanjur bertekad hanya akan mendengarkan. Bolehkah ia menabrak tekadnya yang baru dibentuk beberapa detik lalu? Rasanya tidak apa-apa selagi belum lama.

"Kenapa?" akhirnya Sachi luluh juga. Ia tidak bisa jika hanya diam.

"Aku... menunggu waktu yang tepat."

"Sekarang belum waktu yang tepat?" Sachi penasaran.

"Ah, sebenarnya tepat, tapi..." Arthur diam, sedangkan Sachi menatapnya menunggu jawaban. "Busmu sudah datang, aku akan bilang saat kita ketemu lagi!" katanya kemudian.

Raut wajah kecewa terlihat jelas pada Sachi bersamaan dengan kedatangan bus 208 yang ditunggunya. Di sisi lain, Arthur merasa lega dengan kedatangan bus itu. "Aku bisa naik bus selanjutnya, aku ingin tahu sekarang," kata Sachi.

"Udah enggak ada lagi bus habis ini, udah nanti aja pas kita ketemu lagi! Katanya Kak Sheila nungguin!" tolak Arthur.

Seolah diingatkan, Sachi menghela napas kecewa lagi. "Ah.. iya.. Ya sudah, nanti aku telefon!" katanya sambil bangkit dan bersiap naik bus.

"Hm!" respons Arthur kemudian sembari ikut berdiri.

Sachi langsung berjalan masuk ke dalam bus yang pintunya sudah terbuka, sedangkan Arthur hanya bisa melihatnya dengan perasaan yang agak sedikit maju mundur. Setelah bus itu pergi, Arthur barulah merasakan sedikit penyesalan.

"Ah, kenapa aku harus takut? Harusnya aku katakan saja!" gumamnya sambil menatap bus yang semakin menjauh dari pelupuk matanya.

***

Di kamar, Bharata sedang mengecek foto-foto hasil jepretannya dengan Arthur di Kota Kuno beberapa hari lalu. Ia baru sempat memindahkannya ke laptop dan mengeceknya satu per satu. Di antara foto-foto yang diambilnya, ada beberapa foto yang dianggapnya spesial dan ditatapnya cukup lama hingga di zoom in dan zoom out.

Foto itu adalah foto Sachi yang sedang berjalan di depan sebuah gedung di Kota Kuno. Awalnya, ia tidak menyadari ada Sachi di sana. Saat itu, ia hanya ingin memotret gedung dengan arsitektur Belanda yang masih terlihat kokoh itu. Namun rupanya, ada satu objek yang mengusik matanya di dekat gedung itu. Saat di-zoom, ia menyadari bahwa objek itu adalah Sachi.

You Are My PuzzleKde žijí příběhy. Začni objevovat