You Are My Puzzle - Chapter 5

20 5 0
                                    

Sebelum berangkat ke kampus pagi itu, Sachi mendatangi kamar Sheila untuk menagih janji laptop yang akan diberikan padanya. Namun janji hanya sekedar janji, Sheila tak begitu tega merelakan laptop mahal kesayangannya itu pada adiknya.

"Ah, tapi tukeran laptop aja deh ya! Seminggu deh!" kata Sheila memberi solusi.

"Yah... gak jadi dikasih laptopnya?" Sachi tampak kecewa.

Sheila nyengir. "Masih baru, Sachi.. mahal pula. Kan itu MacBook!" ia kembali memelas.

Sachi mendesis. Tentu saja ini tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Ia merasa dikhianati oleh kakak satu-satunya itu. "Ah males ah! Kak Sheila udah dibantuin juga! Kan kamu udah janji!" protesnya.

"Tapi masalahnya, kemarin tuh kayak nggak berguna gitu lho, Sachi! Kecuali ya, orang yang kamu temuin bukan Arthur, mungkin aku..."

"Ah udah ah, males aku nggak akan bantu Kak Sheila lagi!" Sachi ngambek dan langsung meninggalkan kamar kakaknya. Meskipun di dalam hati ia begitu memahami mengapa tiba-tiba Sheila berubah pikiran terhadap janjinya.

"Ntar aku beliin kamu yang lain aja ya! Mau es kopi susu sama toast kan? Ntar aku beliin!" seru Sheila merajuk.

Sachi terus berjalan menjauhinya tanpa peduli lagi. Di pikirannya saat ini adalah agar segera pergi ke kampus walau rasa malas menderanya.

Setibanya di kampus Sachi langsung menuju kelas pertama yang ada di gedung paling ujung. Entah mengapa jika kuliah di gedung itu ia selalu lesu dan tak bersemangat. Ditambah lagi pengkhianatan Sachi tadi.

Setelah dua kelas dilaluinya pagi ini di gedung itu, siang hari ia harus pergi ke kantor Love Me Write lagi setelah semalam mempelajari draf yang diambilnya kemarin.

Namun saat hendak pergi ke Love Me Write, ia sama sekali tak bertemu Arthur di kampus. Biasanya, lelaki itu selalu muncul di hadapannya meski jurusan mereka berbeda. Apalagi ada satu kelas yang mengharuskan mereka belajar bersama meski bukan hari ini.

Sachi mencoba menelefon Arthur, tapi lelaki itu tidak mengangkatnya. Dikirim chat juga tidak dibalas. Alhasil, Sachi menyerah dan segera pergi ke Love Me Write dengan menaiki bus yang seolah menjadi kendaraan pribadinya selama ini.

Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam, Sachi tiba di Love Me Write dan langsung menemui Mbak Lia. Namun ia harus menunggu di ruang resepsionis kantor itu karena Mbak Lia rupanya masih rapat. Selagi menunggu, Sachi membuka-buka ceritanya yang baru diunggah kemarin. Tepat saat ia melihat, jumlah pembacanya sudah berkali lipat dari sebelumnya. Tidak hanya cerita yang baru kemarin dirilis, tapi dari part-part sebelumnya pun ada penambahan pembaca. Seulas senyum pun mengembang di bibirnya.

Hanya saja senyum itu harus terganggu dengan bunyi perutnya yang tiba-tiba memberi sinyal untuk segera diisi. Sachi kaget. Ia langsung memegang perut sambil menoleh kiri-kanan, khawatir ada orang yang mendengar missed call perut keroncongannya itu.

Sialnya, ia bisa melihat mbak-mbak resepsionis yang ada di balik meja tersenyum sambil meliriknya. Sachi pun membalas senyumnya dengan canggung sambil terus memegang perut. "Maaf ya, Mbak!" katanya.

"Nggak apa-apa! Mending makan dulu aja, Mbak, takutnya Mbak Lia lama lho selesai rapatnya. Soalnya rapat besar, semua editor dan ilustrator ikutan," kata resepsionis itu.

"Oh... nggak apa-apa, Mbak, saya tunggu aja. Mungkin sedikit lagi selesai rapatnya, mereka juga pasti lapar kan?"

"Ah, benar juga! Ya sudah!" resepsionis itu tersenyum dan kembali menggauli komputer di hadapannya.

Tak lama setelah itu, Sachi melihat orang-orang termasuk Mbak Lia keluar dari ruang rapat di ujung yang selurusan dengannya saat ini. Otomatis ia segera berdiri ketika melihatnya. Beruntung pandangan Mbak Lia tiba di arahnya sehingga dia langsung tersenyum dan memberi kode untuk menunggu sebentar lagi.

You Are My PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang