Rania dapat melihat bekas air mata yang jatuh mengenai guratan tinta itu. Dia jadi mengingat suatu momen dimana waktu itu Maisha tidak mau pergi ke sekolahnya ketika kelas tiga.

"Maisha, bangun. Nanti telat kesekolahnya." Rania mengetuk pintu kamar Maisha.

Ketika dimeja makan Rania bisa menangkap air muka Maisha yang tampak sedih dan seperti ketakutan.

"Papa..." Haris menoleh ke arah Maisha. Laki-laki itu dapat melihat raut wajah yang seperti menahan sesuatu.

"Iyah, sha?"

"Aku boleh gak, kalo izin gak masuk dulu? Aku mau dirumah aja." Ucapnya.

"Icha sakit?" Rania menyambar.

Maisha menggeleng. Dia hanya ingin berada di rumah saja. Maisha takut untuk pergi ke sekolah.

"Kalo gak sakit kenapa harus izin? Kamu harus sekolah, sha." Tegas Rania.

"Aku gak mau pergi ke sekolah mama." Maisha terlihat menggenggam sendoknya semakin erat. Matanya terlihat berair.

"Kamu harus sekolah, icha."

"Aku gak mau ke sekolah, rambut aku suka ditarik-tarik sama temen dikelas." Ucapnya lalu menangis.

"Itu cuma bercandaan aja Maisha. Kamunya juga mungkin nakal makanya temen-temen kamu kaya gitu." Rania masih terus menolak keinginan Maisha yang tidak mau pergi ke sekolah.

"Aku gak nakal, mama."

"Gak ada alasan gak sekolah, sha. Kamu harus tetap pergi kesekolah. Jangan banyak alasan." Final Rania.

Maisha tentu semakin terisak. Dia ingin dirumah saja. Dia takut dengan teman-temannya.

"Mau jadi apa kamu gak sekolah? Kamu sekolah aja masih gak sepintar kakakmu, apalagi gak sekolah."

"Nanti papa antar ya kesekolahnya. Sekarang icha habisin sarapannya." Haris mengusap kepala anaknya itu. Sedangkan Maisha berusaha menelan makanannya sambil menahan isakannya.

Hingga Rania juga mengingat putrinya itu pulang dengan seragam yang kotor dan sepatu yang jebol. Ketika ditanya apa yang terjadi, Maisha bilang,

"Aku jatuh kedalam parit."

Rania kira saat itu ketakutan Maisha ke sekolah hanya karena rasa malas yang pada umumnya terjadi pada anak-anak. Tetapi ternyata anaknya itu menjadi korban perundungan.

Tuhan, aku boleh minta sesuatu gak? Kalo boleh, boleh ngga papa mamaku di tukar aja sama papa mama yang baru? Aku kesal sama mama papa yang gak pernah kasih apa yang aku mau. Kak Regina dikasih sepatu baru, tas baru, baju baru. Tapi aku cuma dikasih baju bekasnya kak Regina terus.

Rania mulai menyadari sikapnya dulu benar-benar keterlaluan. Membahagiakan anak pertamanya tapi dia memberikan luka untuk anak keduanya. Air matanya mengalir tanpa henti membaca tiap kalimat di setiap halaman itu. Sampai pada satu halaman isak tangisnya semakin tak terbendung.

Aku gak mau lagi kerumah eyang. Disana ada om Surya. Aku takut ketemu dia. Soalnya kalau ketemu aku suka dibawa kekamarnya. Terus kemaluan aku dielus-elus. Abis itu dia cium aku sampe lamaaaaa banget. Sampe aku ngerasa gak bisa nafas. Aku mau bilang sama mama papa, tapi kata om Surya nanti malah aku yang diomelin mereka. Aku gak mau diomelin mama. Nanti aku gak dikasih uang jajan kalau diomelin mama.

****

Saat ini, Maisha tengah jalan-jalan dengan Avi. Kemarin Avi mengajaknya untuk pergi ke tempat pusat kuliner.

Maisha jelas menurutinya. Mereka janjian bertemu langsung di tempat itu. Sudah cukup banyak makanan yang mereka cicipi. Dan saat ini mereka sedang menikmati satu cup ice cream sambil bejalan berkeliling.

Langkah Maisha terhenti saat melihat didepan sana, Giandra tengah berjalan beriringan dengan seorang perempuan.

Jika dihitung sejak awal kejadian, ini sudah dua bulan mereka tak lagi berbicara. Dan sebulan terakhir ini Giandra benar-benar tidak pernah lagi menemuinya.

Avi menyadari perubahan ekspresi dari wajah Maisha. Dia juga melihat Giandra yang sedang berjalan beriringan dengan perempuan.

"Sha..." Panggil Avi.

Maisha yang sempat menunduk, kembali menegakkan kepalanya. Dia menatap Avi yang tengah menatapnya juga.

"Lo gapapa?" Pertanyaan bodoh, tutur Avi dalam hati.

"Gapapa. Yuk kita keliling lagi." Ajaknya.

Avi jelas tahu Maisha tengah menutupi rasa sakitnya. Dia bisa melihat pancar kerinduan dari gadis itu untuk sepupunya. Dia juga bisa melihat tatapan terluka yang sempat terpancar dari Maisha.

Dia tahu, sesungguhnya Maisha sudah memiliki perasaan yang sama dengan Giandra. Hanya saja gadis itu takut. Gadis itu masih gamang dengan semuanya.

Beberapa jam disana akhirnya Avi mengajak Maisha pulang. Sepanjang perjalanan Maisha lebih banyak melamun. Avi menatap sedih pada temannya itu. Tapi dia bisa apa, ini soal perasaan mereka berdua.

"Sha..."

"Ya?"

"Gapapa kok kalo lo sedih. Gak usah ditahan gitu." Ucapnya.

"Sedih kenapa?"

"Karena ngeliat Giandra sama...cewek."

"Giandra? Loh emang ada Giandra? Dimana? Gue gak liat soalnya." Avi jelas tahu Maisha tengah berbohong. Maisha jelas melihat Giandra tadi.

Gadis itu berusaha mati-matian menahan sakit hatinya. Avi bisa melihat mata Maisha yang sedikit memerah.

Avi akhirnya memilih diam. Dia tidak mau memaksa Maisha. Bagi Maisha menangis didepan orang lain hanyalah hal yang memalukan. Hal yang membuat harga dirinya jatuh. Padahal menurut Avi menangis tidak akan membuat harga diri seseorang jatuh.


Maisha memasuki apartemen kecilnya itu. Dia memilih membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.

Setelahnya dia memeriksa ponselnya sambil merebahkan tubuhnya diatas kasur. Membalas beberapa pesan lalu meletakkan kembali ponsel itu di sebelahnya.

Maisha menatap boneka besar yang Giandra kasih waktu ulang tahunnya. Perlahan diambilnya boneka itu.

Dia menatap lamat-lamat boneka itu. Dan tanpa sadar air matanya jatuh. Dua bulan tanpa kehadiran laki-laki itu membuat Maisha sadar pentingnya sosok laki-laki itu. Dia juga menyadari perasaannya untuk laki-laki itu.

Maisha memeluk boneka itu. Menumpahkan segala kesedihan serta kerinduannya pada sosok laki-laki bertubuh jangkung itu.

'Aku boleh jujur gak sih, kalau aku kangen kamu, gi.'

****

Hola hola

Siapa yang kangen sama mamanya Maisha?

Atau ada yang kangen dengan mbak Regina dan mas Darius?

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya ok....

Dan follow juga ig @xx.dlizxx untuk info update terbarunya....

Adios....

Shadow [Complete]Where stories live. Discover now