Bagian 13

640 115 4
                                    


Arjuna terbangun dari tidurnya saat langit sudah berubah menjadi jingga. Dengan mata yang masih sedikit terpejam, Juna bangkit dan melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi. Tapi, langkahnya terhenti saat melihat tanggal di kalendernya.

26 Januari

Dua minggu sebelum dirinya bertambah usia.

"Kok cepet banget," gumamnya.

Tangannya bergerak ke arah meja belajar dan mengambil sebuah pena. Lalu ia goreskan sebuah lingkaran pada tanggal sembilan, tanggal dimana dirinya dilahirkan.

"Supaya nggak ada yang lupa," ucapnya saat menyelesaikan sebuah kalimat.

Sweet seventeen, Juna.

Puas dengan tulisannya, Juna segera melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti ke kamar mandi.

Setelah selesai berbenah diri, Juna pergi ke bawah dan tidak menemukan satu orang pun saudaranya. Rumah terasa sepi, padahal jika melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Itu artinya mustahil saudaranya pergi keluar rumah karena jam sudah dekat dengan jam batas yang sudah ditentukan.

Kecuali, jika saudara-saudaranya pergi keluar bersama sang kakak tertua, Mareta.

"Juna, ngapain?"

Juna terkejut dan otomatis berbalik, lalu ia menemukan Satria yang datang dari arah dapur dengan secangkir kopi di tangannya.

"Yang lain pada kemana, Kak?" tanya Juna.

Satria duduk di sofa yang diikuti oleh Juna. "Jaffin tidur, Jeremi mandi," jawabnya.

"Kak Mareta, Kak Arsen sama Naren?"

"Ke supermarket."

Juna mengernyit. "Tumben banget Naren mau diajak ke supermarket."

"Ada yang dipengenin itu artinya, Jun."

Ah, benar juga. Naren alias bungsunya itu sangat anti diajak berbelanja jika bukan karena dirinya memiliki tujuan dan keinginan.

"Kakak abis dari mana?" tanya Juna saat menyadari pakaian kakaknya yang terlihat rapi.

"Abis dari arena, ada pengumuman."

"Hah arena skating? Ihh aku mau ikut," rengek Juna.

"Belum boleh, Juna."

Juna merengut, selalu seperti itu. Sedari dirinya sekolah menengah pertama hingga sekarang, Satria selalu melarang dirinya untuk ikut ke arena skating. Padahal Juna hanya ingin melihat kakaknya berselancar di arena es itu.

"Kalau kamu lupa, kamu pernah jatuh di sana, Jun," tegur Satria.

Satria tidak akan pernah lupa saat pertama kalinya dirinya mengajak Mareta dan Juna ke arena skating dan mengajarkan mereka bermain di sana. Saat itu umur Juna masih terbilang kecil bahkan Juna masih sekolah dasar. Mungkin karena anak kecil yang memang keingintahuannya masih besar, Juna nekat berjalan ke tengah arena tanpa pengawasan dan bantuan yang membuat dirinya jatuh cukup keras.

Satria trauma, ia tidak ingin adiknya terluka.

"Ih waktu itu kan aku masih kecil," sangkal Juna.

"Sama aja, sekarang juga masih kecil." Satria berujar seraya menjawil hidung adiknya.

Juna menghindar dan wajahnya menunjukkan ekspresi seolah-olah ia marah. "Dua minggu lagi aku tujuh belas tahun tahu!" terangnya.

"Masa?" goda Satria.

"Ihhh beneran tahu!"

Tawa Satria menguar begitu saja usai mendengar ucapan sebal dari adiknya. Ia sampai memegang perut karena tak kuat melihat tingkah Juna yang menurutnya lucu.

Happy Birth(die) • Yang Jungwon [End]Where stories live. Discover now