Bagian 2

1.3K 209 5
                                    


Pergi ke sekolah sudah menjadi sebuah kewajiban untuk orang yang menjabat title siswa. Ini bukan hari Senin, namun Juna merasa sangat malas luar biasa masuk sekolah hari ini. Matanya terlihat sayu dan ngantuk karena semalam ia mengobrol dengan kakak pertamanya hingga larut malam.

Sialnya, Juna lupa jika hari ini akan ada ulangan dan dia belum sempat baca-baca.

"Arjuna Dewantara, kenapa nih masih pagi tapi udah lesu?" tanya seseorang seraya menepuk pundaknya.

Juna menoleh dan menemukan Harsa, teman sebangkunya yang baru saja datang. "Biasalah, kurang tidur," jawabnya.

"Gadang mulu sih, ngurusin proposal pasti ya?" tebak Harsa.

Bukan tanpa sebab mengapa Harsa berbicara seperti itu, pasalnya temannya yang kebetulan menjabat sebagai anggota OSIS dan anak taekwondo ini selalu dipusingkan oleh ketua OSIS nya untuk membuat proposal. Alasannya adalah karena Arjuna Dewantara itu anak kesayangan guru karena kepintarannya, ketua OSIS nya seolah lepas tanggung jawab begitu saja. Padahal, jabatan Juna di OSIS hanya anggota, tidak memegang jajaran jabatan yang ada.

"Nggak lah, cuman biasa aja ngobrol sama Kakak."

Harsa mengangguk dan melirik buku yang Juna baca. "Lah, tumben baca-baca?" tanyanya saat melihat buku fisika dibaca.

"Ulangan, 'kan?"

"Maksud tuh biasanya kan suka dicatetan yang udah lo rangkum, tapi tumben ini di bukunya langsung."

Juna membulatkan mulutnya. "Kan tadi aku dah bilang, semalem ngobrol sama Kakak dan karena itu Juna nggak sempet baca-baca."

"Oh iya ngerti, btw Juna lo lemah lembut banget anjir aku kamu," kata Harsa sedikit geli.

"Udah diajarin dari kecil," ujar Juna. "Sama Kakak," lanjutnya pelan.

Arjuna Dewantara itu di sekolahnya, selain terkenal karena kepintarannya, ia juga dikenal sebagai siswa yang ramah, baik, sopan dan santun, juga lemah lembut. Sejak pertama kali menginjakkan kakinya di sekolah ini, tidak pernah sekali pun Juna berbicara dengan temannya menggunakan sebutan gue-lo.

Memang banyak yang protes dan menyindirnya karena dianggap caper, hingga menganggap dirinya tidak bergaul. Sebenarnya bukan karena itu, Juna hanya sudah terbiasa menggunakan aku-kamu dari dia kecil hingga sekarang. Toh dia tidak memprotes meski ada yang menyebut 'lo' kepadanya, jadi seharusnya hal seperti itu tidak perlu dipermasalahkan, 'kan? Karena itu semua kembali lagi dengan bagaimana sifat seseorang.

"Nggak salah emang kalau lo dijuluki siswa teladan," puji Harsa, takjub.

"Biasa aja ah, ngomong-ngomong tumben Jehan belum dateng."

Harsa mengecek jam tangannya. "Lah iya juga ya, kemana dah tu bocah udah mau jam tujuh juga."

Tak lama setelah itu, datang seseorang yang berlari kencang dan duduk di kursi depan Juna dengan nafas yang terengah-engah. "Hah hah hah, g-ghue ...."

"Tarik nafas dulu nyet!" desis Harsa.

Setelah menarik nafas dan mulai stabil kembali, Jehan, orang tersebut langsung berbicara apa yang akan dibicarakannya. "Ulangan nggak jadi!" soraknya kencang.

"HAH SERIUS?!"

"SUMPAH?"

"YANG BENER JEHAN?"

Sahutan-sahutan itu datang dari teman sekelasnya yang mendengar ucapan Jehan yang memang kencang. Jehan mengangguk semangat, hingga rambutnya bergoyang.

"Serius sumpah! Tadi gue ketemu sama kelas yang mapelnya sama juga terus ngasih tahu gue katanya Bapaknya ada keperluan jadi ulangannya diundur," celotehnya.

Happy Birth(die) • Yang Jungwon [End]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu