-o0o-

Dua pesan muncul di notifikasi ponsel. Menggeser tampilan layar, Hijir cukup heran saat mendapati pukul berapa sekarang, pukul 22.00 waktu Mesir. Artinya, sudah lewat tengah malam waktu Indonesia.

"Laith?" gumamnya. Hijir baru hendak kembali ke kamar dalam ma'had saat ponselnya bergetar.

Tak cukup ruang membaca isi pesan yang lumayan panjang dari bilah notifikasi, Hijir memutuskan membuka ruang obrolan dengan adiknya Jauza itu.

|Assalamu'alaikum, Mas. Nggak ganggu kan, ya? Semoga nggak, ada yang buat aku penasaran soalnya, pengen tahu pendapat Mas Hijir.

|Udah pernah baca kisah Babad Tanah Jawa? Tadi Mbak Jauza sama Ayah ngomongin itu lewat video call. Aku nggak berani tanya mereka karena kedengerannya agak nggak masuk akal, takut diketawain kalau maksain nanya, lagian berbau mitologi gitu, aku sangsi. Tentang Said Anwar, Said Anwas, Nabi Syits, Dewi Mulat, atau siapalah itu, terus jadi nyambung ke nenek moyang orang Jawa. Menurut Mas Hijir gimana?

Hal pertama yang Hijir lakukan setelah membaca rentetan kalimat itu adalah terkekeh geli. Ia dibuat tak habis pikir oleh pemuda itu. Bukankah Laith agak melenceng menanyakan itu padanya? Jauza jelas jauh lebih paham dibanding Hijir.

Ingin menjawab tak tahu, sayangnya Hijir sudah pernah membaca kisah yang satu itu. Semesta memang lucu, ia ingin melupakan Jauza, malah dibuat dekat dengan adik perempuan itu.

Sampai di dalam kamar, Hijir memutuskan melakukan panggilan. Jika Laith baru saja mengirim pesan, artinya pemuda itu belum tidur, bukan? Benar saja, pada dering pertama keduanya langsung tersambung.

Berbasa-basi memberi salam juga menanyakan kabar, Laith lantas menodong jawaban, "Jadi gimana, Mas?"

"Anggap saja ini sebagai wawasan ya, Ith. Jangan hanya karena penjelasan aku, kamu jadi sibuk mencari siapa yang benar atau siapa yang salah, keyakinan tidak sehaus itu akan pengakuan dan pembenaran."

Di seberang, meski tahu Hijir tak bisa melihat, Laith mengangguk juga.

"Kamu pasti tahu bahwa Syits adalah putra sekaligus nabi kedua setelah Adam. Satu-satunya putra Adam yang lahir tanpa kembaran. Syits lahir sebagai hadiah dari Allah untuk menghibur kesedihan Adam atas kematian Habil."

Sengaja duduk di depan desk-nya, mata Hijir menerawang tembok berisi banyak sticky note warna-warni, berisi jadwal juga catatan-catatan kecil.

"Bagi masyarakat Jawa yang memang memegang teguh sisi religiusitas Jawa itu sendiri, saat Adam berdoa pada Allah untuk menjadikan Syits sebagai penguasa atas saudara-saudaranya, mereka percaya bahwa raja Iblis mendengar doa tersebut.

"Istri Syits yang bernama Dewi Mulat digantikan Iblis dengan putrinya yang bernama Dewi Dlajah. Wajah mereka mirip, hingga lahirlah putra-putra Syits."

Hijir menutup mata sejenak, meredakan gejolak dalam dada yang tiba-tiba menguasai. Jujur saja, ia tak benar-benar menyukai kisah itu, alasannya jelas, hanya mengingatkannya pada sosok Jauza yang memang suka belajar banyak hal, tak peduli itu akan selaras dengan keyakinannya atau tidak.

"Dari Dewi Mulat, Syits dikaruniai anak bernama Sayid Anwas yang nantinya dididik langsung oleh Adam. Sedangkan, dari Dewi Dlajah--perpaduan dengan Dewi Mulat melalui gumpalan darah yang terbentuk--lahir anak bernama Sayid Anwar yang berada dalam didikan iblis. Anwas tumbuh menjadi orang yang menyukai ilmu agama, sedang Anwar tumbuh menjadi orang yang menyenangi lelaku tirakat atau bertapa."

Pendengaran Hijir masih sangat normal untuk bisa mendengar Laith yang terbatuk di seberang. Sebuah respons yang hampir sama saat pertama kali Hijir mengetahui hal yang sama. Ia terkekeh.

"Nabi Syits hampir tidak mengakui Anwar, tetapi diberi petunjuk oleh Allah. Diterima dengan baik di keluarga Syits. Namun, karena Anwar melanggar satu pantangan, ia diusir Adam pada akhirnya. Dalam pengusiran itu, Anwar bertemu Malaikat Harut dan Marut, disesatkan ke tepian Sungai Nil. Di sana, beliau belajar Ilmu Laduni. Kamu tahu, Laith? Cukup rumit sebenarnya menceritakan ini." Hijir terkekeh sekali lagi, ia tak berbohong.

"Ayolah, Mas. Kalau nggak tuntas, bisa nggak tidur aku malam ini karena kepikiran." Seperti biasa, Laith selalu terdengar seperti anak kecil di telinga Hijir, minus saat memperkenalkan calon suami Jauza untuk pertama kali di rumah sakit kala itu.

"Singkat cerita, setelah belajar Ilmu Laduni beberapa tahun, Sayid Anwar kembali menempuh perjalanan dan singgah di daratan Maladewa, beliau berhasil menaklukkan bangsa jin.

"Di sana, ada sosok bernama Prabu Naradi yang juga berhasil dikalahkan Sayid Anwar. Pada akhirnya, Prabu Naradi membiarkan Sayid Anwar menikahi putrinya. Sejak saat itu, beliau mendapat julukan Prabu Nurasa yang mendapat izin dari Tuhan untuk murtad dari ajaran Adam. Begitulah Tanah Jawa muncul sebagai wilayah kekuasan Prabu Nurasa."

"Jadi maksud Mas Hijir, Prabu Nurasa ini yang nantinya menjadi asal mula bangsa Jawa?"

Hijir mengangguk sembari bergumam, cukup bagi Laith menangkap gumaman tersebut.

"Makanya, Ith. Buat orang yang betul-betul paham dan percaya pada asal-usul tanah Jawa yang satu itu, akan mikir dua kali kalau mau berurusan dengan orang Jawa asli." Lagi-lagi Hijir tertawa, merasa aneh juga dengan ucapannya. "Darah orang Jawa itu mengerikan. Ibarat, dia punya tiga perpaduan. Darah Adam, darah iblis, juga darah malaikat."

Di sana, Laith ikut tertawa. "Pantas aja Mbak Jauza mengerikan. Jawa tulen dia, Mas."

Sial! Jauza lagi, Jauza lagi!

-o0o-

Telat banget emang, bener-bener baru sempet update.

Untuk part ini, aku belum--mungkin justru nggak--berani buat ungkap penjelasan detail mengenai keturunan Syits, Sayid Anwar, yang dipercaya jadi awal mula bangsa Jawa. Karena itu tadi, ini kaitannya memang ada unsur mitologi Jawa, juga nilai religiusitas Jawa itu sendiri. Seperti kata Hijir, keyakinan itu bukan sesuatu yang haus akan pengakuan dan pembenaran dari orang lain. Jadi, nggak ada gunanya mengadu mana yang salah dan mana yang benar. Just believe what you believe tanpa merusuh perihal apa yang orang lain percaya.

Wish you enjoy, salam damai

Amaranteya

29th of August 2022

Gratia DeiWhere stories live. Discover now