Epilogue

288 25 22
                                    

Pemuda itu menapakkan kaki jenjangnya di lantai dua gedung itu, bersamaan dengan keluarnya gadis-gadis remaja dari sebuah ruangan

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Pemuda itu menapakkan kaki jenjangnya di lantai dua gedung itu, bersamaan dengan keluarnya gadis-gadis remaja dari sebuah ruangan. Namun gadis yang dicarinya tak ia temukan di antara mereka, hingga seseorang yang ia kenal muncul beberapa saat kemudian.

Senyum wanita muda itu merekah padanya. “Dia masih di dalam. ‘Tanggung’, katanya,” beri tahunya, seolah tahu tujuan kedatangan pemuda itu ke sana. “Masuk aja langsung,” suruhnya sebelum mereka berpisah.

“Oke. Thanks,” sahut si pemuda.

Namun ia tak segera masuk dalam ruangan yang kini hanya ditempati gadis berambut panjang itu. Kedatangannya mungkin akan mengganggu konsentrasinya. Namun melihatnya sedang mengemas peralatan, ia tak sabar untuk mengganggunya.

Dengan ujung telunjuk, ia mengetuk jendela kelas. Namun gadis itu tak menoleh. Tangannya masih bergerak mengosongkan meja.

“Kebiasaan,” gerutunya. Ia kembali mengayunkan langkah, memasuki ruangan dan menduduki kursi di depan gadis itu.

“Astaga. Ngagetin aja.” Rania tersentak sambil meletakkan tangannya yang berlepotan cat di dada.

“Volumenya pasti dikecilin,” tuduh Jayden.

Rania meringis. “Biar bisa konsentrasi,” dalihnya seraya memutar tombol volume hearing aid-nya. “Gimana terapinya?” tanyanya kemudian sambil meneruskan pekerjaannya.

“Bu Devi bilang udah banyak kemajuan.”

“Bagus lah.”

Sejak mengetahui adiknya mengidap OCD, Fiona memutuskan untuk mempercepat pameran foto tunggal Jayden yang diberi judul "Rania: Dunia Tanpa Suara", yang menceritakan tentang Rania dan kegiatan sehari-harinya. Beberapa fotonya juga berhasil dilelang dengan harga tinggi--meskipun sebenarnya Jayden bisa menjualnya sendiri melalui marketplace. Dan hasilnya ia gunakan untuk membiayai psikoterapinya yang sudah berjalan selama beberapa bulan.

Dan Jayden juga menepati janjinya pada Rania untuk memamerkan lukisan-lukisannya. Sebagian karya-karya itu ada yang berhasil dilelang dan sebagian lagi dijual di marketplace yang sama dengan Jayden. Hasilnya, ia dan ibunya bisa mengontrak rumah yang kondisi dan lingkungannya jauh lebih baik, meskipun lokasinya di pinggir kota. Dan Dyah .... Agaknya membuka warung selalu menjadi passion-nya.

Sementara Lisyana ....

Sudah berjam-jam lamanya wanita itu duduk menghadap jendela dengan tatapan kosong. Jendela itu mengarah halaman depan dan dari tempatnya, ia bisa melihat siapa saja yang datang ke rumahnya, karena ia memang tengah menunggu seseorang.

“Bu,” panggil Suster Indah lembut dengan menyentuh bahunya.

“Eh, Mbok. Teh hijaunya mana?” tanya wanita itu.

Suster Indah tersenyum sabar. Setiap kali ia membawakan obat untuk ibu majikannya, ia selalu dikira Mbok Atun yang datang membawa teh hijau. Padahal kehadirannya di situ karena digaji oleh Fiona untuk merawat wanita ini.

“Obatnya diminum dulu ya, Bu. Setelah itu saya minta Mbok Atun bikinin Ibu teh hijau,” bujuk sang perawat. Ia lalu meletakkan sebutir pil dan kapsul dalam tangan Lisyana.

Namun bukannya segera dikonsumsi, wanita itu malah membiarkan obat-obatnya tergenggam. “Fiona mana ya, Sus? Hari ini kok saya belum lihat dia,” tanyanya, masih dengan tatapan menembus jendela.

“Bu Fiona ‘kan udah lama pindah ke apartemen, Bu. Dia pulang cuma sekali-sekali,” jawab Suster Indah.

“Kalau Jayden?”

Sepanjang menjadi perawat pribadi Lisyana, belum sekali pun Suster Indah bertemu dengan laki-laki yang bernama Jayden. Ia hanya mendengar dari salah satu asisten di sana, Lisyana mempunyai seorang putra yang sudah setahun belakangan ini tak pernah datang berkunjung. Dan ia menyimpulkan sendiri, putra itulah yang bernama Jayden.

“Kalau dia udah setahun ini gak pulang, Bu.”

Jeda.

“Jay, kamu di mana, sayang? Mama kangen.”

The end

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

The end

--------------------------------------------------------------
Hmm, apakah yang terjadi pada Lisyana? Yuk, imajinasikan. Bebas!

Dan yang masih bingung soal OCD, langsung baca Author's Note, ya.

Dan yang masih bingung soal OCD, langsung baca Author's Note, ya

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

A.D
Bandung, 3 Agustus 2022

✔Pictures of the ImperfectionsOù les histoires vivent. Découvrez maintenant