36. The Flaw in His Trauma

112 28 23
                                    

"Kamu kenapa?" Berbagai pikiran polos mengisi benak Rania

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu kenapa?" Berbagai pikiran polos mengisi benak Rania. Ada sejumput rasa bersalah pula yang turut memenuhi dada. Ia tak tahu ajakannya ke tempat ini serta pemberian es krim itu bisa membuat tubuh Jayden bergetar hebat--entah karena alergi atau hanya kedinginan.

"Ma ... ma ...," rintih Jayden pelan. Matanya masih terpejam erat.

"Kamu ngak pa-pa?" Rania bertanya lagi. Sementara tak jauh di belakangnya, Bintang, Bunga dan Ilham hanya membeku.

Suara-suara di telinga Jayden begitu campur aduk. Suara pertikaian di kejauhan yang diselingi oleh suara pecahan beling terdengar samar diredam hujan yang ditingkah petir. Lalu ada suara lain yang memanggil namanya seolah menggiringnya ke sana.

"Kamu sakit?" Rania semakin panik kala tak melihat perubahan pada diri Jayden. Saat ia menyentuh pundaknya pun laki-laki itu masih menggigil.

"Ma ... ma ...."

Sebuah tarikan di mantel Rania mengalihkan perhatiannya dan ia menemukan Bintang di sisinya.

"Dia kedinginan kali, Kak," ujar bocah lugu itu.

Tak bertanya lagi, Rania buru-buru menanggalkan mantelnya dan membungkus pundak Jayden dengannya. Mantel itu jadi tampak menyusut di tubuh Jayden yang atletis. Dan bahannya yang tipis, ia yakini tak akan menghangatkan kedinginan Jayden. Dengan ragu-ragu, ia menyusupkan jemarinya dalam tangan Jayden yang mengepal.

Tangan kokoh itu kembali mengepal setelahnya, meremas tangan Rania erat seolah hendak meremukkan tulang-tulangnya. Namun diabaikannya rasa sakit itu bila tangannya yang hangat bisa mengusir dingin di tangan Jayden. Maniknya terus dihadapkan pada lelaki di sampingnya, kalau-kalau ia meminta bantuan.

"Ran ... tolong ...." Pemuda itu terdengar merintih lagi.

"Saya bisa tolong apa, Kak?"

"Tolong ... SMS ...."

Jayden kembali menggigil hebat. Genggamannya di jari-jari Rania mengetat.

"SMS siapa? Mama kamu?" Melihat Jayden memanggil mamanya dua kali, Rania berpikir lelaki ini butuh mamanya.

Sontak kepala Jayden menggeleng, meski lemah. "Zaki."

"Kak Zaki?" Rania memastikan. "Nomornya?"

Jayden memberanikan diri membuka mata. Selagi satu tangan masih menggenggam tangan Rania, tangan lainnya menarik ponsel dari saku celana. Dengan jari gemetar, ia membuka daftar kontak. Lalu ditunjukkannya kontak milik Zaki itu pada Rania.

"Kak Jay, boleh lepas tangan saya dulu?" pinta gadis itu.

Jayden bergeming.

"Kak Jay ...." Tangan Rania yang bebas akhirnya ikut bertindak mengurai perlahan genggaman Jayden. Begitu hati-hatinya supaya Jayden tak menyadari jalinan tangan mereka sudah terpisah.

✔Pictures of the ImperfectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang