6. The Flaw in the Neatness

238 41 28
                                    

Jarum pendek jam di pergelangan tangan Fiona menunjuk angka enam, sedangkan jarum panjangnya menunjuk menit kelima

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jarum pendek jam di pergelangan tangan Fiona menunjuk angka enam, sedangkan jarum panjangnya menunjuk menit kelima. Pintu utama galeri sudah ditutup sejak pukul 17.00. Dan para staf sudah ia biarkan pulang beberapa menit yang lalu, kecuali Frans si penjaga keamanan yang bertugas malam. Namun ia masih enggan menutup laptopnya. Bukan karena pekerjaannya menumpuk, tapi ia dijanjikan oleh percetakan bahwa poster dan brosur yang dipesannya akan dikirim hari ini.

Tok tok tok.

Suasana yang hening membuat perempuan berambut bob itu agak tersentak di kursi putarnya. Namun tak urung ia berseru, "Masuk!" pada pengetuk pintu ruang kerjanya yang kecil dan disesaki oleh jajaran karya seni yang mengantre untuk dipamerkan.

Kepala Frans, pria empat puluhan yang merantau dari Kota Ambon, muncul di celah pintu yang sedikit terbuka. "Posternya udah datang, Bu," beri tahunya dengan logat daerah yang khas.

"Tolong dibawa masuk ya, Pak," suruh Fiona.

Sosok lelaki bertubuh tegap, berkulit gelap dan berambut ikal itu menghilang dari pandangan. Pintu kembali menutup dan Fiona meneruskan pekerjaannya. Namun hanya berlangsung sesaat sebelum si penjaga keamanan itu kembali dengan menghela troli berisi bertumpuk-tumpuk hasil cetak yang dibungkus kertas berwarna cokelat.

Wanita muda itu bangkit dari kursinya, ikut menyambut alat promosi untuk pameran bulan depan yang dipesannya beberapa minggu yang lalu. "Itu udah semua, Pak?" tanyanya.

"Udah, Bu. Ini mau ditaruh di mana?"

"Saya minta sebungkus untuk di meja saya. Yang lain di pojok situ aja," tunjuk sang direktur ke arah lantai di dekat pintu.

Tanpa berkata-kata, Frans mulai memindahkan satu bungkus yang berukuran kecil ke meja sang atasan, dilanjutkan dengan bungkus-bungkus lainnya ke tempat yang sudah ditunjuk.

"Saya boleh minta tolong lagi, Pak?" Fiona berucap.

"Silakan, Bu." Lelaki itu berdiri sejenak sekaligus merenggangkan otot punggungnya yang lelah.

Fiona bergerak kembali ke balik meja dan meraih secarik kertas dari tumpukan kertas memo. Dengan cepat digoresnya kertas itu dengan nama sebaris menu makanan. Bersamaan dengan selesainya ia membuat catatan, berakhir pula pekerjaan Frans. Pada pria itu, Fiona menyodorkan catatannya.

"Tolong pesankan ini di restoran Tionghoa yang di seberang itu, Pak. Bikin dua porsi dipisah, ya," pintanya.

"Baik, Bu," sahut lelaki itu di antara napasnya yang masih tersengal.

Sepeninggal sang satpam, Fiona meraih ponselnya dan mengirim pesan untuk Jayden.

Ada di apart?
Gue mau mampir.

Tak menunggu lama, balasan yang ditunggu, diterimanya.

Jay:
Ok.

✔Pictures of the ImperfectionsWhere stories live. Discover now