38. The Flaw in His Confession

107 26 25
                                    

Pemandangan Jayden dikelilingi tiga bocah yang kompak menagih foto menjadi hal baru bagi Rania

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Pemandangan Jayden dikelilingi tiga bocah yang kompak menagih foto menjadi hal baru bagi Rania. Dua minggu yang lalu, laki-laki itu masih mengaku tak suka anak kecil karena keberisikan mereka. Namun kali ini, meskipun ia masih tampak menghindar, Jayden terlihat sudah mau meladeni.

“Mana fotonya, Kak? Aku mau lihat!”

“Kak Jayden kok gak bawa kamera?”

“Ini isinya apa, Kak? Hadiah, ya?”

Refleks cepat Jayden menyuruhnya mengacungkan tangan tinggi-tinggi, menjauhkan tas kertas itu dari mereka, seolah-olah isinya sangat berharga. “Jangaaaan! Ini bukan untuk kalian.”

Melihat lelaki itu kesulitan menghindari teman-teman kecilnya, Rania bergerak dari pos jaga. “Kalian jangan ganggu Kak Jayden dulu, ya. Kak Jayden ‘kan baru sembuh,” katanya sambil menyentuh Ilham dan Bintang, dua bocah yang posisinya paling bisa dijangkau olehnya.

“Tapi aku ‘kan cuma mau lihat foto, Kak,” dalih Bunga.

“Kalau fotonya belum dicetak, gimana?” Rania membalas.

Pada Jayden, Bintang bertanya, “Emang belum jadi, Kak?”

“Belum. Masih lama,” dusta Jayden. Pikirnya, anak-anak seumuran mereka tak mungkin tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencetak foto.

“Kalian pulang dulu, ya. Kapan-kapan kita jalan lagi sama Kak Jay. Oke?” bujuk Rania.

“Oke, Kaaak.” Ungkapan persetujuan itu diikuti oleh lambaian tangan ketiganya, menandakan perpisahan.

“Udah mulai suka anak-anak, nih?” goda gadis itu sepeninggal teman-teman kecilnya.

Jayden menggerutu tak jelas.

“Udah sembuh?”

“Hmm.” Laki-laki itu mengangguk. “Tadi lagi ngapain? Belajar bahasa isyarat?”

Kepala Rania bergeleng. “Lagi main tebak-tebakan.”

Bibir Jayden membulat. “Yuk, duduk,” ajaknya yang segera diiyakan Rania.

“Gimana kabar lo?” tanya Jayden begitu mereka duduk berhadapan di pos jaga itu.

“Baik.”

“Lesnya lancar?”

“Hmm.” Kepala yang dimahkotai rambut panjang terurai itu mengangguk.

“Masih cemburu sama Khanza?”

Seketika senyum semringah Rania diganti cebikan. “Apa, sih? Ngak lucu!”

Jayden terkekeh singkat sebelum mendorong tas kertas yang dibawanya ke arah Rania.

“Apa nih?” tanya gadis itu.

“Buat lo.”

Tanpa ragu, Rania melongok isi kantong besar yang tampak cukup berat itu. Benda pertama yang dikeluarkannya adalah sebuah album foto, berisi foto-foto yang Jayden cetak tadi sebelum mengunjungi gadis ini.

✔Pictures of the ImperfectionsDove le storie prendono vita. Scoprilo ora