42. The Flaw in the Answers

121 27 27
                                    

Catatan: penjelasan di chapter ini agak kompleks

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Catatan: penjelasan di chapter ini agak kompleks. Bacanya pelan-pelan aja ya.
--------------------------------------------------------------

"Pokoknya kamu harus nurut sama Mama, biar gak dimarahin seperti Papa."

Kalimat yang sering dibisikkan Fiona itu selalu terngiang di telinga Jayden setiap kali ia mengingat kejadian sebelum papa meninggalkan mereka. Dan bukan hanya sekali itu saja. Setiap kali gadis itu hendak kembali ke Amerika, hanya itu pesan yang disampaikannya.

Jayden kecil memang sering mendapati mama memarahi papa. Pikiran polosnya saat itu mengatakan, mama marah karena papa nakal. Ia pun percaya, mama akan memarahinya kalau ia nakal. Dan ia takut mama juga akan meninggalkannya kalau ia nakal.

Jayden juga tahu mama sedih sejak ditinggal papa, meskipun wanita itu tak pernah memperlihatkannya. Dan apa pun ia lakukan demi menyenangkan mama; jadi anak penurut, rapi, belajar giat--bahķan hingga tertidur di meja--supaya nilai-nilai di sekolahnya bagus.

Semakin Jayden dewasa, semakin dirasanya peraturan mama semakin ketat. Mama mulai turut campur dalam kehidupan pribadinya. Teman dan gebetan diaturnya. Geraknya semakin diawasi. Ia jadi merasa, tak satu pun tindakannya yang boleh salah. Segalanya harus sempurna. Rasa hormat Jayden pun berangsur menjadi rasa takut.

Rasa takut itulah yang akhirnya menjadikan Jayden sering cemas. Ia kerap bertanya pada diri sendiri, "Apakah ada yang kurang? Apakah sudah sempurna? Apakah Mama akan puas?" Bila tidak, ia akan mengulanginya hingga sempurna. Akibatnya, ia sering terlambat ke sekolah dan selalu menjadi yang paling akhir menyelesaikan pekerjaannya.

Ibu Airin, guru BK di sekolahnya, yang pertama kali menyadari perubahan pada Jayden. Lisyana pun dipanggil ke sekolah untuk diberi penjelasan tentang kondisi putra bungsunya. Dan itu pertama kalinya Jayden mendengar singkatan OCD.

"Saya Ibunya. Saya lebih kenal anak saya daripada Anda. Apa hak Anda mendiagnosis anak saya seperti itu? Anda bukan dokter! Dan asal Anda tau, anak saya baik-baik saja," sentak Lisyana kala disarankan untuk membawa Jayden ke psikiater.

Saat itu ia menempati jabatan yang cukup tinggi di galeri seninya. Direktur. Ia sudah telanjur dikenal sebagai wanita karir sekaligus single parent yang berhasil di antara para koleganya. Dan ia tak ingin reputasinya jatuh hanya karena mempunyai anak yang mengalami masalah mental. Karena itu pula ia mengultimatum Jayden, "Kalau kamu masih sayang sama Mama, gak ada orang lain yang boleh tau tentang ini, termasuk Fiona."

Jayden yang penurut, hanya bisa mengiakan. Namun ketika Zaki juga mulai mencurigainya, ia gagal menyimpan rahasia itu. Dan Zaki berbeda dengan Jayden. Dengan berani ia menantang Lisyana untuk membiarkan putranya tinggal di tempat kos supaya bisa terlepas dari tekanannya.

"Atau saya bisa bikin reputasi Tante jatuh," ancam si pemuda blasteran saat itu.

Mengetahui ayah Zaki bekerja di pemerintahan, ancaman itu cukup membuat nyali Lisyana menciut. Karenanya ia mencoba bernegosiasi. "Saya punya ide yang lebih baik," katanya.

✔Pictures of the ImperfectionsWhere stories live. Discover now