44. The Flaw in the Detour

235 25 24
                                    

Catatan: POV di chapter ini sering pindah-pindah, bacanya pelan-pelan aja ya. Chapter ini juga jadi yang terpanjang, 2400+ kata. Jom ah pakai obat tetes mata dulu biar seger.

--------------------------------------------------------------

Tak ada yang menganggap rumah kosong itu aneh. Orang-orang yang berlalu di depannya pun seperti tak melihat apa-apa. Kecuali Jayden.

Biasanya ia akan menemukan Dyah sedang melayani pelanggan di warungnya. Namun jangankan melihat wanita itu, warungnya saja tidak beroperasi. Pintu dan jendela rumah utama pun tertutup rapat, tanda tak berpenghuni.

Apa Rania masih di rumah sakit?

"Kak Jayden!"

Pemuda itu menoleh. Beberapa langkah di depan, Bintang melangkah riang ke arahnya. Senyumnya pun terentang.

"Kak Jayden nyari Kak Rania?" tanya bocah itu begitu mereka berhadapan.

"He eh. Apa masih di rumah sakit?" Jayden balik bertanya.

"Gak kok. Tadi pagi aku ketemu sama Kak Rania. Dia mau pergi."

Alis laki-laki itu bergerak menukik. "Ke mana?"

"Pakan ... Pangan ...." Mata Bintang memejam, seolah-olah dengan mata terpejam ia lebih mudah mengingat.

"Pangandaran?"

"Iya. Pangandaran."

Jayden berdecak. Ia ingat, Dyah pernah bercerita, ia dan mantan suaminya berasal dari Pangandaran. Seharusnya ia lega, Rania hanya pulang kampung. Namun entah kenapa ia merasa kepulangan mereka ke sana bukan untuk waktu singkat.

Gue harus gimana? Nyerah?

"Kak Jayden," panggil Bintang lagi.

"Hmm?"

"Kak Rania titip sesuatu buat Kakak."

"Titip apa?"

"Ada di rumah aku, Kak. Ayo." Dengan tangannya Bintang memberi isyarat pada Jayden untuk mengikutinya.

Mereka berjalan beriringan hingga tiba di bantaran sungai, tempat rumah Bintang terletak. Dan selagi bocah itu mengambil titipan Rania, Jayden menunggu di luar pagar rumah sederhana itu.

"Ini, Kak." Bintang muncul lagi di hadapannya dengan tas plastik besar teracung ke arah Jayden.

Tak ingin rasa penasarannya menunggu terlalu lama, Jayden segera membuka tas plastik itu yang ternyata berisi kotak kemasan bergambar headset berwarna putih--sama persis dengan milik Rania. Pada salah satu sisi kemasan ditempeli secarik kertas yang tulisannya ia kenal sebagai tulisan tangan Rania. 'Kalau kamu dengar suara keras, pakai ini aja. Kamu pasti gak akan ketakutan lagi.'

Tanpa sadar, senyum laki-laki itu merekah. Gadis itu berusaha melindunginya dengan benda ini. Gadis itu peduli padanya.

Dan ia tak bisa diam saja.

"... lo buktiin dong, lo bisa ngelindungin Rania." Terngiang lagi ucapan Zaki tadi pagi di apartemennya.

Oke. Gue akan buktiin.

Kepada Bintang, Jayden berujar lagi, "Bin, kamu punya alamat Kak Rania di Pangandaran, gak?"

*

Pertama kali melihat Rania, wanita berusia tujuh puluhan itu langsung mengetahui, gadis itu adalah cucu yang tak pernah ditemuinya. Ia langsung menariknya dalam dekapan, mengusap rambut dan punggungnya sambil mengucap syukur yang tak berkesudahan.

✔Pictures of the ImperfectionsWhere stories live. Discover now