25

103 16 0
                                    

Di dalam ruangan rawat, terdapat seseorang yang tengah menikmati tidurnya tanpa ingin terbangun sedikitpun.

Abelano, alvaro, ansel, xavier, cakra, gio, ziyyan, dan elenio, ke delapan orang itu tengah berdiri mengelilingi ranjang dari remaja manis yang tengah tertidur itu, masing masing dari mereka tengah menyiapkan keteguhan hati yang besar untuk moment ini.

Ansel memegang pundak abelano, berusaha untuk menguatkannya, begitu juga dengan anggukan teman temannya yang lain, pertanda kalau mereka juga sudah siap.

Abelano menghela nafas untuk menenangkan dirinya, ia pun berjalan mendekat kearah bagas, menggenggam tangan bagas dengan wajah yang sangat dipaksa untuk tegar.

"Bagas, hei... ini aku, abelano, bersama dengan teman teman kita yang lain juga, xavier, alvaro, cakra, ziyyan, elenio, ansel, dan gio"

Abelano menjeda kalimatnya, ia mencoba menahan suaranya yang jelas ingin nangis, meskipun isak tangis dan air mata yang membasahi pipinya saat ini memang tak bisa berbohong, begitu juga dengan teman temannya yang lain, yang kini sedang menyaksikan interaksi abelano dan bagas, interaksi yang mungkin untuk terakhir kalinya.

"Bagas...aku...sekarang sudah bebas, aku sudah bahagia, begitu juga dengan gio, dia sudah baik baik saja,....... karna itu, sekarang kau tak perlu mengkhawatirkan aku, atau gio lagi. Per..hiks..pergilah, pergilah bagas..hiks hiks.. pergilah dengan tenang, kami...sudah merelakanmu..hikshiks.."

Sesaat, abelano merasa tangannya di genggam, itu adalah genggaman yang berasal dari tangan bagas, sampai akhirnya suara dari mesin EKG memecah tangis semua remaja yang ada di dalam ruangan itu, pertanda bahwa garis hijau telah berjalan lurus, dalam artian...tak ada lagi kehidupan, tak ada lagi detak jantung dari tubuh yang telah di pantau alat EKG itu selama ini.

Abelano dan gio, menangis histeris sembari memeluk tubuh kurus bagas dari kedua sisi ranjang, sedangkan yang lain juga menangis dengan posisi berdiri masing masing, termasuk ansel, meskipun ansel tak mengeluarkan suaranya, tapi air mata yang tengah mengalir di pipinya itu adalah kejujuran yang sesungguhnya.

Di tengah suasana itu, seseorang yang tak pernah di duga kehadirannya, kini malah ada di ruangan itu sambil menangis histeris dan memeluk tubuh bagas, sosok itu tak lain adalah ibunda bagas yang baru datang.

Beberapa remaja di sana saling melempar pandangan sembari bertanya tanya siapa yang memberitahukan keberadaan bagas pada ibunya, mereka yang masih bisa mengendalikan pikirannya, mendadak di buat bingung dengan kehadiran ibu dari bagas.

Sedangkan abelano, gio, dan beberapa orang lainnya yang tak bisa mengendalikan akalnya karna rasa kehilangan, tidak akan sadar akan kehadiran sosok wanita paruh baya itu di sekitar mereka, karna mereka...terlalu larut dalam kesedihan yang di dapat saat telah kehilangan seseorang untuk waktu yang lama............ selamanya.

"Aku yang memberitahu ibu bagas mengenai hal ini" celetuk elenio yang mengundang beberapa atensi

"Kenapa kau melakukannya?!" Kesal cakra pada elenio

"Karna memang dia harus tau! Dia ibunya! Ibunya! Apa kau ingin membuat ibunya terus menunggu ke pulangan anaknya di rumah mereka sedangkan hal itu tak akan pernah terjadi! Apa kau orang yang setega itu sampai membiarkan seseorang menunggu selamanya? Dia harus tau! Dan harus bisa menerima.." sahut ansel yang mewakilkan alasan dari elenio.

Cakra terdiam, ia tak punya alasan untuk membantah, karna memang perkataan ansel itu benar adanya.

Waktu pun terus berlalu, bagas pun telah di kuburkan, sulit di percaya, kini bagas hanya tinggal kenangan di ingatan temannya masing masing, khususnya di ingatan ibunya yang kini tinggal sebatang kara.

ABELANO and the crazy FAMILY (End)Where stories live. Discover now