“Emiliy hari ini berkunjung ke apartemen,” kata Dylan begitu saja, setelah tadinya mereka sempat hening beberapa saat. “ … dia lagi disana sekarang.” Dylan melanjutkan. Qilla bingung harus merespon seperti apa.

Gadis itu beranjak dari sofa, menuju kamar. Berniat mengganti pakaian nya dengan pakaian simple, lagi pula seragam hari ini masih di gunakan untuk hari esok di sekolah ー Mengabaikan Dylan yang masih setia memperhatikan gerak geriknya. Lama kelamaan Qilla risih juga, jika seperti ini.

Pintu bercat cokelat dengan boneka beruang mini yang melekat pada tengah-tengah pintu itu, menarik perhatian Dylan. Ruangan itu berada di pojok ruang tamu.

Tak lama, Qilla muncul disana, tepat di depan pintu yang terbuka lebar, dengan menenteng totebag. “Ayo, gue udah siap-siap,” katanya berlalu begitu saja. Dylan menghela nafas berat, tidak heran lagi dengan perilaku Qilla yang satu ini.

Mengejar langkah Qilla yang sudah sudah tak terlihat di ruangan itu. Alih alih mencari keberadaan Qilla, Dylan lebih memilih mengabaikan gadis itu, dia memilih berjalan keluar, menuju mobil nya yang terparkir di gerbang rumah.

“Lambat banget sih, gue nungguin tau,” gerutuan Qilla menghentikan langkahnya. Hei, gadis itu saja yang tampak tak sabaran. “Ayo!” ajak Qilla dengan nada antusiasme.

“Kenapa mendadak semangat ke apartemen?” tanya Dylan mengambil alih totebag yang tersampir pada pundak Qilla. Disisi lain, dia juga heran dengan Qilla hari ini, ah tidak, tepatnya beberapa hari belakangan ini.

Qilla sedang tidak kerasukan kan'? Apa ini pengaruh datang bulan, Qilla menjadi seperti ini?

“Berlebihan lo. Pengen silahturahmi kan nggak salah, lagipula lo juga aneh tau, freak!

Hahh? Bukankah mereka sama-sama mempunyai sifat aneh saat ini?

❦︎

“Hai Milie!” sapa Qilla riang, begitu melihat pintu apartemen terbuka lebar. Menyapa Emilie yang berdiri dengan tampang tak berminat nya. “Masuk kak!” kata saudara Dylan itu, tanpa menjawab sapaan ramah Qilla.

Ck, sedikit menyebalkan.

Dylan yang berdiri di samping Qilla hanya memperhatikan interaksi keduanya. Lalu saat Emilie menampilkan ekspresi paling buruknya, membuat cowok itu mendengus geli.

“Kita datang saat dia terlelap, jiwa Milie mungkin sebagian masih menggantung di tempat lain,” jelas Dylan, dia tau Qilla sedikit jengkel saat Milie berkata ketus pada gadis itu.

“Maybe.”

Rupanya saat Qilla ingin mengikuti langkah Emilie menuju ruang tamu, Dylan justru menarik pergelangan tangan, dan menarik gadis itu menuju dapur.

“Biar gue yang bawa cookies nya, lo buatin gue mie. Kalo ingin, ambil di kardus samping kulkas.” Dylan menaruh sebungkus mie pada meja di belakang tubuh Qilla, lalu meraih kotak yang tengah Qilla pegang. Membawa nya ke ruang tamu.

Yang benar saja, Qilla baru saja tiba di tempat ini, tetapi cowok menyebalkan itu sudah memberikan nya titah. Sialan memang.

“Ck, karna bukan ditraktir dan tamu disini, ogah banget gue mah,” gerutu nya dengan perasaan kesal, tapi tetap saja melakukan perintah Dylan tadi. Walaupun sedikit terpaksa.

Jika dilihat, sepertinya Dylan tidak memasak hari ini, sama sekali tidak terlihat wujud piring kotor dan sisa makanan disini.

“Thanks.” Emilie muncul dan menyandarkan tubuhnya tepat di samping kulkas, melipat kedua tangannya di depan dada. Ekspresi yang Emilie tunjukkan lebih baik daripada sebelumnya.

Gay-ilan [COMPLETED]Where stories live. Discover now