Part 41 - Kamu Berhasil, Kirana

543 108 91
                                    

"Lihat, tangan dan kakinya sudah terbentuk. Bahkan wajahnya juga sudah terbentuk sempurna, detak jantungnya juga normal. Bayinya sehat dan kuat."

Kirana kembali ke tempat Dokter Poppy, berkat Dokter Poppy, Kirana bisa mempunyai semangat untuk menyambut putranya lahir ke dunia. Usia kandungannya sudah menginjak tujuh bulan, tubuhnya terasa gendutan, dan perutnya juga sudah besar. Ia kadang merasa ragu untuk keluar sendirian, karena tak sedikit orang juga berkomentar pedas tentang kehamilannya yang tanpa suami.

"Ingin dengar detak jantungnya?" tawar Dokter Poppy. Yang paling semangat mengangguk adalah Derran, Kirana masih terbaring di ranjang. Memandang Derran yang sedang tersenyum ke arahnya.

Ada perasaan aneh ketika Derran mendengar detak jantung anaknya, ia merasa ingin menangis saja. "Kamu mau dengar?"

Awalnya ragu, namun akhirnya Kirana setuju. Untuk pertama kalinya, Kirana mendengar detak jantung bayi yang tengah hidup di rahimnya. Tanpa sadar air matanya mengalir, kenapa ia pernah berpikir begitu jahat dulu? Kenapa ia pernah berpikir untuk aborsi?

Derran terkejut saat Kirana menggenggam tangannya erat, cowok itu menyeka air mata Kirana. "Jangan cengeng!" Ah kata itu lagi. Sepertinya Derran sangat suka mengatainya cengeng.

***

"Boleh gue yang simpan?" tanya Kirana pada Derran. Derran setuju saja ketika Kirana berniat menyimpan hasil USG nya kali ini.

"Iya, simpan aja."

Setelah itu Kirana tersenyum bahagia, masih memandangi hasil USG nya. Namun, ia kembali sadar saat Derran tiba-tiba berhenti di depan toko buah.

"Mau ngapain?"

"Bentar!"

Derran turun, ia dapat melihat cowok itu membeli beberapa buah asam. Dari nanas, mangga muda, dan lainnya.

"Buat apa?"

"Dimakan, lah."

"Lo?"

Derran mengagguk. "Kamu mau?" Dengan cepat Kirana menggeleng, ia tak suka buah asam. "Aku pengen makan yang asam-asam udah dari kemarin, baru kesampaian hari ini."

Jadi, ceritanya ... Derran ngidam?

***

Ellena datang ke rumah Kirana dengan Jovan, tak lupa membawa sedikit bingkisan. Pras dan Kamila tentu menyambut baik mereka, Kirana sudah lama tak bertemu Ellena karena gadis itu berkuliah di luar kota mengambil beasiswa.

"Udah berapa bulan? Udah besar, ya?" Ellena menekan-nekan perut buncit Kirana.

"Kata Dokter Poppy tujuh bulan."

"Oh, Derran sering ke sini?" tanya Ellena. Kirana mengangguk. "Iya."

Ternyata Derran dan Jovan berada di fakultas yang sama, yaitu bisnis. Walaupun Derran suka musik, anak itu lebih memilih bisnis agar bisa mengelola bisnis sang Ibunda. Rossa sendiri punya bisnis toko kue, tak terlalu besar, namun cukup menampung berbagai macam kue. Uang hasil penjualan itu tak terlalu banyak, jadi Derran memilih untuk sambilan dengan bermain musik atau menulis lirik untuk dijual. Lumayan untuk membantu perekonomian keluarga.

"Setelah ini, lo mau ke mana?" tanya Jovan.

Kirana sudah menyusun semua rencananya setelah ini, dari di mana ia akan kuliah, dan tentang mimpinya menjadi penari ballet. Tetapi, rasanya ada sedikit keraguan dalam hatinya.

"Gue gak tahu, nikmatin aja alurnya." Karena Kirana sadar, ia tak punya pilihan. Hari demi hari, rasanya semakin berat untuk pergi. Namun, ia juga ingin meraih mimpi.

***

Usia kehamilan Kirana kini semakin mendekati masa persalinan, ia kadang merasa takut. Rasanya berat ketika ia akan menjadi seorang Ibu di usianya yang baru sembilan belas tahun, padahal teman-temannya yang lain masih menikmati indahnya bangku perkuliahan. Kirana beberapa kali merintih kesakitan saat berjalan.

"Mama!" teriak Kirana saat merasa perutnya kram dan sakit bukan main. Kamila berlari panik, menyuruh Sopir untuk mengantarkan Kirana ke rumah sakit. Kamila menghubungi Derran beberapa kali, namun ponsel cowok itu tidak aktif.

Kamila berjalan mondar-mandir di depan ruangan Kirana, kata Dokter, Kirana hanya kontraksi ringan. Namun kapan pun itu, bisa saja Kirana tiba-tiba melahirkan.

Di lain sisi, Derran sedang disibukkan dengan mengurus kepanitiaan event yang akan diselenggarakan di kampus mereka. Cowok itu sudah hampir tiga hari tak bisa tidur karena kelelahan, ia juga sudah tiga hari itu juga tak menjenguk Kirana, padahal tengah hamil tua.

"Der, nanti bawa semua banner ke ruang BEM, ya! Gue lagi ada urusan mendadak!" Seorang senior tiba-tiba izin pergi. Kenapa malah semua tanggung jawab Derran yang pikul? Padahal ia bukan ketua di sini.

Karena terlampau lelah, Derran beristirahat. Ingin mengecek ponselnya namun ternyata ponselnya kehabisan daya. Karena Derran ingin cepat pulang dan bertemu Kirana, cowok itu segera melakukan tugasnya.

Saat di parkiran, Derran tiba-tiba didatangi Malvin. Cowok itu berlari terengah-engah sambil menepuk pundak Derran. "Kenapa sih? Tarik napas dulu!"

"Kiran! Huh ... Kiran mau melahirkan!"

***

Derran mengendarai mobilnya seperti kesetanan, ia harus segera cepat datang ke rumah sakit. Sedangkan Kiran, ia tengah mati-matian menahan sakit untuk bisa melahirkan buah hatinya ke dunia.

Kamila menghubungi Malvin untuk meminta tolong tadi, tapi Derran dan Malvin juga belum datang sampai sekarang. Pras sudah datang sejak tadi, ia rela izin dari kantornya untuk Kirana, Rossa juga belum datang, karena rumah wanita itu cukup jauh.

"Kirana di dalam?" Derran yang baru datang langsung mencari keberadaan Kirana, cowok itu takut bukan main. Ia mempersilakan Kamila untuk mendampingi, namun wanita itu malah menyuruh dirinya yang masuk.

Ia menggenggam erat tangan Kirana, ia juga merapalkan banyak doa untuk Kirana dan anaknya. Berharap semoga dilancarkan oleh Tuhan.

Tak butuh waktu lama setelah perjuangan Kirana, suara tangis bayi laki-laki yang sehat memenuhi ruangan. Sontak hal tersebut mengundang tangis haru, sekarang Kirana mengerti arti dari kata-kata Kamila malam itu. Saat pertama kali mendengar tangisnya, ia tak bisa mendeskripsikan kebahagiaannya.

Derran tanpa sadar menitikkan air mata. "Kamu berhasil, Kirana."

I'm Sorry | Completed [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang