Part 10 - Fakta Mengejutkan

534 78 16
                                    

Di pagi hari ini, di sebuah rumah megah itu tengah diselimuti suasana panas dan mencekam, di sana tampak seorang Sopir dimarahi habis-habisan oleh Tuannya.

"Kamu ini bodoh atau bagaimana? bagaimana bisa anak saya belum pulang sampai sekarang? kamu kerja saya bayar, tapi tidak pecus sama sekali!" Wajahnya merah padam, mengisyaratkan bagaimana marah dirinya saat tahu anaknya tak pulang semalaman.

Sopir itu hanya bisa menunduk sambil berlutut meminta maaf, "tolong maafkan saya Tuan, Nona Muda tadi malam memerintahkan kepada saya untuk pulang, saya awalnya menolak. Tetapi Nona Muda tetap memaksa saya."

"Saya tidak peduli, kamu mau minta maaf seribu kali pun, anak saya tidak bisa kembali dengan tiba-tiba! saya sangat kecewa sengan kinerja kamu, Budi. Sudah hampir lima tahun kamu kerja di sini, tapi kali ini saya benar-benar tidak bisa memaafkan kamu. Mulai hari ini, kamu saya pecat!" Rendy memilih opsi untuk memecat Budi, sang Sopir pribadinya.

Budi memohon-mohon. "Tolong, jangan pecat saya, Pak. Saya masih butuh kerja!"

"Maaf, Budi. Saya tidak bisa!"

Sedangkan Yurika hanya menatap kosong ke depan, otaknya belum bisa mencerna dengan baik apa yang sedang terjadi. Bahkan Guru Les privat Kirana yang baru datang ikut kebingungan, melihat keramaian yang baru saja terjadi.

Hari ini adalah hari minggu, di mana jadwal Kirana belajar bahasa dan bisnis. Ayah Kirana sengaja mendatangkan Guru Les untuk mengajari anaknya tentang bisnis, Rendy pernah berkata jika Kirana harus memulainya dari sekarang, agar putrinya itu tebiasa sebelum memasuki perguruan tinggi.

Rendy yang sadar akan atensi Guru Les Kirana kini tersenyum canggung, "Kirana tidak ada di rumah, sesi belajar bisa dilaksanakan nanti jika anak saya sudah pulang."

Guru Les yang biasa dipanggil Mr. Petter itu hanya mengagguk. "Baik."

"Yuri," panggil Rendy.

Yurika menatap sang Suami bingung. "Kiran di mana, Rendy?"

Walaupun wanita itu tampak keras dengan putrinya, dalam hati kecilnya ia diam-diam mengkhawatirkan sang putri. Ia selalu menuntut Kirana untuk memenuhi kemauan dirinya karena tidak ingin Kirana akan dipandang sebelah mata oleh orang-orang, apalagi kolega bisnis Suaminya.

"Ponselnya tersambung, tapi tidak ada jawaban."

"Ayo kita cari Kiran, bisa-bisanya anak itu hilang begitu saja! bahkan berani mengabaikan panggilan dari Ayahnya," geram Rendy.

****

Sedangkan di tempat lain, Jovan dan Derran tengah menatap ponsel yang masih tergeletak di ranjang Derran. Terpampang jelas nama dari sang pemanggil, Derran tampak panik saat membaca nama yang tertera, sedangkan ekspresi berbeda ditunjukkan oleh Jovan.

"Gue kata juga apa, jangan mati dulu. Lo kudu tanggung jawab! tuh, bapaknya telponin terus." Jovan masih setia mengungkit pasal mati dan tanggung jawab.

"Gue gak lagi pengen bunuh diri, setan." Derran menampar pipi Jovan. Membuat anak itu meringis kesakitan.

Derran mengambil ponsel yang terus berdering tersebut, jika ia menjawab panggilannya ia tidak tahu harus berkata apa. Hanya satu yang Derran tahu, jika ia menjawab panggilan tersebut, maka bencana besar akan datang. Pada akhirnya Derran memilih untuk mematikan ponsel Kirana.

"Kok lo matiin? takut lo?"

Dasar manusia kompor, Derran tak menghiraukan perkataan Jovan, memilih mencari baju untuk dirinya kenakan.

"Der, lo jahat banget anjir perawanin anak orang!"

"Gue udah bilang berkali-kali kalo gue nyesel, kan? jangan bikin gue makin merasa bersalah, Van!"

"Emang itu tujuan gue, bikin lo tambah merasa bersalah. Rasa bersalah lo gak separah rasa sakit yang Kiran rasain, udah lo ambil mahkota dia secara paksa, bahkan lo juga terang-terangan benci dia, padahal lo tahu kalo Kiran udah suka sama lo sejak SMP!"

Jovan berjalan menuju sofa, mendudukkan dirinya di sana. Kepalanya pusing, ia pikir masalah seperti ini hanya terjadi di novel, tapi ternyata ia salah. Bahkan sekarang temannya sendiri yang sedang mengalami masalah konyol seperti ini.

Derran menunduk, perasaannya kembali gelisah akan kondisi Kirana. Beralih menatap ranjang, di sana masih terlihat jelas bukti kebrengsekan dirinya, dengan kesal ia menarik seprai dan membuangnya ke lantai.

"Lo jangan gila dulu dong, Der! tanggung jawaaabb!" celetuk Jovan.

"Berisik!"

Sedangkan Jovan yang mendengar jawaban Derran mendelik kaget. "Kan gue cuma bercanda!"

Sedikit informasi tentang bagaimana Jovan bisa masuk apartemen Derran, cowok itu meminta password pada Malvin, jadi oleh sebab itu dirinya sekarang tengah berada di dalam kamar seorang Derandra.

"Kenapa lo se benci itu sama Kiran?"

Pertanyaan Jovan sukses membuat Derran menoleh, kenapa tiba-tiba Jovan bertanya seperti itu? namun sepertinya Derran sama sekali tak berniat menjawab.

"Karena Claudy?"

Derran kini tampak menarik napasnya jengah. "Bukan hanya karena masalah Claudy, rasa benci gue ke dia selalu muncul tiap kali gue inget Bunda. Alasan Jordi gak mau nikahin Bunda dulu karena Yurika, Nyokap Kirana."

Jawaban dari Derran sukses membuat Jovan tegang, maksudnya Ayah Derran dulu pernah punya hubungan dengan Ibu Kirana?

"Sesuai apa yang lo pikirin, Jordi dulu pacaran sama Bunda dan sampe kejadian Bunda hamil, waktu itu Jordi gak mau tanggung jawab karena dia punya perempuan lain selain Bunda, dan perempuan itu adalah Yurika. Gue tahu cerita ini dari Paman gue, karena tiap kali gue nanya soal Jordi ataupun Yurika ke Bunda, Bunda selalu diam."


I'm Sorry | Completed [✓]Where stories live. Discover now