Part 15 - Arti Berharga

488 67 36
                                    

"Gue baru sadar lo berdua masih pakai seragam, kalian bolos?"

Jovan baru menyadari jika Leon dan Arjuna masih memakai seragam sekolah, cowok itu bertanya dengan mimik wajah serius. Sedangkan Leon dan Arjuna hanya tekikik kecil sambil mengangguk.

"Lo gak takut masuk BK besok?" tanya Jovan.

"Ngapain takut? Gue udah sering begini," timpal Leon.

"Kita udah mau UN, bro. Gak ada dua bulan kita udah lulus, sekali-kali bikin kenangan bagus kenapa sih? Buat Juna juga, lo mantan OSIS, ya! Ngapain ikut bolos?"

Ada benarnya juga perkataan Jovan, tinggal menghitung hari mereka akan menghadapi Ujian Nasional, dan disaat-saat seperti ini mereka masih bertingkah kekanak-kanakan. Sebentar lagi mereka akan melepas segaram putih abu-abu, diganti dengan almamater kebanggaan yang akan mereka kenakan.

"Gue diajak Leon, pengen lihat Derran juga. Jadi gue ikut aja, sih." Arjuna memberikan penjelasan.

Sedangkan Leon, sepertinya cowok itu baru sadar akan sesuatu. "Gue baru sadar kalo kita udah mau UN," gumam Leon. Ketika mereka tengah sibuk meratapi diri, Arjuna baru menyadari jika Derran tidak ada di samping mereka sedari tadi.

"Eh, Derran mana?"

Jovan serta Leon kini celingukan, mencari keberadaan temannya. Dengan panik ketiganya berteriak memanggil nama Derran, Leon bahkan sampai menggeledah isi almari Derran.

"Udah ket ..."

Plak!

"Puas kamu? Anak saya jadi begini karena kamu!"

Leon, Arjuna, dan Jovan kini spontan berlari ke sumber suara. Pada saat itu pula, mereka dikejutkan dengan penampakan Derran yang menunduk sambil memegangi pipi kirinya. Di sana, seorang wanita paruh baya dengan kemeja khas kantoran tengah berdiri di depan Derran dengan tatapan angkuh. Leon mendekati Derran, gerakan tubuhnya seolah bertanya, apa yang baru saja terjadi?

"Maaf sebelumnya, ini ada apa, ya?" Leon memberanikan diri untuk bertanya.

Sedangkan Jovan dan Arjuna kini tengah mengamati dari jauh, pandangan mereka saling bertatapan, Seolah mengerti isi pikiran masing-masing. "Itu Nyokapnya Kirana, kan?" Bisik Arjuna di telinga Jovan.

Cowok itu mengangguk. "Gawat, ayo kesana!" Jovan dan Arjuna akhirnya ikut mendekat, namun belum memberikan respon, keduanya masih berdiri di belakang Leon.

"Kamu temannya?" Bukannya menjawab pertanyaan Leon, wanita yang diketahui adalah Ibu Kirana kini malah balik bertanya.

Leon mengagguk. "Iya, saya temannya."

"Katakan pada temanmu! Memangnya siapa dia? Sudah berani-beraninya menodai anak saya, Kirana terlalu berharga untuk orang seperti dia!" hina Yurika.

"Berharga?"

Derran, Yurika, dan yang lainnya kini menoleh, menatap sosok yang baru saja datang. Bahkan, mereka tak sadar jika pintu apartemen dibuka oleh seseorang karena terlalu asik dengan masalah mereka.

Malvin, cowok itu sudah berdiri di belakang Yurika dengan tatapan datar. Leon dan yang lain cukup terkejut atas kedatangan Malvin, sejak kapan? Mereka bahkan tak mendengar suara pintu terbuka.

Yurika menatap Malvin. "Kamu lagi? Kamu itu sangat tidak sopan, masuk tanpa permisi, dan sekarang memotong pembicaraan orang lain!" Yurika cukup terkejut dengan kedatangan Malvin.

"Apa yang anda maksud dengan berharga? Apakah anda mengerti arti berharga?" Malvin berjalan mendekat, tidak menghiraukan perkataan Yurika, dirinya masih menatap lurus ke arah mata wanita tersebut.

"Apa maksud kamu?"

"Jika benar putri anda berharga, anda tidak akan pernah tega memarahi putri anda hanya karena kalah olimpiade. Memaksa putri anda diet? Menampar atau yang lebih buruk ...memukul?" Pertanyaan Malvin cukup menyudutkan Yurika, Derran masih menatap kebingungan ke arah Malvin. Derran pikir, bukankah ini masalahnya? Kenapa Malvin ikut campur?

"Kamu jangan lancang, ya!" bentak Yurika, Derran yang sudah pusing kini akhirnya menarik tubuh Malvin.

"Udah, Vin. Ini masalah gue, tolong biarin gue yang urus!" pinta Derran. Sebelum Malvin menjawab, perkataan Derran sukses membuat Malvin, Leon, Jovan, dan Arjuna membeku.

"Silahkan jika anda ingin menuntut saya ke ranah hukum, saya tidak keberatan. Saya tahu, kesalahan saya memang fatal, dan saya sangat menyesal. Saya berjanji akan mempertanggungjawabkan perbuatan saya dengan cara apapun, tapi tolong ...tolong maafkan saya!" mohon Derran, cowok itu menunduk sambil memohon. Mencoba menghilangkan ego yang ada pada hatinya, mencoba melupakan masalah sang Ibunda dengan wanita yang kini berdiri tepat di depannya.

Jovan tak tega melihat Derran dalam situasi seperti ini, mengingat bagaimana bencinya Derran pada Yurika. Jovan ingin mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah ini, tapi otaknya buntu. Pada akhirnya dirinya diam dan tidak memberi respon apapun.

"Saya tidak akan menuntut kamu karena hal ini, saya tidak mungkin membawa kasus ini ke pengadilan dengan kasus pemerk*saan yang terjadi pada anak saya. Mau ditaruh di mana muka saya nanti? Ini tentang nama baik!" jelas Yurika.

Sontak mereka berlima melongo tak percaya, bagaimana bisa wanita ini lebih memikirkan nama baik keluarga?

"Saya tidak akan mengambil ranah hukum, dan saya akan tetap menutupi kasus ini. Asal kamu berjanji tidak akan mencampuri kehidupan Kirana setelah ini, anggap saja tidak terjadi apapun. Jika nantinya terjadi sesuatu pada anak saya, kamu tidak perlu bertanggungjawab. Semuanya akan saya yang tangani!" Setelah mengatakan hal tersebut, Yurika pergi tanpa permisi, meninggalkan Derran yang masih terdiam.

"Tunggu!" cegah Derran, namun Malvin mencegahnya.

"Biarin aja dulu, kita bahas ini bareng-bareng."

I'm Sorry | Completed [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang