Donatella | 25

119 20 23
                                    

Happy reading, ramein lagi yukk🥺❤️

Donatella sontak tertawa mendengar keinginan Radilla untuk pergi ke salon sehabis menyelesaikan hukumannya—membersihkan toilet perempuan di lantai satu dan dua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Donatella sontak tertawa mendengar keinginan Radilla untuk pergi ke salon sehabis menyelesaikan hukumannya—membersihkan toilet perempuan di lantai satu dan dua. "Lo, sih, pakai acara jambak-jambakan sama dia di area sekolahan."

"Yang mulai duluan dia, tahu!"

"Tapi lihat kan sekarang, siapa yang dapat hukuman?"

Radilla mencebikkan bibir jengkel lalu menggerutu, "Tahu, ah, gelap. Cuma gara-gara gue anak biasa aja, enggak pinter kayak dia, langsung gue yang kena. Apa boleh sediskriminasi itu? Hu."

"Cup ... cup ... cup. Jangan nangis, dong," ledek Donatella sembari menepuk puncak kepala Radilla berulang kali yang langsung mengundang pelototan gadis itu.

"Siapa yang nangis, Jir? Gue tabok juga lo!"

Donatella terkekeh. "Buruan, ah. Ini baru lantai dua, Dil. Lantai satu masih belum kesentuh sama sekali."

"Iya-iya."

Di sela kegiatan membantu Radilla membersihkan toilet, Donatella melihat sekilas pergelangan tangannya. Jika ia masih bersikeras membantu, ia sungguh akan terlambat ke les. Namun ia tidak mungkin membiarkan Radilla sendirian. Terlebih, alasan Radilla bertengkar dengan Giona adalah dirinya.

"Tapi, asli gue puas, Nat. Kapan lagi gue bisa jambak si nenek lampir itu? Biasa kan dia sengaja nempel di ketek Saira biar aman."

"Bahasa lo, Dil. Di ketek. Sekali Saira dengar, lo bisa tewas."

"Peace."

"Ayang!" seru Saddam yang tak tahu-menahu muncul di depan toilet perempuan dengan napas tak beraturan.

"Ke—"

"Kamu mau disuruh nginep di rooftop lagi, apa? Ini udah jam berapa, Ayang? Emangnya kamu enggak perlu les vokal?" serobot Saddam membuat Radilla refleks membeliakkan mata. Dia terlalu bahagia mendengar Donatella ingin membantunya hingga lupa jika temannya itu memiliki jadwal yang sangat padat.

"Omg, Nat. Gue lupa. Sorry banget. Buruan lo pergi sekarang, nanti kalau nyokap lo tahu, bisa berabe."

"Pak Wawan sampai nelepon aku belasan kali, ngira aku yang bawa kamu kabur. Katanya kamu ditelepon enggak bisa," tambah Saddam.

Donatella menggaruk tengkuk sedikit merasa bersalah pada sang supir. Saat ini, Wawan pasti sedang ketakutan akan diamuk dahsyat oleh ibunya. "Aku lupa tadi airplane mode."

"Ayo sekarang pergi, kecuali kamu mau tidur di rooftop dan Pak Wawan jadi daging cincang," ujar Saddam seraya meraih tangan Donatella, tapi Donatella lekas melepasnya.

"Ayang, kita beneran enggak punya waktu lagi."

Donatella menghela napas. "Aku enggak bisa ninggalin Dilla sendirian. Kalau dia kerja sendirian, mau sampai jam berapa dia di sekolah? Dia harus bersihin dua lantai, Saddam, sedangkan satu lantai aja ada enam bilik."

"Ya ampun, Nat. Lo enggak usah mikirin gue. Gue justru lebih takut sama nyokap lo ketimbang guru sekolah. Asli."

"Ta—"

"Fine, aku yang bantu Dilla. Oke? Sekarang kamu ke parkiran, Pak Wawan udah lagi nunggu di sana," putus Saddam.

"Lo bantu gue?"

"Kamu bantu Dilla?"

Saddam mendengkus kesal begitu mengerti tatapan kedua gadis tersebut. Seumpama bukan karena Donatella, dia tidak akan mau membantu Radilla. Apalagi tugasnya membersihkan toilet. Sangat menjijikkan. Dia hanya tidak mau Donatella kembali membuat masalah yang berujung disakiti oleh Rea.

"Iya, tapi ada syaratnya."

"Apa?" Donatella dan Radilla bertanya serempak lagi.

"Nanti malam, habis selesai semua jadwal kamu les, kita ngedate. Sebentar aja. Gimana?"

Donatella menyengir kuda. Ternyata, syaratnya sangat mudah.

"Deal. Kalau gitu aku pergi dulu," Donatella memalingkan wajah ke Radilla, "Dil, gue tinggal, ya?"

"Siap, Bestie!"

Tepat ketika Donatella hendak melangkah keluar toilet, Saddam meraih tangannya.

"Kenapa?"

Saddam merengkuh Donatella ke dalam dekapan, menghirup aroma rambut kekasihnya cukup lama, kemudian berucap, "Isi tenaga dulu sebelum kerja lembur bagai kuda."

***

Karena terlambat memulai latihan, Donatella berakhir pulang pukul setengah tujuh. Dengan muka lelah, ia melangkah linglung memasuki ruang tamu. Hari ini, mengingat permintaan Rea untuk berpikir lebih matang perihal lagu yang akan ia nyanyikan saat lomba, Donatella jadi diminta Gean mencoba tiga sampai empat lagu.

Sungguh melelahkan, serta membuatnya lapar. Ia butuh makanan detik ini juga. Buru-buru, Donatella melanjutkan langkah menuju ruang makan. Iris birunya lantas berbinar-binar melihat berbagai macam lauk di meja.

Tanpa berpikir dua kali, tangan Donatella terulur hendak mencomot salah satu lauk.

"Siapa yang bilang kamu boleh langsung makan?" tepis Rea.

Donatella meneguk air liur, meratapi perkedel jagung yang terjatuh di meja.

"Kenapa jam segini baru pulang? Latihan kamu pasti enggak lancar, kan, makanya telat?" tuduh Rea.

"Jalanan macet," dusta Donatella. Donatella tidak mungkin memberitahu ibunya jika ia datang kesorean. Berbicara fakta sama dengan menggali liang kuburnya sendiri.

"Kamu pikir mama bodoh bisa dibohongi kayak gitu?"

"Beneran."

"Jadinya nyanyi lagu apa?"

"Pak Gean bilang di antara judul lagu baru yang mama kasih ke dia, suara Donat paling cocok sama lagu Malaikat Juga Tahu. Tapi dia masih mau pertimbangin dulu."

Rea manggut-manggut.

"Udah boleh makan? Donat lapar."

"Mama mau dengar kamu nyanyi lagu itu sekarang. Setelah kamu nyanyi dan mama rasa oke, kamu baru boleh makan."

"Ma, tapi Donat la—"

"Enggak ada penolakan."

Donatella mengusap wajah kasar. Sebenarnya, Rea sungguh ibu kandungnya atau bukan? Bagaimana bisa Rea masih menyuruhnya menyanyi, padahal ia sudah sangat kelelahan?

"Semakin kamu tunda, semakin lama juga kamu boleh makannya. Dan jangan lupa, ya, kamu punya jadwal les Inggris jam delapan. Kalau urusan nyanyi belum selesai sampai jam delapan, mama enggak akan kasih kamu makan. Kamu langsung les. Begitu juga dengan les Bu Machel."

Donatella sungguh tidak tahu harus berkata apa lagi. Dunianya terasa kian menyesakkan. Ia memejamkan mata sejenak. Tuhan, apa boleh ia menyerah sekarang?

DonatellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang