29. Sebuah Pengakuan

41 2 0
                                    

Setelah aktivitas telah dijalankan dengan penuh kegembiraan, semua makanan di warung telah habis tanpa sisa. Entah kenapa, saat remaja laki-laki itu ikut berjualan, mudah-mudahan segala makanan habis terjual.

Rezeki yang datang dari Rudi memang membuat sang ibu bersyukur, makanya ia selalu melarang jika putranya tersebut mencoba pergi dan mencari pekerjaan di lain tempat.

Karena sore pun telah tiba, semburat senja menyingsing dan memboyong perlahan suasana gelap. Magrib di sudut pedesaan tampak masih cerah, karena cuaca juga sangat bersahabat dan ingin mengajak siapa pun orangnya untuk bersuka dalam menjalankan aktivitas.

Dipenuhi dengan keringat membasahi badan, Rudi dan sang ibu mendudukan badan seraya saling mengipas badan menggunakan secarik kardus. Mereka sesekali saling tukar tatap sebelum akhirnya sama-sama meminum air mineral di atas meja.

"Mak, sepertinya lelah banget. Cepat mandi duluan, biar Rudi yang menutup warung," ucap sang anak dengan lantangnya.

"Emak nunggu kamu aja, Le. Kita tutup barengan. Enggak tahu kenapa, berjualan hari ini lelah banget." Selepas menjawab, sang ibu menyodorkan air mineral pada putranya.

Rudi pun mengambil sodoran dari sang ibu seraya menatap mantap gelas tersebut, kemudian meneguknya hingga tandas. Tidak berapa lama, sang ayah datang dari pintu rumah. Meskipun dengan tapakkan sedikit limbung, Ramli mencoba tetap berjalan agar terbiasa dan tak memanjakan penyakit.

Tibalah ia di kursi yang ada di warung paling depan. Secara saksama, Rudi membangkitkan badan seraya menyodorkan air mineral di hadapan sang ayah.

"Mau Rudi buatkan kopi, Yah?" tanya remaja bercelana ponggol itu.

"Boleh, Le, tapi jangan manis-manis," jawab sang ayah sekenanya.

Remaja itu berjalan menuju kompor, ia merebus air dan membuatkan dua gelas kopi untuk orangtuanya. Dalam rumpun keluarga, Rudi sudah seperti anak perempuan dalam memberikan perhatian.

Bahkan sang ibu sangat menyayangi anak nomor duanya itu karena hal tersebut. Khairia tidak bisa memungkiri lagi, bahwa sang putra memang layak untuk dikategorikan anak yang sangat rajin dan berbakti.

Kopi hangat telah selesai, Rudi pun memberikannya pada sang ayah dan ibu. "Silakan diminum, Yah, mumpung masih hangat."

"Terima kasih, Le," jawab sang ayah.

Kemudian lelaki paruh baya itu meneguk kopi diikuti dengan sang istri. Mereka berdua sangat senang dengan kopi buatan anak laki-lakinya itu, karena sangat pas antara perpaduan gula dan takaran airnya.

Rudi kembali mendudukkan badan di atas kursi, kemudian menatap senja di sore hari. Angin sepoi-sepoi pun datang menyergap, membuat siapa pun yang terkena tiupan alam akan merasa damai dan nyaman.

"Le, kamu mandi dulu sana, sebentar lagi azan magrib telah tiba," kata sang ibu.

"Iya, Mak, kalau begitu Rudi ke dalam dulu. Assalamualikum ...." Selepas memberikan salam, remaja berbaju putih itu mencium punggung tangan kedua orangtuanya.

Pagi telah tiba ...

Hari yang dinantikan telah datang dengan sangat cepat. Dari luar rumah, terdengar senandung riang kicauan burung dan beberapa hewan lainnya. Semburat arunika menerpa seisi semesta, cahaya terang pun memasuki lubang ventilasi kamar.

Ketua BEMWhere stories live. Discover now