Donatella | 24

Mulai dari awal
                                    

"Kalau begitu, saya permisi dulu, ya, Bu. Saya beri ibu dan Giona waktu berbicara berdua."

"Ah iya, Donat. Silakan beristirahat."

Donatella mengangguk, membalikkan badan, lalu berbisik di telinga Giona. "Ups, jadi pilihan terakhir. Sorry, tapi mau gimana lagi? Gue emang lebih keren dari lo. Wle."

"Sialan," geram Giona mengepalkan tangan.

Donatella berjalan ringan menghampiri Radilla yang menatapnya penuh tanda tanya. Ia mengalungkan lengannya pada bahu sang sahabat sebelum berujar, "Zero-One. Gue berhasil smackdown si cabe."

"Anjir, ngakak. Lo ngapain dia sampai uratnya mau keluar semua, Nat?" kekeh Radilla seraya melongok ke belakang memperhatikan Giona.

"Kesel gue. Enak aja mau ngatain gue. Sikat baliklah."

"Wuhu! Mantap. Gini dong dari dulu. Jangan mau diam doang. Next, kita jambak dia sampai botak. Setuju?"

Donatella spontan menempeleng kepala Radilla. "Yang ada gue dicelupin emak ke bak!"

***

"Lo nonton video Kak Donat nyanyi di acara ulang tahun Kak Margi, enggak?" tanya Akifa—salah satu adik kelas Donatella.

Sambil membenarkan riasan wajah, Ratih membalas, "Nontonlah. Ya kali, enggak. Suaranya gila, sih, enggak ada tandingannya."

"Enggak heran, sih, kenapa dia yang jadi pacarnya Kak Saddam. Udah cakepnya natural, pinter di pelajaran, jago nyanyi, denger-denger anak orang kaya lagi."

"Gue tambahin," Ratih memasukkan alat-alat riasannya ke pouch, "Gitu-gitu orangnya enggak sombong. Lo tahu kakak kelas yang namanya Giona?"

"Giona? Siapa? Gue enggak pernah denger."

"Seriusan lo?"

Akifa mengangguk.

"Kalau Kak Saira?"

Akifa bergidik sebelum menjawab, "Mana mungkin gue enggak tahu dia? Angkatan kita aja banyak yang dibuli sama dia."

"Nah itu. Temen segengnya, cuma dia anak pinter. Kabarnya, sih, dia yang juara satu. Kak Donat kedua. Tapi, songongnya minta ampun. Gue juga denger orangnya resek, suka gangguin Kak Donat."

"Enggak mikir apa, ya, dia? Percuma kalau otak doang yang pintar, tapi nyatanya attitude nol."

"Se—"

Kalimat yang hendak Ratih lontarkan lantas tertelan begitu saja kala matanya tak sengaja menangkap pantulan Giona di belakangnya. Dia meneguk ludah kemudian perlahan membalikkan badan. "Kak ... Giona udah lama di sana?"

"Udah puas ngomongin gue?"

Ratih merapatkan tubuh pada Akifa. Tubuhnya mulai bergetar ketakutan. Bagaimana jika Giona melapor kepada Saira tentang kejadian ini? Dia dan Akifa bisa berakhir dibuli hingga Saira lulus nanti. Artinya masih ada enam sampai tujuh bulan lagi.

"So-sorry, Kak. Kita enggak ada maksud gitu."

"Kayaknya anak kelas sebelas kerjaannya santai banget, ya, sampai bisa gibahin kakak kelasnya?" Giona bertanya seraya mengembangkempiskan hidung.

Ratih dan Akifa spontan menggeleng.

"Pergi sekarang atau gue suruh lo bersihin toilet?"

Ancaman tersebut berhasil membuat Ratih juga Akifa berlari terbirit-birit menjauhi toilet, meninggalkan Giona yang mendengkus jengkel. Dia dibandingkan dengan Donatella? Huh. Apa mereka tidak salah? Jelas-jelas Donatella yang terlalu payah itu sama sekali bukan tandingannya.

Sombong? Dia tidak merasa dirinya seperti itu. Dia hanya tidak suka menjadi Donatella yang lemah. Yang mudah sekali dimanfaatkan oleh orang-orang.

"Kasihan banget. Makanya, kalau orang minta tolong itu ditolongin. Bukannya langsung nolak." Sedari tadi, Radilla ingin keluar dari bilik toilet. Hanya saja dia menikmati percakapan kedua adik kelasnya itu, sehingga dia pun memutuskan untuk berdiam diri sejenak.

"Lo nguping?!" delik Giona.

Radilla menyentuh kedua telinganya. "Telinga gue masih utuh. Cuma orang budek yang enggak bisa dengerin gibahan mereka."

"Lo—" Giona melayangkan kepalan tangan di depan wajah Radilla.

"Apa? Mau nonjok gue? Ayo sini. Gue, sih, enggak takut ya dipanggil ke ruang BK. Lah, lo gimana? Si anak yang katanya paling pinter seangkatan," ledek Radilla memeletkan lidah.

"Lo bener-bener, ya!"

"Giona ... Giona. Kasihan banget, sih, jadi lo. Walau jadi anak pintar nomor satu, orang-orang tetap lebih kenalnya sama Donat."

Giona menggeram.

Radilla tersenyum mengejek, menyentuh bahu Giona, menepuknya berulang kali. "Saran gue, daripada sibuk belajar biar enggak dikalahin Donat. Coba, deh, belajar perbaiki attitude. Biar adik kelas respect sama lo. Oke?"

Tidak sanggup lagi menahan gejolak emosinya yang membara, Giona langsung menjambak kuat rambut Radilla. Berakhir keduanya menjadi tontonan umum sebab saling menjambak dan menjerit.

***

Giona emang ngeselin sih WKWK. Oh iya, aku baru inget. Kayaknya di sini ada yang anak kelas 12 sama 9 kan ya? Aku enggak tahu ini termasuk terlambat atau kecepetan, tapi selamat yaa untuk kelulusannya. Semoga sukses selalu!

Sampai bertemu di part selanjutnya❤️

DonatellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang