27. Bertahan Walau Terluka

20.4K 2.7K 245
                                    

Assalamu'alaikum Guys. Aku up cepat, lho. Mau bilang apa????

Aku bawa kabar bagus nih. Bulan Oktober Benua Atlana akan terbit dalam bentuk buku. So, yuk siapin duit buat nabung biar bisa meluk Atlan versi cetak!!

Btw ada yang baca ulang cerita ini ga?

Btw ada yang baca ulang cerita ini ga?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***** 

"Nggak bertegur sapa sama suami tiga hari itu nggak baik, lho, Na. Lo mau masuk neraka?"

Dahi Ilana berkerut dalam mendengar petuah Baim yang dielu-elukan sebagai dewa cinta para jomblo. Seperti yang dikatakan lelaki itu, memang benar hingga detik ini Ilana dan Atlan tidak banyak bicara ketika bersama. Mereka hanya profesional dalam menjaga Ben. Selebihnya, tidak ada kata yang keluar dari mulut Ilana ataupun Atlan untuk hal-hal yang tidak perlu.

Bahkan bisa dibilang, Atlan pergi sebelum Ilana bangun, dan pulang nyaris larut malam tiga hari belakangan. Berhubung Endah dan Sutrisno sudah pulang ke Solo kemarin sore, jadi hari ini Ilana menitipkan Ben ke Day Care selama ia berkuliah.

Ya, memang begitulah. Beban Ilana semakin berat. Ben dari hari ke hari makin lengket dengannya. Bahkan Ilana sering mengeluh sakit punggung karena bayi satu setengah tahun itu tidak mau lepas darinya. Sementara Atlan? Jangan tanyakan sang suami bagaimana. Ben minta dipeluk saja Atlan merutuk. Entah apa yang terjadi di luar sana hingga Atlan berubah sikap seperti ini.

"Siapa bilang nggak bertegur sapa? Gue bertegur sapa, kok. Buktinya pas ada Ben kita tetap kayak biasa. Bedanya sekarang Atlan jarang di apart," ujar Ilana, diakhiri senyum miris penuh luka.

Suasana kelas memang telah sepi lantaran ujian hari pertama sudah selesai sepuluh menit yang lalu. Ilana sengaja mengundur waktu pulangnya sejenak agar bisa curhat dengan Baim. Ah, biasanya di saat seperti ini Carla lah yang menemaninya. Tapi, berhubung ia dan Carla masih terlibat perang dingin karena chat masa lalu itu, Ilana gengsi mengatakan bahwa ia ingin curhat.

Dan Baim lah satu-satunya tempat bergantung Ilana.

"Lo nggak tanya Atlan sibuk apa? Ya ... sebagai istri harusnya lo juga peka, dong. Mana tahu Atlan banyak beban di luaran sana."

"Beban? Iya kali, ya, beban. Tapi kenapa bebannya ada pas Mila datang?"

Baim menghela napas sejenak, lalu mengangkat ketiaknya tinggi-tinggi ke arah kipas angin. "Bentar, baju gue bau ketek. Mau ngadem dulu."

"Gue lagi curhat, Im. Bisa nggak lo fokus dulu? Ben gue tinggal lho, di Day Care!"

"Yaelah, santai, Bray! Curhatin Atlan aja kayak nyurhatin Songkang lo. Biasa aja kali, Na. Itu cuma Atlan, manusia sok cakep tapi gokil yang kalau makan suka sendawa. Nggak usah digalau-galauin banget," sahut Baim santai.

"Astaga, nyesel gue curhat sama lo, ya, Im!" geram Ilana.

Sudah tahu hanya Baim harapan satu-satunya yang bisa ia jadikan teman berbagi cerita, malah lelaki itu sat-set-sat-set tidak jelas. Ilana gemas ingin menyentil perut buncit Baim. Tapi karena sudah berstatus sebagai istri orang, Ilana hanya bisa melampiaskan kegemasannya dengan menjambak rambutnya sendiri.

BENUA ATLANAWhere stories live. Discover now