09 : : Masalah

47 12 20
                                    

Hari ini aku up 2 chapters karena lagi holiday. Semoga gaada typo yaa. Selamat membaca!

"Mas! Kenapa orang botak selalu bahagia?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mas! Kenapa orang botak selalu bahagia?"

Aku memandang ponselku yang aku sandarkan di kotak tisu. Layar tersebut menunjukkan panggilan video bersama Dara, adik perempuanku. Katanya Dara ingin menemaniku belajar malam ini.

"Emangnya orang botak selalu bahagia?" tanyaku.

Dara mengangguk. "Iya. Kenapa coba, Mas?"

"Mmmm karena rambutnya hilang, beban otaknya juga hilang?" tanyaku.

"Salah!" ucap Dara di video call tersebut.

Aku lanjut menulis sedikit di buku lalu kembali menaruh atensi pada adikku. "Apa dong?"

Adikku menjawab, "Karena orang botak selalu bercukur."

Ngelag sebentar.

"HAHAHAHAHA!" Sampai akhirnya aku ngakak tak tertolong. Aku terpingkal, "Woi! Belajar jokes bapack-bapack dari mana?" Aku sungguh tak bisa menahan tawa mendengar adikku bergurau seperti bapak-bapak tongkrongan.

"Dikasih tau Ayah." Dara nyengir. "Trus ada lagi! Ada lagi!"

"Apa?" tanyaku setengah meredakan tawa.

"Mas tau nggak kenapa kalau kucing maling ke rumah orang, nggak pernah dikejar?" tanyanya.

"Kenapa?"

"Karena kucing ga-wrong."

Aku tertawa, tak terpikir hingga ke arah sana.

Bundaku baru saja mau lewat di belakang Dara, namun ia memilih untuk mendekatinya dan ikut berbicara denganku. "Bunda ada tebakan!"

"Apa?" tanyaku.

"Buah-buah apa yang digoreng?" tanya Bunda.

"Pisang goreng," jawabku.

"Salah!" Jeda sejenak. "Eh, iya juga, ya? Pisang goreng."

Aku ngakak. "Hahahaha! Bunda gimana sih ngasih tebakannya?"

"Maunya Bunda biar jawab buahkwan. Gitu..." Bunda menjelaskan.

"Bengek!" Aku terpingkal begitu saja. "Bunda nggak pro ngasih teka-teki. Nih, ya. Penyihir-penyihir apa yang pakai baling-baling?"

"Aku tahu!" Adikku berseru.

"Apa?"

"Doraemon!"

"Oh, salah..." Aku menjawab.

"Kalau penyihir terbang pakai baling-baling, nggak bisa disebut penyihir," ujar Bunda.

"Loh kenapa?" tanyaku.

"Ilmunya kurang tinggi," lanjut Bunda.

Aku tertawa.

"Masa terbangnya pakai baling-baling? Apa kek, sayap kek. Atau langsung ilmu dari dalam biar bisa terbang. Kok baling-baling?" Bunda terkekeh.

DHARSAN'S DIARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang