02 : : Home

102 17 5
                                    

Di cerita ini kalian akan lebih banyak bertemu Asmita dan Arya 😃

Selamat membaca!

"Jangan masuk! Jangan masuk!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jangan masuk! Jangan masuk!"

"YAAAHHHH!!!!"

Aku, Mas Pandu, dan Mas Aska berseru sebal karena klub sepak bola andalan kami dijebol dan kalah satu poin dari lawan.

Oh iya, ngomong-ngomong di rumah Nenek dan Kakek ini aku tidak sendiri. Ada pamanku—Brian, istrinya, dan anak-anak mereka yang pastinya adalah sepupuku. Nah, partner nonton bolaku sih dua kakak ini. Sebenarnya ada lagi kakak sepupuku, seumuran Mbak Daisy namanya Mbak Indy. Tapi Mbak Indy sedang kost kuliah.

"Gara-gara Aska!" tuduh Mas Pandu seraya mendorong lengan adiknya. Hanya bercanda saja, tidak serius. Buktinya sambil tertawa kecil. "Kalah, kan, jadinya."

"Kok aku? Situ kali!" Mas Aska tak terima. "Gara-gara Mas gak mandi, jadinya hawa negatif nyebar trus kalah!"

"Tadi aku nggak mandi karena kamar mandinya dipakai Dharsan!" Kini Mas Pandu menatapku.

Aku tertawa. "Loh, kok jadi salah Dharsan?" kataku membela diri langsung. "Salah sendiri nggak gercep!"

"Aska nih tadi ngajakin rebutan ayam! Makanya aku jadi diduluin Dharsan." Mas Pandu menatap adiknya lagi.

"Ya udah salah Nenek aja karena nggak bikin ayam yang banyak."

Suara Nenek mengalihkan perhatian kami. Kami hanya tertawa kecil karena Nenek datang-datang langsung berkata seperti itu.

Nenek memperhatikan televisi. "Kalah satu poin, ya?" tanya Nenek.

Mas Aska mengangguk. "Iya, Nek. Gara-gara ayam."

Nenek tertawa mendengarnya. Tawanya pun menular ke kami semua. Kasihan ayam Nenek menjadi tersangka penyebab kekalahan.

"Turnamen bulu tangkisnya kapan lagi, San?" Mas Pandu merangkulku sebelah tangan.

"Kayaknya bulan depan," jawabku seadanya. "Ih jangan peluk-peluk, geli woy!"

"Alah!" Mas Pandu menoyor kepalaku. "Lebay."

"Kalau kamu dapet emas, aku kasih PS terbaruku. Mau?" tanya Mas Aska menawarkan.

Refleks dudukku tegap. "Hah yang bener?"

"Ambil aja kalau menang."

"Deal?" Aku mengulurkan tangan.

Detik berikutnya Mas Aska menyalamiku. "Deal."

"OKE!" kataku penuh semangat.

"Bisa nggak?" tanya Mas Aska.

"Kuperjuangkan demi PS terbaru," jawabku meski aku tak tahu apakah aku bisa mendapatkannya atau tidak.

DHARSAN'S DIARYWhere stories live. Discover now