25. Di Atas Atap

90 12 0
                                    

Hai, ehe~

Maaf lambat upnya~

Apakah masih ada yang menunggu? Nyehehe~

Semoga ada~

Semangat bacanya~ pelan-pelan aja~

.

.

Pengetahuan, adalah hal yang tidak akan pernah habis. Seberapa pintar pun dirimu, pasti tidak sanggup menelan semua pil pengetahuan secara utuh. Ada kalanya kita lupa atau bahkan jenuh pada ilmu.

Jelas... karena kita memilih menikmati hidup daripada mempelajari semua itu.

Tapi kadang sebuah ilmu bisa sedikit diluar logika. Membuat manusia berlomba-lomba membuat sesuatu yang baru. Apa Solar termasuk salah satunya? Kalau iya, mungkin Solar akan segera terkenal....

"Solar, awas di belakangmu!" Halilintar memperingatkan saudaranya yang sedang merenung itu. Si empu nama yang ditegur langsung memukul kepala zombie di belakangnya menggunakan ujung sniper.

"Thanks," ucap Solar singkat dengan hati lega.

Ice menikam bagian leher zombie yang mulai memanggil bawahan. Sembari itu, ia celingak-celinguk mengecek keadaan semua member. Tiba-tiba salfok pada Thorn yang diam bagai patung di sebelah kirinya. Bahu kembaran terpolos itu pun menjadi tempat tangannya mendarat. "Thorn?"

Thorn berbalik perlahan, memasang senyum lebarnya memandang heran Ice. Ada gunting di tangan kanan Thorn yang tersiram darah. Namun bukan itu yang menjadi penyebab Ice terperangah saat ini.

Melainkan dua pasang mata yang bergelinding di telapak kiri Thorn. Tampaknya bola mata tersebut ditarik paksa dari tempatnya.

"Keren, Thorn," puji Ice memberi senyum miring. Ia menunjuk satu lagi zombie yang hendak menyerang mereka dengan dagunya.

Seakan paham, Thorn langsung menghujam bagian mata makhluk itu. Percikan sirup membuat senyum Thorn semakin lebar. Thorn sangat gembira!

Blaze yang menyimak kelakuan dua kembarannya barusan menepuk dahi. Apa ini yang dinamakan efek menonton film Rumah Dara?

Buakh!

Taufan menghantamkan penggiling rotinya ke mayat hidup yang akan menggigit Blaze. "Woi! Fokus! Gak lucu kalau kita mokad tanpa dikubur."

Blaze menyengir. "Sorry~"

Tak! Tak! Tak! Tak!

Frostfire mengetuk aspal dengan kapan pinjamannya. Bersiap memutilasi...

Sreettt!

Melihat jumlah zombie yang semakin banyak, Halilintar mendengus sebal. "Kita perlu rencana lain," ujarnya. Jumlah penduduk kota bukan hanya seratus orang, bisa-bisa mereka pingsan duluan karena kelelahan.

"Mungkin kita bisa lari ke situ?" Frostfire menunjuk salah satu rumah yang balkonnya terbuka luas. Sekalian buang sampah. Daripada asal lempar di jalanan, ya 'kan?

Semua mengikuti arah tunjuk Frostfire. Balkon itu berlantai dua. Truk besar yang mereka jadikan tempat bersembunyi tadi juga berdekatan dengan rumah balkon terbuka itu. Hanya berjarak 30 cm. Beberapa diantara mereka mengangguk setuju.

Halilintar segera memanjat bagian atas truk, tak lupa meminimkan suara langkah kakinya. Begitu sampai, ia mengecek kawasan rumah itu terlebih dahulu. Siapa tahu ada penghuninya.

Dan benar adanya, lima ekor zombie yang mengamuk langsung Halilintar kalahkan dalam sekejap mata. Sepertinya para zombie ini adalah sebuah keluarga. Anggap saja Halilintar baik karena mengantarkan mereka ke neraka bersama-sama.

Permata [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang