7. Jalan-Jalan

155 22 1
                                    

"Bang Gem?"

Suara itu membangunkannya.

Perlahan Gempa mulai membuka kelopak mata. Sesuatu yang menopang tubuhnya bukan lagi seperti lantai keras yang tadi ia rasakan, melainkan kasur empuk di sertai dengan bantal. Hal ini membuktikan bahwa ia telah ada di kamarnya sendiri.

"Bang Gem?" Suara itu memanggilnya lagi. Bersusah payah ia menolehkan kepala ke samping. Terlihat Ice sedang duduk di samping kasur.

Dia duduk tapi matanya setengah terbuka. Dia tidurkah?

BLAMM!!

"GEM!! WEE! Gempa udah bangun!"

"Ck! Berisik Fan! Jam 7 pagi kau teriak kek toa tetangga pada terganggu," tegur Halilintar pada makhluk serba biru dongker itu.

Taufan menyengir. "Aku kan bermaksud memberi pengumuman."

"Bang Gem gapapa kan?" tanya Thorn yang entah sejak kapan berada di dalam kamar Gempa dengan Blaze yang menggendong Solar di atas punggungnya.

Gempa tersenyum kecil. "Gapapa."

Taufan menghembus napas lega.
"Kirain kalian diapa-apain sama mereka." Hendak menepuk bahu Ice bermaksud membangunkan nya.

Tapi sudah disela duluan oleh Blaze yang tanpa belas kasih mendorong tubuh Ice hingga jatuh lalu meletakkan Solar di kursi yang tadinya Ice duduki.

Ice yang terbangun karena kaget menatap tajam kembarannya.

Taufan menggeleng gelengkan kepala. "Blaze... Blaze... Ice itu bukan bola. Asal disepak aja."

"Habisnya Solar berat Bang. Gak tahan gendongnya," jawab Blaze ringan tanpa beban.

"Aku gak berat! Masa badan ideal gini dibilang berat!" balas Solar yang tak puas hati.

Blaze tersenyum miring.
"Badan emang ideal, berat yang ku maksud kan berat dosa."

"ISSSHHHH- "

"Oup! Oup! Mau berantam di lapangan sekolah noh! Sama-sama berat dosa pun."

"Trus bang Ufan gak berat dosa gitu?!" cibir Blaze dan Solar serentak.

"Gak, aku kan anak baik, penyayang, penurut, pin-"

Kedebuk!

"Pintar banget," sambung Halilintar, si pelaku pelempar guling. Sedangkan Taufan mengelus permukaan kepalanya yang di tampar guling dengan cemberut.

"Mau lempar jangan di kepala dong! Nanti aku makin pinter gimana?"

"Kalo makin pinter gak masalah. Kalo jadi bodo kan gawat," cibir Halilintar.

"Berarti bang Hali doain aku bodo dong?" celetuk Taufan ditanggap cuek si lawan bicara.

"Sudahlah kalian berdua, tiang listrik dengan kincir angin-"

"Kau memanggil ku apa?!" Seru Halilintar dan Taufan bersamaan.

Ice menggulingkan mata. Blaze ini kalau tidak mencari masalah bukan Blaze namanya. Saudara kembarnya ini tidak sadar kalau namanya pun bisa dijadikan bahan ejekan, gunung meletus misalnya.

"Hey, kita kesini kan untuk chek kondisi bang Gem," ujar Thorn menyadarkan mereka bertiga. Pemilik kamar ini hanya terkekeh pelan.

Walau ia pusing akan keributan, setidaknya rumah ini tidak terlalu sunyi.

"Yakin bang Gem gapapa?" tanya Ice lagi. Gempa mendengus samar, cukup bosan mendengar pertanyaan itu.

"Gapapa, yang perlu kalian khawatirkan itu Solar. Aku cuma dipukul di tengkuk." Gempa memandang beberapa luka Solar.

Permata [✔]Where stories live. Discover now