6. Sapphire

174 22 3
                                    

Hai~ ehe...

Selamat membaca~

_________________________________

Solar meliarkan matanya, mengawasi keadaan rumah. Terbesit rasa heran karena para saudaranya belum tidur. Padahal waktu telah memasuki pukul 22.00 malam.

Inikah efek samping dari makanan Bang Sotoy tadi?

Ia mendengus kecil, ketiga abang usil yang meminjam kamarnya membuat Solar tidak bisa menggunakan laluan rahasia. Nampaknya ia memang harus menggunakan pintu depan. Maka dihampirilah abangnya yang duduk santai di ruang tamu.

"Bang Hali."

"Hm?"

"Mau beli barang," ucap Solar to the point.

Halilintar menutup novelnya, menatap Solar guna meminta penjelasan lebih.

Jangan salah, walaupun laki-laki mereka tidak boleh seenaknya keluar rumah di malam hari. Hal ini dilarang sendiri oleh Amato. Ayah berdikari ini tidak mau anak-anaknya terjerumus dalam pergaulan bebas.

Dan ya, sebagai tangan kanan kedua Amato Halilintar berhak menolak dan melarang.

Begitu ditatap begitu nyali Solar ciut seketika, berpikir mencari alasan logis. "Bahan praktek kimia, Bang."

"Biar selesai besok," lanjutnya.

"Gak ada orang buka toko jam 10 malam," balas Halilintar.

Solar bergerutu dalam hati, beginilah susahnya mendapat izin seorang Halilintar. Kalau abangnya yang lain Solar bisa berbohong. Solar lelah jika terus-terusan mengemis izin di sini.

Tapi pergi tanpa izin itu bahayaa.

Ia berdecak. "Ngasih izin aja susah."

"Alasan mu gak logis."

"Logislah, demi keselesaian tugas kimia."

"Besok."

"Hari ini!"

"Besok."

"Ngasih izin gak?" Solar mulai mengancam.

"Gak." Halilintar pun kokoh memberi jawaban penolakan.

"5 menit."

"Gak."

"2 menit."

"Mana sampai, Bensin."

"Ya makanya 10 menit."

"Gak."

"Aish!"

Kemudian muncul Gempa dari dapur. Ah, padahal hari ini ia tidak memasak.

"Kenapa?" Tanya Gempa.

"Izin keluar beli barang, Bang Gem." V

"Perlu banget, ya?"

"Banget, biar praktek kita bisa siap besok." Solar mulai merasa tipu dayanya akan berhasil.

"Aku temenin."

"Lah? Emang Bang Gem bisa?"

Gempa mengangguk. Final sudah keputusannya. Tersenyum menanggapi raut muka si sulung yang tampak protes. Bukannya melarang malah ikut juga.

"Kasian, Bang kalo dikurung terus," ucap Gempa seraya mendorong bahu Solar untuk segera keluar sebelum Halilintar dapat menemukan alasan lain.

Halilintar pula berdecak. Ia baru mengingat bahwa tugas Solar bukan hanya menghandle tugas praktek kimia, proyek drama juga seharusnya tidak selesai secepat itu. Aneh.

Permata [✔]Where stories live. Discover now