WTL #8

1K 79 20
                                    

•  W O U N D I N G   T O    L O V I N G  •

Jilan hampir saja menjatuhkan pisau kalau saja Jeano tidak dengan cepat menangkap benda tajam itu dari belakang Jilan.

Jilan melotot, menatap Jeano yang menaruh dagu pada bahu Jilan, meletakkan satu tangannya untuk memeluk Jilan, dan satu tangan lainnya masih menggenggam pisau.

"Lepas!"

"Nggak mau." tolak Jeano, malah mengeratkan pelukannya. Ia menaruh pisau di atas tatakan, lalu tangan yang dipakai memegang pisau itu kini ikut bergabung memeluk Jilan, merengkuh tubuh mungil itu dengan erat.

"Lo ngapa—Jeannnn!" Jilan tiba-tiba memekik saat batang hidung lelaki itu menyentuh tengkuknya, memberikan sensasi menggeletik dan membuat tubuhnya menegang.

Jeano memejamkan matanya. Ia benar-benar suka wangi Jilan. Terlalu candu, Jeano enggan melepasnya.

"Je, gue pukul ya lo!" sedangkan gadis mungil ini masih berusaha memberontak, sebisa mungkin menjauhkan tengkuknya dari jangkauan wajah Jeano yang mesum.

Jeano membuka matanya, kembali menaruh dagunya pada pundak Jilan setelah sedikit puas mencium tengkuk Jilan.

"Lo apa-apaan sih?! Lo mau ngapain? G—"

"Ssttt. I won't do anything." potong nya, lalu mengarahkan tangan Jilan untuk kembali menggenggam pisau, "Lanjutin aja."

"Nggak mau."

Jeano mendecak, melirik wajah Jilan yang lebih tinggi darinya, "So I'll do anything."

Jilan memukul jidat Jeano, "Nggak usah macem-macem." ancam nya, sambil memegang pisau dengan erat, takut-takut jika Jeano melakukan hal mesum seperti tadi. Gadis itu mengalah, memilih kembali memasak walau sangat terhambat dengan lelaki besar yang merengkuh nya, menghambat pergerakannya.

"Kenapa nggak pulang, sih? Biasanya juga pagi-pagi udah ilang. Be gone in a A.M."

Jeano mengangkat bahunya tak acuh, "This is weekend."

"Justru karena weekend, harusnya lo ilang kabar. Like you used to do." balas Jilan, sedikit menyindir. "Kenapa malah betah disini?"

"Gue udah pulang, kok."

"Ke rumah lo, Jeano."

Jeano tak melanjutkan perdebatan, ia semakin mengeratkan pelukannya, menikmati tiap tarikan oksigen yang bercampur dengan harum tubuh Jilan yang baru saja mandi.

Jeano menatap kedua tangan Jilan yang tengah memotong sayuran. "Home doesn't have to be a house, anyway." katanya, lalu tubuhnya menegak, ia menatap Jilan hingga manik mata keduanya bertemu, "It can be a person."

• • • • •

"Gue nggak kenal siapa-siapa, Le."

Jilan menatap ragu pada rumah yang ramai dan penuh. Dirinya meringis pelan, keluar dari mobil dengan canggung dan tak percaya diri. Jilan memakai dress hitam pendek dengan kemeja putih sedada berlengan panjang, sedangkan Aleo memakai pakaian kasual dengan warna senada.

"Lemme see

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lemme see." seru Aleo, lalu memegang kedua bahu Jilan dan menatapnya from head to toe. Aleo tersenyum, "Cantik kok." ujarnya, lalu mengajak Jilan masuk.

"Lo cuman perlu nemenin gue doang, kok. No need to talk with strangers kalo lo nggak mau." lanjutnya lagi sebelum masuk ke pesta ulang tahun salah satu teman Aleo.

Jilan menatap sekitar. Sudah banyak orang berkumpul disana, beberapa makan sambil berdiri dan mengobrol, beberapa lagi sibuk berfoto. Sedangkan Jilan sibuk menyiapkan dirinya dalam hati.

"Oh, thanks, Al." seru seorang wanita setelah Aleo memberi kado beserta ucapan selamat. Jilan menoleh, mendapati gadis seumurannya berpakaian lebih mewah dengan mahkota di kepalanya.

"She is?" tanyanya, menatap Jilan.

Jilan menerjap beberapa kali, mengulurkan tangannya untuk bersalaman, "Gue Jilan, temennya Aleo."

Gadis itu tersenyum, menjabat tangan Jilan, "Gue Diva, temen Aleo juga."

Jilan hendak berbicara, namun dering telepon membuat dirinya menelan topik obrolannya bukat-bulat dan memisahkan diri untuk menerima panggilan.

"Dimana?"

Jilan diam sesaat, berpikir keras untuk menjawab Jeano, "Di rumah. Gue di rumah."

"Gue dari sana barusan."

Jilan bungkam. Dirinya meringis, mengerutuk dalam hati dan menyebut dirinya bodoh. Mana bisa berbohong pada Jeano.

"Gue nemenin temen ke pesta ultah."

"A girl?"

Jilan lagi-lagi meringis, "O-of course it's a girl. Udah dulu ya, gue dipanggil." lalu Jilan dengan gugup mematikan sambungan telepon, kembali menghampiri Aleo yang tengah menunggunya.

Aleo memberikan sepotong bolu pada Jilan, tahu bahwa gadis itu sangat suka manis. Jilan menerimanya dengan baik, memakan bolu tersebut sambil sesekali tersenyum canggung saat teman Aleo menghampiri.

"Bocil lo." ejek Aleo, lalu lelaki itu maju, mengambil tisu dan mendekatkan dirinya untuk menghapus noda di sudut bibir Jilan.

"Oh, it's a girl."

Tiba-tiba suara berat seseorang membuat Aleo dan Jilan menoleh. Jilan mendongak, matanya membulat lebar melihat seseorang menghampirinya, bersama beberapa lelaki yang sangat amat ia kenali.

Lelaki itu menyeringai, walau matanya membara, mencerminkan amarah dalam dirinya.

"Lo siapa?" tiba-tiba Aleo bertanya, maju untuk menghalangi Jilan dan lelaki itu. Lelaki itu melirik Jilan yang ketakutan.

"Gue siapa lo, Lan?"

It's Jeano.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Wounding to Loving | Lee JenoWhere stories live. Discover now