WTL #3

1.1K 72 10
                                    

·    W O U N D I N G   T O   L O V I N G    ·

"Jilan mana? Nggak lo ajak kesini?"

Julian baru saja datang ke rumah Jeano. Jam menunjukkan pukul 8, dan anak-anak sebagian besar telah berkumpul dan mulai membakar bahan makanan di halaman terbuka rumah Jeano.

"Siapa lo nanya-nanya pacar gue."

Julian tertawa, cukup terkejut dengan jawaban Jeano, "Buseeet. Galak bener lo. Takut kalah saing, ya?"

Jeano mendelik ke arah Julian, "Mau gue lempar arang?"

Julian tertawa, begitupun Hugo dan beberapa anak lain yang berkumpul disana. Kini mereka sibuk mengoles bumbu ke dalam sosis dan daging, sedangkan sisanya mengobrol dan membuka makanan ringan yang bertumpuk banyak.

"Cola, Je, Cola. Mana cola." Hanif berseru ketika ia menemukan gelas, namun tak menemukan minuman bersoda di sekitarnya.

"Ambil lah, gak usah manja." memang pada dasarnya Jeano ini galak dan gampang emosi, ya?

Dua orang lagi-lagi baru saja datang setelah bersalaman dengan orang tua Jeano, Jeano menoleh, dahinya mengernyit mendapati seseorang yang sepertinya tak Jeano undang untuk datang.

"Lo ngapain kesini?"

"Lah? Lo yang ngajak gue, anjir." ketus Yovie ketika ia baru saja datang namun Jeano memasang wajah ketus padanya.

"Bukan lo, sial. Sebelah lo." tunjuk Jeano pada seseorang di sebelah Yovie. Yovie menoleh ke sebelahnya.

"Oh, ini Diva." jelas Yovie.

"Gue?" tiba-tiba Julian menyahut saat mendengar samar-samar namanya disebut. Yovie memasang wajah malas.

"Diva ya anjing, bukan Difa."

"Yaudah, terus ngapain kesini?" tanya Jeano mengulangi pertanyaan yang sama.

"Kocak lo, ini kan cewek yang lo bawa pas balapan kemaren."

Jeano mengernyitkan dahinya, lalu memasang wajah tak acuh dan kembali membantu Julian memanggang.

"Gue nggak ngundang cewek, kalo lo nggak betah, pulang aja."

Jeano baru saja berbaikan dengan Jilan. Ia malas dan berdebat dan membujuk gadis itu untuk tidak putus dengan Jeano hanya karena kehadiran wanita lain di rumahnya.

•  •  •  •  •

"Jil!"

Jilan menoleh, mendapati Hugo dan Julian yang berjalan ke arahnya. Jilan menghentikan langkahnya, menunggu kedua lelaki itu untuk mendekat.

"Kenapa?"

Keduanya tersenyum ke arah Jilan, "Sendirian? Dicari Jean tuh."

Jilan mengernyit kecil, "Dia dimana emang?"

"Rooftop.Tapi lo nggak usah kesana, banyak anak-anak ngerokok." jawab Julian, takut-takut Jilan terbatuk-batuk.

"Lo berdua mau kemana? Ke rooftop juga?"

Julian dan Hugo mengangguk, "Ngantin dulu tapi bentar." tambah Hugo.

Ketiga berjalan ke kantin, sesekali Julian mengajak Jilan berbicara, diganti dengan Hugo yang merupakan teman satu kelasnya, walaupun Jilan sendiri cukup canggung mengobrol dengan lelaki itu karena tak cukup dekat.

Mereka kini berjalan ke rooftop setelah memberi camilan dan beberapa minuman dari kantin. Jilan mengerutkan dahinya ketika bau rokok dan vape beradu padu saat ia melangkahkan kakinya di area atap itu.

"Cewek gue man—" ucapan Jeano menggantung saat Jilan muncul di balik tubuh Julian. Gadis itu menatap Jeano, lalu menghampiri lelaki yang duduk menyandar di kursi tak terpakai.

"Kenapa, Je?"

Jeano mengeluarkan sesuatu dari saku celana abu-abunya, memberikannya pada Jilan.

"Gue alergi kac—"

"It's non almond choco." potong lelaki itu, kembali memberikannya pada Jilan, "Lo bisa makan."

Jilan cukup terkesima, setelah puluhan kali diulang, kini Jeano ingat bahwa Jilan alergi kacang, ya?

"Dalam rangka?" tanya gadis itu, ini merupakan suatu kejadian langka yang bahkan dapat Jilan hitung jari.

Jeano diam, kembali memainkan ponselnya membuat Jilan kesal. Kebiasaan buruk lelaki itu.

"Terserah deh, lo akhir-akhir ini emang aneh. Thanks. Gue balik." Jilan mengambil coklat itu lalu berdiri, keluar dari area rooftop setelah melambaikan tangan pada Yovie dan beberapa lainnya yang tengah mengumpul.

Julian menatap punggung Jilan hingga gadis itu menghilang dari pandangannya, kini lelaki itu menghampiri Jeano, duduk di sebelahnya.

"Tuh coklat bentuk permintaan maaf lo, ya?"

Jeano tak menggubris Julian, kembali membalas beberapa pesan.

"Bentuk rasa bersalah lo karena kemaren nidurin Diva." tambahnya, lalu pergi meninggalkan Jeano yang berhenti mengetik. Jeano tak berbicara, bibirnya terkatup rapat.

Sialnya, Julian benar.

Sialnya, Julian benar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Wounding to Loving | Lee JenoWhere stories live. Discover now