WTL #5

958 67 11
                                    

•    W O U N D I N G    T O    L O V I N G    •


Jilan menggeram dalam tidurnya. Jam menunjukkan pukul 2 pagi, dan lelaki di luar sana dengan tidak sopannya mengetuk-ngetuk pintu kaca balkon Jilan, menggangu tidur Jilan yang semula nyenyak.

Beberapa saat kemudian ponselnya berdering. Jilan yang setengah sadar meraih ponsel itu, mengangkat panggilan dari pelaku di balkonnya. Siapa lagi kalau bukan Jeano Anggara.

"Bukain."

"Lo pulang aja sana."

"Gue diusir? Kenapa?"

"Gak tau. Kenapa ya?"

Lalu Jilan mendengar decakan yang berasal dari Jeano.

"Becanda lo jelek. Cepet buka."

"Gak. Gue ngantuk. Bye."

"Jil—"

Jilan memutus sepihak panggilan tersebut. Masa bodoh dengan Jeano yang kini menendang tembok di samping pintu. Marah, namun enggan membuat kebisingan. Jeano masih berusaha mengetuk pintu kaca tersebut.

Jeano menggeram kesal dengan sikap Jilan, bisa-bisanya membiarkan Jeano kedinginan di luar, tak bisa melihat ke dalam kamar gadis itu karena ditutup gorden. Ia menyerah, turun dari balkon kamar Jilan dan keluar dari rumah gadis itu.

Ia merogoh ponsel di saku jaketnya, memanggil seseorang yang langsung terbesit di pikirannya.

"Loh Jean? Ngapain call malem-malem?Belum tidur?"

"Gue ke apart lo sekarang."

"Lo serius?"

"Iya."

"Beli kondom, di sini abis."

"Hm."

Lalu Jeano memutus panggilannya, memakai helm fullface miliknya dan naik ke motor besar berwarna hitam. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, mampir ke minimarket untuk membeli kondom dan minuman bir 0% alkohol.

Jeano bahkan tak sadar bahwa ia masih memakai helm fullface nya saat masuk ke minimarket.

•  •  •  •  •

"Lo nggak akan minta maaf sama gue?"

Jilan cukup terkejut dengan kehadiran Jeano tiba-tiba saat dirinya duduk dalam kelas, kebetulan guru di kelasnya tidak dapat hadir. Ia dengan terpaksa membuka airpods di telinganya, menatap Jeano yang duduk di sebelahnya.

Jilan mengernyit, sadar akan tampilan Jeano yang urakan dengan rambut basah setengah kering.

Jilan mengecek jam dinding yang menunjukkan pukul setengah 9 pagi. Jeano telat 2 jam masuk sekolah. Bagaimana bisa dia berkeliaran di area sekolah?

"Ngapain disini? Bukannya lo nggak masuk?" Jilan tak menghiraukan pertanyaan Jeano tadi, memilih untuk balik bertanya.

Jeano mengernyit, "Siapa bilang?"

"Julian. Dia bilang lo bol—"

"Julian lagi? Lo ada apa sih sama dia?"

Jilan mengernyit terganggu, "Gue chat dia buat nanyain lo. Lo tidur dimana semalem? Julian bilang lo nggak ada di rumah, ataupun apart. Sehabis dari rumah gue, lo kemana?"

Jeano memasang raut wajah kesal, "Lo simpen kontak Julian? Buat apa sih? Emang harus?"

Jilan kepalang kesal dengan jawaban Jeano terus menerus mengubah topik mereka, "Buat nanyain lo, Jeano. Lo nggak pernah bales chat gue, dan gue cuma deket sama Julian sebagai temen lo."

Jeano mendengus, mengambil paksa ponsel Jilan dan menghapus kontak Julian di ponsel gadis itu.

Jilan mendesah jengah, sudah tahu tabiat buruk Jeano yang sangat-sangat posesif ini. Padahal Jilan yakin ada banyak kontak wanita di ponsel Jeano, apa pernah Jilan mengecek isi ponsel Jeano?

Memikirkannya saja akan membuat Jilan sakit hati. Banyak chat dari wanita lain. Pasti.

"Lo belum jawab pertanyaan gue, Jilan."

"Lo juga belum jawab pertanyaan gue, Jeano. Lo tidur dimana semalem?" balas gadis itu, penuh penekanan.

"Temen."

Jilan menaikkan sebelah alisnya, "Temen yang mana? Julian? Hugo? Hanif? Atau temen tidur lo?"

Karena Jilan tahu betul bahwa Julian dan teman-temannya menghampiri apartemen Jeano. Bahkan pukul 2 pagi Julian dan Yovie memanjat balkon kamar Jeano untuk mencari lelaki itu. Nihil. Tak ada yang tahu keberadaan lelaki itu tadi pagi.

Jeano memutar bola matanya malas, merasa sebal dengan pertanyaan Jilan, "Percuma gue sebutin, lo nggak akan ken—"

"Gue kenal kok. Ciara Aurellia, kan?"

Jeano mengernyit, menaikkan sebelah alisnya seolah-olah ia bingung, walaupun dalam hatinya sedikit terkejut mendengar nama gadis satu itu, "Apa sih lo? Gue—"

"Gue tiba-tiba masuk cf dia tuh, snapgram dia lagi meluk lo yang shirtless, atau naked, Je?" potong Jilan lagi, menunjukkan story instagram milik Ciara dimana keduanya berada dalam satu selimut, Jeano tertidur pulas dan Ciara meletakkan kepalanya di dada bidang Jeano.

Jilan mendengus dengan reaksi kaget yang samar di wajah Jeano.

"Apa? Kok kaget gitu? Kayak yang baru kali ini aja ketauan selingkuh." lanjut Jilan masih menanggapi dengan santai. Walau ia ingin sekali menjambak Jeano saat ini juga.

"Salah lo ngusir gue kemaren. Ara bukan selingkuhan gue lagian. We're just friend." ujar Jeano terdengar tak acuh.

"With benefit?" ejek Jilan, sedikit terkekeh samar. Jeano hanya merespon dengan kedua bahunya yang diangkat tak acuh.

Jilan benar-benar tak habis pikir dengan lelaki satu ini. Disaat seperti ini, bisa-bisanya Jeano malah menyalahkan Jilan dan menyebut ini adalah kesalahan Jilan?

Jilan mengangguk-angguk, "Oh, jadi kalo gue pulang bareng cowok lain, salah lo juga karena nolak anter gue, kan?"

Jeano menatap tajam Jilan, "Lo—"

Jilan mendongakkan kepalanya, membalas tatapan Jeano tak kalah tajam, "Apa? Lo harus tau yang lo lakuin lebih parah dari pada gue yang cuman nebeng pulang dan simpen kontak cowok. Mikir, Jeano. Lo sebrengsek apa selama ini."

Jeano mendelik, ia menatap Jilan lama, lalu memilih pergi dari kelas Jilan. Jeano harus membuat perhitungan dengan Ciara, wanita tak tahu diri yang membuat Jilan marah padanya pagi ini.

Sial, padahal Jeano rindu Jilan.

Sial, padahal Jeano rindu Jilan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Wounding to Loving | Lee JenoWhere stories live. Discover now