Sang Penakluk || Id Card

9.4K 226 0
                                    

"Kencan buta sialan!" murka seseorang sembari masuk ke dalam ruangan presdir. Pria itu melonggarkan dasi yang terasa sangat mencekik lehernya. Tidak peduli dengan tanggapan para karyawan, karena kemurkaan dirinya.

Lagi, dan lagi. Dengan semena-mena, ayah dan ibunya membuatkan sebuah kencan buta untuknya, ayolah ... Ia tidak memiliki waktu untuk itu.

Apa belum cukup mereka membuatnya pusing dengan urusan di perusahaan yang tiada habisnya. Ia sampai merelakan masa mudanya, demi menjadi penerus perusahaan. Sedangkan, ayah dan ibunya terus memaksa untuk menghadiri kencan buta, demi tuhan. Padahal, mereka sudah lama tinggal di luar negeri, tapi kenapa masih sibuk mengatur hidup putranya.

"Aku tidak mau!" serunya lagi.

"Tapi tuan muda, orang tua anda mengancam akan--"

"Persetan dengan ancaman! Aku juga bisa mengancam. Katakan kepada mereka, jika aku akan mengundurkan diri dari posisi presdir ini, jika mereka masih mengatur kencan buta untukku!" serunya, sembari memijat pelipisnya. Apa ayah dan ibunya pikir, posisi sebesar ini bisa memiliki waktu untuk berkencan seperti itu?

"Rajendra, maksud ayah dan ibumu baik. Mereka ingin melihat putranya hidup--"

"Angga! Lebih baik tutup mulutmu!" selanya. Ia menghela napas, "Setelah ini, apa jadwalku?" tanyanya.

Angga, sang sekretaris melihat jurnal miliknya, melihat jadwal Rajendra sore ini. "Kau tidak memiliki jadwal lagi," paparnya.

Rajendra menghela napas, melepaskan dasi miliknya, dan melemparnya ke sembarang arah. "Aku akan pergi ke bar. Kau akan ikut?"

Angga menggeleng, "Tidak tuan muda, aku masih memiliki beberapa pekerjaan," tolaknya.

Rajendra mengangguk, "Baiklah, aku akan menghubungimu nanti," katanya.

Kemudian, Angga memberikan sebuah kunci mobil kepada Rajendra yang merupakan sahabat, sekaligus atasannya itu. "Hubungi aku, jika kau sudah mabuk," pesannya.

Rajendra mendengkus kasar, merampas kunci mobil dari tangan Angga dengan kasar. "Berisik! Lakukan saja tugasmu dengan baik," katanya. Lalu kemudian sosok itu lenyap dari pandangan Angga yang tengah menghela napas, lagi-lagi ia harus membuat alasan Rajendra tidak pergi ke kencan buta.

Sedangkan, sang pembuat masalah itu tengah mengendarai mobilnya, meninggalkan perusahaan untuk melepaskan semua beban pikirannya, dengan pergi ke sebuah bar. Minum-minum sampai mabuk, dan menelepon Angga untuk menjemputnya.

Terus terang saja, posisi dirinya kini sangat berat. Di usia muda, ia telah memiliki banyak sekali pencapaian, dan mengembangkan perusahaan milik ayahnya. Tapi, di balik itu semua, ada masa muda yang harus ia korbankan, ada tubuh yang sakit karena terus bekerja, dan juga pikiran yang lelah setiap hari.

Belum lagi, ia harus di pusingkan dengan kencan buta sialan, yang telah di rancang oleh kedua orang tuanya. Ah, benar-benar menyebalkan! Memangnya, dirinya tidak cukup laku, hingga orang tuanya merancang semua itu?

Rajendra mengemudi, membelah jalanan kota jakarta yang cukup padat di jam pulang kantor seperti ini.

"Jakarta, selalu macet," gumamnya, sembari menikmati alunan lagu yang ia putar di dalam mobil.

Seolah baru keluar dari ruangan yang sangat pengap, Rajendra menghirup udara jalanan dengan sangat rakus, melalui kaca mobil yang sengaja ia buka. Sejenak, ia merasa sangat bebas, kala angin berembus ke wajahnya. Ia lupa, kapan terakhir kali dirinya merasa sangat nyaman seperti ini, setelah resmi menyandang gelar presiden direktur, di Alister Company.

"Sepertinya, bulan depan aku harus meminta Angga mengosongkan semua jadwalku. Aku ingin berlibur," cetusnya, setelah tiba-tiba terbersit sebuah ide untuk pergi liburan.

Sang Penakluk [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now