“Miss me, Baby?”

Wajah Qilla memerah, kalimat yang membuat jantungnya langsung berdegup itu, tidaklah aman. “Pede lo! Ga-”

Dylan secepat mungkin menutup mulut gadis disampingnya, Dylan duduk menghadap Qilla kali ini, menetap jelas gadis itu. “Sstt!” kata Dylan, mencondongkan sedikit tubuhnya menghadap Qilla, lebih dekat. “Gak terima kebohongan lo.” Lagi, dan lagi, Dylan justru menyentil pelan bibirnya.

“Udah, diam! Gue tau apa yang ingin lo bilang.” Qilla mencibir pelan, gerakan mulutnya yang seolah mengulangi perkataan Dylan, membuat sang cowok mendengus.

Lalu, cowok itu mengambil paksa buku yang tengah di genggam Qilla, membaca materi yang tadinya Qilla baca. “Materi gampang gini, lo gak tau?” tanya Dylan, dengan nada ledekan di dalamnya.

“Bukan gak tau, gue cuma ogah ngafal materi nya,” elak nya mencoba mencari pembelaan.

Lagi, dan lagi, Dylan menyentil pelan dahinya. “Pantes bego!” Qilla tentu saja melotot mendengarnya, enak saja cowok itu mengatainya. Sebelum Qilla berkata, Dylan lebih dulu memotong perkataan nya. “Lo nggak perlu sampe ngafal, cukup pelajari.”

Ini pertama kalinya, Dylan sedikit mau memberikan Qilla ceramah. “… Gue gak yakin lo lulus ulangan nanti.”

Kan' dirinya tidak sempat belajar kemarin, yah seperti biasanya, hanya menghabiskan harinya di ranjang, atau memainkan ponsel, melirik buku saja tidak.

“Lo dengarin gue kan?” Tidak ada sahutan dari Qilla, dengan geraman rendah, Dylan mengambil paksa AirPods yang menempel di telinga. Memasang alat itu di kedua telinganya, Lagu Heaven yang dibawakan The Neighborhood, terdengar di telinga nya.

Qilla beralih menatap Dylan-yang tadinya menatap beberapa bangunan yang menjulang tinggi di hadapannya. Qilla tau Dylan mengambil AirPods itu, tapi kenapa dia cukup kaget? Ah lamunannya terlalu fokus hingga membuat ekspresi berlebihan seperti itu.

“Lo yakin banget, gue nggak bakal bisa lulus ulangan seni.” Masih dengan dunia nya, Qilla berkata. Entah kenapa dia terbawa suasana. Memikirkan ulang perkataan Dylan.

“Nggak baik melamun, pelajari materi lo, sebelum bel bunyi.” Dylan berdiri, melepaskan AirPods, lalu meng-off kan benda itu. “Gak akan fokus kalo lo belajar sambil dengarin musik.”

Hah? Dylan sedang kerasukan atau apa? Kenapa hari ini, Dylan sangat aneh, eum maksudnya, sedikit perhatian.

“Lo yang buat gue, seperti ini.” Dylan itu bisa membaca pikiran nya atau tidak sih? Kenapa perkataan itu pas dengan yang sedang Qilla pikirkan. “Bullshing. Kemerahan itu yang buat gue, seperti ini.”

Dylan sedikit membungkuk, menatap Qilla yang mendadak gugup sendiri. Cowok itu berbisik, “Lo paham kan?” tanya nya, menoleh pada Qilla dan menipiskan jarak yang ada.

Dan kejadian baru, kembali tercipta, membuat Qilla semakin tidak fokus untuk beberapa hari kedepan, mungkin saja. Sensasi baru yang Qilla rasakan saat in, sangat nyata,  bulu kuduknya menjalar hingga seluruh tubuh, dan jantung yang berpacu kencang di dalam organ.

Dengan kurang ajarnya, bibir Dylan menekan bibirnya. Qilla panik, berusaha mendorong tubuh Dylan yang kini sudah hampir menempel dengan tubuhnya, tidak ada lagi jarak disana, Dylan mencengkram kedua tangan Qilla, hingga kerusuhan itu tak lagi mengggangu kegiatan Dylan.

Gay-ilan [COMPLETED]Where stories live. Discover now