🌧️ [35] :: Sampai Bertemu di Lain Waktu

1K 178 5
                                    

SAMAR-SAMAR , Graha mendengar pintu kamarnya diketuk beberapa kali, yang kemudian disusul oleh suara Bunda yang berkata, "Graha, kamu udah bangun belum, sih? Udah jam sepuluh loh ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SAMAR-SAMAR , Graha mendengar pintu kamarnya diketuk beberapa kali, yang kemudian disusul oleh suara Bunda yang berkata, "Graha, kamu udah bangun belum, sih? Udah jam sepuluh loh ini. Tumben banget  bangunnya siang?"

Sepasang kelopak mata Graha lekas terbuka sedikit, lalu ia mengerjap beberapa kali dan menggeliat di atas kasurnya. Rasanya laki-laki itu tak kuasa untuk membuka lebar-lebar matanya akibat pening yang menyerang. Graha tahu betul apa yang dialaminya kini pasti disebabkan oleh hujan kemarin. Kemudian, dengan mengenakan pakaian yang basah, ia terkurung dalam ruangan ber-AC selama hampir tiga jam lamanya. Jadi, memang tidak heran dirinya berakhir tumbang seperti ini.

"Graha? Beneran masih tidur kamu?" Suara Bunda kembali terdengar yang ditambahkan dengan tiga ketukan pada pintu.

Karena merasa tidak enak dengan Bunda, Graha akhirnya memaksakan diri untuk bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke arah pintu. Ia lantas memutar kunci dan membuka pintu, hingga sosok Bunda akhirnya tertangkap oleh penglihatannya.

"Maaf Bun, aku baru bangun," ujar Graha dengan vokalnya yang terdengar parau.

"Muka kamu pucat banget, Gra. Kamu sakit?" Bunda yang peka akan kondisi Graha seketika tampak cemas dan segera menempelkan telapak tangannya di dahi laki-laki itu. "Panas, Gra. Ya ampun, kok bisa kayak gini, sih? Biasanya kamu nggak gampang sakit, loh, kalau kena hujan."

Graha terkekeh kecil. "Nggak papa kok, Bun. Nggak parah juga. Kayaknya aku lagi nggak beruntung aja hari ini."

Bunda meloloskan napasnya, lalu berdecak-decak sembari menggeleng-geleng. "Walaupun nggak parah ya nggak bisa dibiarin juga, dong," tukas wanita itu. "Ya udah, kamu istirahat aja dulu di kamar, ya? Seingat Bunda obat penurun demam udah habis, jadi Bunda mau beli obat sekalian beli bubur buat makan kamu."

"Iya, Bun," balas Graha, mengangguk patuh.

Tadinya, Bunda langsung berbalik dan meninggalkan kamar Graha. Namun, baru dua langkah yang diambil, Bunda tiba-tiba kembali sebelum Graha sempat menutup pintu kamarnya.

"Ah, Bunda hampir lupa," kata Bunda. "Kamu udah tau, 'kan, kalau Fahla mendadak harus pulang hari ini? Dia udah berangkat jam tujuh tadi dan titip salam ke kamu, karena kamu nggak angkat-angkat teleponnya. Untung aja Bunda masih sempat ketemu pas mau ke warung tadi."

Informasi tersebut sekonyong-konyong membuat Graha membeku selama beberapa saat. "Fahla ... udah pulang, Bun?" ulangnya dengan suara tercekat.

Tanpa butuh waktu lama, Graha merasakan hatinya kacau balau. Memang, semalam Fahla sudah memberi tahu tentang kepulangannya serta alasan yang membuat ia harus kembali sesegera mungkin. Namun, Graha tidak tahu bahwa Fahla akan pergi di waktu yang lebih awal seperti ini. Kalau saja kondisi tubuhnya tidak mendadak lemah, mungkin saja ia masih sempat untuk bertemu dengan perempuan itu, 'kan?

Ah, tidak.

Sejatinya, memang tidak ada yang bisa disalahkan di sini. Sebab skenario yang telah ditetapkan memang sudah demikian adanya. Dan, seperti kata Fahla, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menerimanya, bukan?

It's Raining Outside [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang