Jantung Atlan nyaris copot melihat Sutrisno dan Endah berjalan ke arah pintu. Atlan terus membuntuti dari belakang, tidak sadar hanya menggunakan boxer dan kaos oblong tipis.

Mata Atlan memerah. Dadanya terasa sesak memandangi Ben yang perlahan melangkah jauh dalam gendongan Endah. Bayi itu terus melihat ke arahnya sembari melambai-lambai. Atlan makin terluka. Diusapnya kepala Ben tanpa berkata apa-apa.

Saat memasuki lift, ponsel Atlan berdering menandakan pesan masuk. Harap-harap cemas, Atlan meraih benda pipih di saku celana boxer-nya. Alangkah senangnya ia melihat nama Ilana di layar.

MyAna
Online

Ilana send a picture |08.45

Cocok nggak Kean?😍 |08

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cocok nggak Kean?😍 |08.45

Raut wajah Atlan berubah seketika. "Gue pengen dengar jawaban lo, Na. Bukan pengen tahu bentuk cincin itu di jari lo," kesal Atlan yang sama sekali tidak paham maksud Ilana mengirim gambar.

Betapa inginnya Atlan menelepon Ilana, memohon agar Ilana mau membantunya mencegah Ben pergi. Namun Atlan sadar, Ilana hanyalah sahabat. Ia tidak ingin persahabatannya dengan Ilana goyah hanya karena hal ini. Mendesah panjang, disimpannya ponsel yang ia genggam ke saku celana.

Keluar dari lift, Atlan mengiringi langkah Endah dan Sutrisno ke arah lobby. Berat kakinya melangkah. Berat baginya melepas Ben. Ia teramat menyayangi bayi itu meski selama ini sering acuh saat Meira masih sehat. Atlan baru menyadari Ben sepenting itu sejak Meira koma.

"Budhe sama Pakdhe pamit, ya? kuliahnya yang rajin!" ujar Endah mengulur senyum perpisahan yang sangat menyiksa perasaan Atlan.

"Atlan, kami pamit yo," timpal Sutrisno, mengusap puncak kepala Atlan.

Bibir Atlan bergerak-gerak seolah ingin mengatakan sesuatu. Tangannya menggapai-gapai Ben. Namun usahanya sia-sia. Endah membawa Ben semakin jauh ke arah pintu apartemen. Disusul Sutrisno, dua orang paruh baya itu sepenuhnya menjauhi Atlan, melangkah ke arah parkiran.

"Pupuuu anan pegiiii!"

"Udahlah, Ben. Diam, toh! Eyang kesusahan bawa kamu iki!"

Suara Endah perlahan menghilang. Tak sanggup menahan perih hatinya, Atlan berjongkok. Terlalu sakit mengantarkan Ben hingga mobil. Lelaki dua puluh satu tahun itu mendesah berulangkali, menenggelamkan wajahnya di antara dua lutut. Nyaris saja air matanya tumpah.

Saku celana Atlan bergetar-getar, menciptakan sensasi geli di kulit pahanya. Atlan mengangkat wajah, meraih benda pipih itu. Alisnya bertaut mendapati nama Ilana di layar.

"Halo ... Na," sapa Atlan gugup.

"Kenapa cuma di read?"

Atlan mendengus, tidak menjawab ucapan Ilana lantaran hatinya sedang rapuh.

BENUA ATLANAWhere stories live. Discover now