#30: Hukuman Menyakitkan

23.3K 1.4K 52
                                    

Yuda tidak bisa melawan Wahyu. Bukan karena Wahyu adalah kakaknya yang selisih usianya empat tahun di atasnya, tapi karena Wahyu adalah Wahyu.

Sejak masih kanak-kanak dulu, Wahyu sudah sangat mahir dalam membela teman-temannya yang mengalami kesulitan. Wahyu akan pasang badan pertama kali jika ada yang berani mengusik dirinya dan teman-temannya.

Sekalipun, Yuda tidak pernah bisa menang jika dibandingkan dengan karakter Wahyu yang rasanya bisa berteman dengan siapa saja. Tak peduli meski orang itu bodoh ataupun suka bertele-tele-tipe yang sangat Yuda benci.

Dan, yang paling membuat Yuda ingat betul bahwa dia tidak akan pernah menang melawan Wahyu adalah karena Wahyu bahkan mampu menjadi jagoan sekolah saat masih STM dulu. Wahyu ditakuti, dicintai, disegani, dan dijadikan simbol orang terkuat sekaligus ternekat yang teman-temannya kenal. Jika ada yang menantang Wahyu berkelahi, Yuda pasti akan langsung meringis, merasa teramat kasihan dengan orang yang berani-beraninya memberikan tantangan konyol, yang dari awal saja Yuda sudah tahu bahwa Wahyu-lah yang akan menjadi pemenangnya.

Jadi saat ini, saat akhirnya Yuda bersikeras untuk menemui mamanya namun harus terhalang oleh keberadaan Wahyu, Yuda tahu kalau dirinya harus siap untuk menerima akibatnya. Yakni pukulan di wajah, di perut bahkan di punggungnya yang rasanya sudah sampai meremukkan beberapa tulang di tubuhnya.

Maya ada di sana, melihat semua adegan kekerasan yang dilakukan Wahyu pada adiknya-pada mantan suami brengseknya-dengan tatapan dingin. Begitupun juga kedua orang tua Maya. Mereka bertiga melihat dengan jelas saat Wahyu mendaratkan pukulan demi pukulan, setiap kali Yuda melangkahkan satu kakinya yang terus merangsek mendekati ruangan di mana mamanya di rawat.

Hingga akhirnya, petugas keamananlah yang melerai amukan Wahyu. Meski kemunculannya agak sedikit terlambat, karena tubuh dan wajah Yuda sudah telanjur babak belur.

"Enyah lo dari hidup kami, Bangsat! Kalau sampai Mama kenapa-napa gara lo, barulah saat itu gue bakal cari lo sampai ke ujung dunia buat ngebalas apa yang udah lo lakuin ke Mama!"

Sayup-sayup, Yuda masih bisa mendengar ancaman Wahyu itu sebelum akhirnya tubuh tak berdayanya yang sedang dipapah oleh petugas keamanan, sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi.

***

Menurut penjelasan dokter yang menangani mamanya, Ratih jadi tahu kalau mamanya kembali mengalami hipoksia-yakni kondisi di mana seseorang mengalami penurunan kadar oksigen yang rendah dalam tubuh. Dalam hal ini kadar saturasi oksigen mamanya berada di angka 60 persen, yang mana normalnya berada di kisaran angka 95 sampai 100 persen.

Dokter bilang, respon cepat Ratih dalam membawa mamanya ke rumah sakit adalah tindakan yang sangat tepat dilakukan. Karena seseorang dengan kadar oksigen serendah itu jika tidak segera ditangani bisa menyebabkan henti jantung, kemudian yang paling parah dari itu adalah menyebabkan kematian.

Ratih tentu saja sangat bersyukur mendengar kondisi mamanya yang sudah berhasil melewati masa kritis, sehingga pikiran buruk yang terus melandanya bilamana Tuhan benar-benar lebih sayang pada mamanya, dan menyuruh mamanya untuk segera bergabung bersama papanya di alam sana, telah gugur dan memberikan kelegaan yang luar biasa.

Meski saat Ratih memasuki ruang ICU di mana mamanya dirawat, Ratih dibuat syok melihat mamanya harus diberi oksigen melalui ventilator dan mendapat pengawasan intens berupa alat-alat yang dipasang di tubuh mamanya.

"Makasih banyak ya, May, kamu udah mau nemenin Mbak sampai masa kritis Mama berakhir," ucap Ratih dengan sorot mata sendu, saat Ratih baru saja membiarkan orang tua Maya bergantian menjenguk mamanya di dalam, sementara Ratih berada di luar ruangan bersama Maya.

Harga Untuk LukaWhere stories live. Discover now