Part-72 Balasan

14.4K 1.5K 406
                                    

"She's mine. Lo sentuh dia, gue percepat tanggal kematian lo."

-Gevano Elang Prakarsa

-★☠★-

Atmosfer di ruang makan benar-benar begitu terasa berat ketika kubu kanan dan kubu kiri memancarkan ketidaksukaan satu sama lain. Terutama pada Alana yang duduk di depan Alres saat ini. Rasanya benar-benar muak jika harus melihat wajah orang yang telah menyakitinya. Kebencian Alana kepada Alres tak terbendung lagi. Alana berdiri, hendak pergi. Namun Gevano mencegah tangannya. Cowok itu menatap Alana, menyuruh Alana duduk kembali. Dengan terpaksa, Alana mengikuti kemauan Gevano.

Clarissa tersenyum hangat ketika semua berkumpul di meja makan, ia menyajikan lauknya di tengah-tengah. Mengajak Alana makan dengan ramah, seperti tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.

Alana menatap Clarissa jengah. Sebelum mengenal Clarissa yang bersama Azka, Clarissa membuat Alana merasakan kasih sayang seorang ibu kembali. Rasa rindu kepada Ashilla terobati karena ada Clarissa. Bahkan, saat Alana melukai diri sendiri, Clarissa yang pertama mengambil tindakan, dan menyarankan Alana untuk menemui keponakannya, yaitu dokter Diane, yang merupakan dokter psikolog di rumah sakit yang sering Alana kunjungi.

Awalnya, Alana senang dengan kehadiran Clarissa. Tapi entah mengapa saat ini ia benar-benar tidak suka. Clarissa seakan merebut semua yang pernah menjadi milik Ashilla. Terutama dapur kesayangan Ashilla, dengan leluasa wanita itu memasak makanan untuk sarapan. Tanpa menyadari dosa yang pernah ia perbuat. Clarissa dan Azka sudah pernah berhubungan sejak Azka masih bersama dengan Ashilla. Mereka menjadi rekan yang baik saat di kantor. Namun, semakin lama, Clarissa mempunyai rasa yang lebih pada atasannya itu. Meskipun statusnya masih menjadi istri orang.

Alana tidak dapat membayangkan jika Azka berselingkuh dengan Clarissa di belakang Ashilla. Bisa saja Clarissa yang menggoda Azka duluan sehingga daddy-nya itu kepincut, karena merasa kesepian dan kurang kasih sayang, terutama ketika Ashilla pergi dari hidupnya.

Alana menyingkirkan piring yang berisi lauk itu ke pinggir. Ia menatap jijik masakan Clarissa. Azka yang melihat itu menegur Alana, karena gadis itu bertindak tak sopan di depannya. Apa lagi jika Alana membuang-buang makanan.

"Apa yang kamu lakukan Alana? Makan sarapannya." tegas Azka.

"Nggak mau." balas Alana.

Tatapan Azka menajam membuat Alana menundukkan kepala. Gevano mengambil piring Alana kembali, kemudian menyuapkan Alana sesuap nasi.

"Alana nggak mau Kak," tolak Alana, gadis itu menjauhkan tangan Gevano.

"Sayang, makan dulu. Lo harus sarapan Na, nanti lo sakit." ucap Gevano penuh perhatian.

Alana menggelengkan kepala, tetap tidak mau. Melihat makanannya saja membuat Alana tak berselera, meskipun itu makanan favoritnya.

"Sekali aja," bujuk Gevano.

"Oke."

Alana membuka mulut ketika Gevano menyuapinya. Wajah Alana berubah, layaknya orang keasinan, dengan segera ia memuntahkan kembali makanan itu.

"Asin," ucap Alana.

"A-asin?" tanya Clarissa tak percaya. Dengan cepat ia menyuapkan makanannya ke dalam mulut. Ya memang sedikit lebih asin, namun bagi lidah Clarissa ini sudah pas.

Alana menyingkirkan piring itu. "Alana nggak mau makan lagi. Bisa mati kalo Alana banyak makan garem." ucapnya tajam.

"Alana! Kamu harus sopan. Lagian masakan Clarissa pas, tidak asin seperti yang kamu bilang." tegur Azka membela Clarissa.

Alana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang