02. Kaivan Namanya

46.5K 3.1K 90
                                    

01. Kaivan Namanya

Di sebuah kafe.

"Handuk itu ada tong sampah?" Gadis itu bertanya dengan tidak percaya. "Laki-laki gila itu yang melakukannya?" tanyanya lagi, lebih tidak percaya.

Gesya mengangguk. Ia menjatuhkan beban kepalanya di meja. "Laki-laki itu benar-benar gila." Ia mengacak-acak rambutnya kasar. Napasnya menderu kesal.

Laki-laki itu benar-benar tidak punya otak! Bisa-bisanya dia membuang handuk itu ke tong sampah, pakai acara diludahi pula!

Shit! Apa kesalahannya begitu besar hingga laki-laki itu memperlakukannya demikian. Tadi ia pura-pura kehilangan barang penting hingga bisa melihat rekaman CCTV karena tidak bisa menemukan handuk sepesial untuk kekasihnya itu.

"Ya, sepertinya dia benar-benar gila." Perempuan bernama Bila itu sependapat dengan Gesya.

Ia melirik arloji di tangan kirinya. "Aku harus pergi, Ges. Tidak papa, 'kan? Aku ada janji dengan pria." Ia tersenyum malu-malu membuat Gesya langsung tersenyum menggoda.

"Wah, sahabatku sudah dewasa ternyata." Ia tertawa. "Pergilah, jangan buat kekasihmu menunggu."

"Aku akan meneleponmu nanti. Bye, Gesya!" Bila tersenyum lebar. Ia melambaikan tangan dan berlalu pergi dari sana.

Gesya menjatuhkan kepalanya lagi di atas meja. Ah, hari ini ia masih begitu kesal dengan laki-laki yang ditemui di pusat kebugaran tadi.

"Ada apa dengan wajahmu hm? Merindukanku?"

Gesya mengangkat kepalanya. Suaranya terasa tidak asing. Tunggu! Siapa?

LAKI-LAKI ITU?!

Gesya membolakan matanya. "Kau?!" Ia menutup mulut tak percaya saat orang yang baru saja bertanya benar-benar laki-laki gila tadi.

Pria itu tersenyum miring. "Sepertinya kau sangat senang bertemu denganku, Sayang?" tanyanya dengan percaya diri. Ia mengusap rambut Gesya dengan lembut.

"Senang dari Hongkong?!" Gesya berdecih. Ia menatap sinis. Kini ia berdiri tepat di depan laki-laki gila yang terus menggangu pikirannya.

Entah mengapa. Gesya merasa hidupnya akan berubah setiap mengingat mata tajam orang ini. Sungguh, ia harap si Gila ini tidak membawa kesialan.

"Aku datang untuk memberikan ini." Pria itu menaruh paper bag di atas meja kafe yang ditempati oleh Gesya tadi.

"Apaan? Jangan bilang kalau kamu adalah penggemarku?" Kini wajah Gesya berseri-seri. Ia tidak menyangka jika punya penggemar seperti ini.

"Aku suamimu."

Hening.

"Suami?" Gesya menatap laki-laki itu meminta kepastian. "Kau suamiku?" tanyanya lagi. Ia menunjuk dada pria itu.

"Aku suamimu dan kau istriku. Apa itu itu jelas, Gesya?" Ia berkata dengan serius.

Gesya sempat kembali terdiam. Ia mengerjapkan matanya tak percaya dengan apa yang ia dengar.

Satu.

Dua.

Tiga.

Gesya tertawa terbahak-bahak. Ia memukul meja. Sungguh, perutnya terasa keram.

Suami?!

Istri?!

Wah! Sepertinya laki-laki ini benar-benar gila!

"Berhenti tertawa, Gesya. Pakai baju ini nanti malam. Aku akan menjemputmu. Kita akan menghabiskan malam bersama. Kau mengerti hm?"

Gesya menghentikan tawanya. Ia tersenyum paksa. "Dengarkan aku," katanya terlihat sabar. Mungkin saja laki-laki ini baru saja ditinggal istrinya minggat, jadi memang sedikit gila. Sayang sekali, padahal wajahnya sangat tampan.

He is CrazyWhere stories live. Discover now