Chapter 10

2 1 0
                                    

Flashback

"Ra, tadi malam setelah gue dari kamar mandi, gue tersesat ke jurang. Di sana gue ketemu anak kecil yang habis jatoh dari mobil. Gue berhasil nyelametin dia, tapi pas gue bilang ke dia buat ikut ke sini, dia nggak mau. Dia bilang mau nyari temennya yang hilang. Menurut lo gimana?" ucap Najwa panjang lebar.

Ara menganga lebar ketika mendengar Najwa menceritakan sesuatu yang aneh. Jurang, bagaimana mungkin Pantai Ancol memiliki jurang? Itu sangat mustahil, karena menurut sepengetahuan Ara, tak ada jurang yang ada di sekitar wilayah Ancol. Ya, mungkin kecuali dengan wilayah Jurang Mangu. Tetapi, itu bukanlah nama jurang, itu adalah nama stasiun kereta!!

"Naj, gue tahu kalo lo tuh bukan orang sini asli dan tak tahu kalo di sini kagak ada wisata hutan yang punya jurang. Lo ngigo, ya?" tanya Ara sambil memandang Najwa dengan prihatin.

Najwa mengernyitkan dahi saat mendengar jawaban Ara. Kemarin dengan jelas, dia bisa merasakan kalau ia sempat masuk ke tempat bekas Camp yang ada di dekat jurang. Apa kemarin itu dia hanya mimpi?

"Kata petugas dari Ancol yang kebetulan adalah saudara gue yang kerja di bagian keamanan. Jam satu pagi, mereka melihat lo berputar-putar di pojok pantai dan terlihat seperti orang yang linglung. Kemudian, jam empat pagi, mereka melihat lo berbincang sebentar dengan seorang pengunjung yang datang dari selatan, lalu kau pergi setelahnya. Yang jadi pertanyaan dalam pikiran gue, siapa gadis yang lo maksudkan, Naj? Dari cara berbicara lo tadi pagi, lo kagak keliatan kayak orang yang lagi bohong. Lo baik-baik aja, Naj?" jelas Naura sambil menyeruput ice tea dan memandang kedua teman cowoknya yang sibuk bermain voli di pantai.

Najwa tak menjawab pertanyaan dari Naura, ia menghela napas sebentar, lalu bangkit dari kursi pantai sambil menenteng tas kecilnya.

"Gue pengen istirahat dulu di penginapan. Hari ini gue bener-bener letih, gue bakal kembali ke Camp, sore nanti. Bye-bye ...," ucap Najwa sebelum pergi dari pantai.

Naura dan Ara menatap sedih sahabat mereka yang sepertinya tertekan dengan apa yang baru dia hadapi beberapa jam yang lalu di Pantai Ancol.

.

.

.

Ansabella berjalan semakin jauh menjauhi wilayah pantai yang sejauh ini terlihat sangat berbeda dari pantai yang sering ia lihat bersama Rey dan keluarganya, jika sedang berlibur di Ancol.

Ansabella duduk di dekat pohon kelapa dan segera memasang baterai cadangan yang ia simpan di dalam tas kecil. Kebetulan yang sangat ia syukuri, karena sebelum pergi dari Jogja, Mama Ririn sempat memberikan tambahan baterai cadangan untuknya. Kemarin di Las Vegas, ia bahkan tak menggunakan baterai cadangannya, tetapi sekarang, ia bahkan sudah menghabiskan dua baterai cadangan yang itu berarti, dia sudah menempuh banyak jarak. Dia tak sempat untuk mengisi ulang daya baterai yang sudah kosong karena dia ingin cepat-cepat bertemu dengan ketiga teman ayahnya.

Baterai cadangan milik Ansabella hanya akan digunakan saat dalam keadaan mendesak saja, karena pada dasarnya, tenaganya berasal dari sinar matahari. Selama sinar matahari masih ada, dia akan baik-baik saja. Apalagi, setelah peng-upgrade-an di Atlantic Lab Services, Inc., ia merasa kalau bahwa tubuhnya sangat ringan dan tak cepat panas.

"Aku memiliki banyak cadangan energi, tapi aku ingin mengistirahatkan tubuhku agar tidak semakin panas. Namun sejauh aku berjalan, aku tak melihat penginapan apapun kecuali suasana yang masih hijau seperti ini. Aku seperti tersesat di sebuah hutan," ucap Ansabella bermonolog.

Saat Ansabella sedang mengamati suasana, seorang gadis kecil berambut cokelat pendek menghampirinya.

"Kakak, kenapa duduk di sini? Kakak terlihat sangat lelah. Ayo datang ke rumah!" ucap gadis itu dengan riang.

"Dek, apa aku terlihat tua dimatamu? Aku bahkan memiliki tinggi badan yang hanya sedikit lebih tinggi darimu," ucap Ansabella dengan heran.

Gadis kecil itu mengangguk ringan dan segera menjabat tangannya.

"Namaku Ririn, umurku 12 tahun. Kakak siapa?" tanya gadis itu dengan penasaran.

Mata Ansabella berpendar biru ketika ia menyadari kalau bocah di depannya adalah Mama Ririn di masa lalu!! Dia ada di masa lalu?!

"Dek, sekarang tahun berapa?" tanya Ansabella memastikan.

Ririn mengernyitkan dahi dengan heran. Kenapa kakak cantik di depannya bertanya tentang 'tahun berapa' saat ini?

"Saat ini adalah tahun 1987, kak. Kenapa kakak menanyakan hal yang sangat mudah?" jawab Ririn.

Mata Ansabella berpendar merah saat mendapati dirinya benar-benar sedang ada di masa lalu.

Kalau sudah begini, bagaimana ia akan ke asalnya?

.

.

.

Sejak Najwa bertemu dengan pria aneh yang memanggilnya Delina, ia merasa jika hidupnya semakin terganggu.

Baru saja dia ingin rebahan ke dalam kamar, pria aneh itu muncul kembali di hadapannya. Entah dari mana asal pria itu ...

"Akhirnya kami bertemu denganmu kembali, Delina. Ayo, kita pulang sekarang!! Mesin waktu sudah ditemukan dan kau dapat ikut kami pergi," ucap pria itu sambil menarik pelan tangan Najwa.

Najwa mengerutkan dahi dengan tidak senang. Apa-apaan itu!!

"Tuan, aku tak kaget saat kau muncul tiba-tiba di hadapanku, karena seperti yang ada di film-film sci-fic, kau mungkin berasal dari masa depan, tapi kau salah menganggap orang. Aku Najwa, bukan Delina!!" jelas Najwa sambil menghempaskan tangan pria aneh itu.

"Delina, apa kau lupa padaku? Aku Raksa, teman ayahmu. Apa kepalamu terbenur sesuatu, saat kau sedang berusaha untuk keluar dari mobil? Kalau begitu, kau harus segera kami bawa ke masa depan agar bisa segera diobati," ucap pria itu dengan antusias.

Najwa terdiam saat mendengar ucapan Raksa. Kenapa ucapan pria itu terdengar tak asing di matanya?

"Kau mencariku sendiri?" tanya Najwa memastikan.

Raksa menggelengkan kepala, "Kevin dan Syam sedang ada di pantai untuk memperbaiki sedikit kerusakan di mesin waktu. Aku datang ke sini untuk menjemputmu. Delina, kau pasti sudah banyak kehilangan tenaga karena harus bertahan tanpa kami. Kepalamu juga pasti sudah terlalu panas hingga tak mengenaliku. Tak apa, kami akan segera mengobatimu saat kau sudah kami bawa ke masa depan. Ayo!!" jelas Raksa dengan senyum yang lebar.

Raksa meraih tangan Najwa lagi, lalu segera memencet tombol dari gelang kecil agar dapat berteleportasi menuju pantai.

Lubang hitam muncul dan tanpa pikir panjang, pria itu juga membawa Najwa yang nampak shock saat melihat lubang hitam di dalam kamarnya. YANG BENAR SAJA?!!

.

.

.

Ansabella menatap Rumah Joglo di depannya dengan penuh keheranan. Rumah apa ini?

"Kak Cantik, ini rumah Ririn. Ayah Ririn kerja di Jakarta sebagai PNS dan dia membuat rumah ini khusus untuk ibu dan Ririn. Namun sayangnya, ibu Ririn memilih ikut ayah untuk kerja di Jakarta. Ririn tinggal di desa bersama Bi Liam. Ririn juga sudah kelas enam SD dan sebentar lagi akan segera masuk SLTP. Ayo, Kakak, kita masuk sekarang," cerita Ririn dengan riang.

Gadis kecil itu membuat Ansabella tersenyum sedih. Ternyata, dari sejak kecil, Mamah Ririn sudah tak memiliki waktu banyak untuk bersama kedua orang tuanya, walau mereka masih hidup.

'Jadi, inikah salah satu alasan mengapa Mamah Ririn selalu memberikan waktu sepenuhnya pada Rey? Sepertinya, wanita itu tak menginginkan Rey mengalami nasib yang sama dengan dirinya di masa lalu' ucap Ansabella dalam hati.

Flashback End. 

Bersambung ....

Bad or Good?Where stories live. Discover now