Akulah Alasannya

3.4K 397 6
                                    

Perlahan, aku membuka buku dairy. Kemudian membaca beberapa lembar halamannya. Sebagian besar isinya menceritakan kegiatan Milo sehari-hari dan sedikit curhatan tentang keluarganya, termasuk Axel.

Kututup buku, "Nih!" Lalu menyerahkannya pada Axel.

"Udah baca semuanya?" tanyanya.

"Nggak enak bacanya," ucapku.

"Langsung lompat ke lembaran agak akhir aja!"

"Ya, lu kagak bilang daritadi." Aku kembali membuka buku dairy Milo.

*

12 Agustus 2020,

Aku melihat perempuan cantik sedang berdiri di depan gerbang SMA 5. Rambutnya yang panjang, terlihat begitu indah. Apalagi ketika tertiup angin, itu membuah hatiku bergetar.

Aku tak percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Namun, kali ini, sepertinya aku sedang mengalami. Ingin sekali berkenalan dengannya, tapi aku tak memiliki keberanian.

Ugh! Dasar pecundang!

Minggu depan, semua sekolah di Jakarta akan mulai daring. Aku berharap, sebelum lulus, bisa berkenalan dengannya. Wahai perempuan cantik yang mengenakan kalung hati.

*

Spontan aku melirik kalung yang melingkar di leherku. Kalung hati. Apa mungkin aku adalah perempuan yang Milo maksud?

Kubuka lembaran berikutnya, sebuah foto candid tertempel. Bukannya ... itu aku? Ya! Aku yakin sekali, perempuan di foto itu adalah aku. Sepertinya Milo mengambil fotoku dari depan gerbang sekolahnya. "Padahal kalau dia minta langsung, aku bisa berpose lebih dulu," batinku, seraya tersenyum.

Lebaran berikutnya, lebih menceritakan kehidupan Milo saat PPKM di rumah. Namun, ada sebuah kalimat yang berhasil membuat hatiku berbunga-bunga.

'Padahal aku tidak mengenalnya, tapi kerinduan ini mengapa semakin besar. Aku ingin bertemu dengannya!' Tulisnya di akhir paragraf.

Duh, Milo. So sweet banget!

Kubaca halaman berikut, kali ini sedikit membuatku tertawa. Soalnya Milo menulis ....

'Hari ini, aku sengaja bangun pagi. Pergi ke sekolah untuk menunggu angkutan umum yang pernah ia tumpangi. Lalu membuntuti angkutan umum itu, sambil berharap bisa bertemu dengannya. Sungguh sebuah tindakan yang konyol. Tapi, aku tidak akan menyerah! Besok sepulang dari kegiatan ekstrakurikuler, aku akan mencarinya lagi. Semangat Milo!'

Ternyata itu, itu adalah tulisan terakhir darinya. Seketika itu, air mata jatuh dari sudut mata. Hingga menetes ke lembaran kertas dairy.

"Jangan nangis! Milo paling gak suka liat cewek nangis," ucap Axel.

"Terus gua musti gimana? Masa ketawa," omelku, sambil terisak.

"Lu harusnya bangga. Bisa ngeluluhin hatinya Milo yang sekeras tembok."

"Buat apa bangga. Orang dianya juga gak ada di sini!"

"Bukannya lu bilang pernah deket sama dia. Bahkan sampe tidur bareng?"

"Apa tidur bareng?" sahut Suara di dekat pintu. Sontak aku dan Axel menoleh ke sana. Ternyata itu ibunya. "Apa maksudnya tidur bareng?" tanyanya.

"Itu, Bu. Milo!" sahut Axel, panik.

"Nggak mungkin Milo berbuat begitu, Xel!"

Hantu TampanWo Geschichten leben. Entdecke jetzt