Maen Ice Skating

3.6K 387 7
                                    

"Milo ... sini duduknya, jangan deket-deket Tuti," batinku sembari melebarkan mata.

"Tidak bisa, Karra. Bahaya jika aku terlalu dekat denganmu," balasnya dengan wajah datar.

Bahaya? Emangnya gua apaan? Setan? Kan situ yang setan.

Aku memasang wajah kesal, "Kalau mau duduk di sana mending gak usah ikut!"

"Kenapa kamu marah?"

Nggak paham juga sih? Kenapa gua marah-marah? Lagian dia bukan siapa-siapa gua. Ya kali, gua jatuh cinta sama hantu. Prik, banget gak sih?

"Kar, napa muka lu manyun gitu?" tanya Tuti seraya bergerak mendekat.

"Jangan maju!" Aku tak mau ia bersentuhan dengan Milo.

"Ih, kenapa sih, Lu? Perasaan tadi baek-baek aja." Tuti kembali pada posisinya.

"Nggak tau, gua tiba-tiba bad mood gitu. Kayanya efek hormon esterogen deh."

"Apa hubunganya?"

"Lu kalau pelajaran Pak Yono tuh nyimak makanya. Itu berhubungan dengan sirklus menstruasi. Jadi bikin mut-mutan."

"Emangnya lu lagi mens?"

"Kagak sih."

"Ya terus apa gunanya lu jelasin begituan!"

"Nggak apa-apa pengen aja." Aku mengalihkan pandangan, menatap jendela. Soalnya, malas terlalu lama melihat Milo duduk berdekatan dengan Tuti.
"Emangnya badan gua bau, sampe dia gak mau deket-deket?" pikirku sembari mencium aroma ketiak. Ah tidak bau.

"Kar ini gua yang bayar, ya?" ucap Tuti.

"Sip," balasku tanpa menoleh padanya.

"Ada apa sih, Kar? Kepala lu kecengklak? Kagak bisa nengok?"

"Kagak, Ntut," balasku seraya membuka pintu, lalu menoleh cepat ke belakang. Ternyata Milo sudah tidak ada di sana.

________

Sedari tadi, aku celingak-celinguk tak jelas. Bukan mencari keberadaan bus trans yang belum datang juga. Melainkan, mencari keberadaan Milo yang hilang entah ke mana.

"Kar, daritadi lu diem aja," tanya Tuti.

"Busnya lama banget gak dateng-dateng."

"Kalau ada masalah ngomong, Kar."

Aku menoleh padanya, "Serius deh, Ntut. Nggak ada masalah apa-apa," balasku sembari tersenyum manis.

"Terus napa diem aja. Kan gua bete gak ada temen ngobrol."

"Kan lu bisa ngobrol sama yang lain."

"Yang lain? Siapa?"

"Tuh orang di halte kan rame. Nah lu ajak ngobrol satu-satu."

"Ya kali, Kar!"

"Nah tuh, busnya dateng."

Aku pun bersiap-siap menyambut kedatangan bus. Saat pintu bus terbuka, dengan cepat masuk ke dalam. "Cuman ada satu kursi, Kar," ucap Tuti.

"Lu duduk aja, Tut."

"Terus lu gimana?"

"Ntar gua gelantungan di mari," balasku sambil memegang handle gantungan tangan.

"Monyet kali ah."

"Atau gua pole dancing aja," ucapku sambil memegang tiang berwarna kuning dekat pintu.

"Jangan, ntar rame."

"Bagus dong, biar dapet saweran."

"Lu kebanyakan nonton pilem. Imajinasinya berlebihan."

Hantu TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang