"Let me guess, masturbation doesn't work for you anymore, so you let my friends suck your nipples?"

"Huh?"

Darren memutar bola matanya, kesal. "Malam itu lo sengaja ngebiarin temen-temen gue nyentuh lo? Karena lo udah lama gak tidur sama cowok?"

"Lo gila?" Reyna mengernyitkan kening, dijejak rasa keheranan. Darimana Darren bisa mengambil kesimpulan seperti itu? Apa hanya karena ia membiarkan Melvin meninggalkan kissmark, lalu Darren langsung berasumsi begitu?

"Lo yang bikin gue gila, Reyna!" ucapnya. "Lo tau kalo gue paling benci tubuh lo disentuh orang lain. Lo mau balas dendam pakai cara itu? Biar gue makin sakit?"

"Pikiran lo sependek itu?" tanya Reyna. "Kalau itu emang bikin lo sakit hati, gue bakal sering ngelakuinnya," lanjutnya.

Darren menghela napas. Ia tahu jawaban ini akan keluar dari mulut Reyna. Cewek itu selalu lihai memancing emosi Darren. Berdebat dengan Reyna dalam pikiran yang sama-sama rusuh selalu membuat keduanya keras kepala dan tidak mau menepis harga diri masing-masing bahkan untuk sementara.

Tapi seks yang dilakukan dalam keadaan penuh amarah akan menghasilkan seks yang luar biasa, kan?

"Okay. I'm going to teach you. How to fix that cheeky little attitude of yours," desis Darren sambil tersenyum.

Matanya beralih menatap selangkangan Reyna yang masih tertutup celana dalam. Ia menyampirkannya ke samping dan menggoda pusat tubuh Reyna itu dengan telunjuknya.

Kemudian ia menyobek bagian sisi kiri dan kanan celana dalam itu dan melemparnya ke arah lantai.  Kini vagina Reyna terpampang di depannya. Terlihat begitu indah dan menantang gairah. Dua gundukan tembam yang bertemu membentuk satu celah kemerahan.

Lalu tangan kanan Darren terjulur mengusap belahan itu dan mencubitnya dengan gemas. Darren tersenyum saat menekan dan merasakan empuknya bagian tersebut.

Kemudian ia menjadi kesal karena menyadari Reyna melakukan Brazilian wax.

Sialan? Apa demi tidur dengan Melvin, Reyna melakukan ini?

Tangan kirinya kemudian melebarkan belahan kewanitaan yang terlihat begitu menggoda itu. Menyibak dua kulit gelambir berwarna pink kemerahan dan memamerkan lubang kenikmatan yang Darren suka. Darren lalu menjilat ujung jari tengah dan telunjuk tangan kanannya. Dengan ibu jari yang menumpu dan menggoda di bagian klitoris, Darren melesatkan dua jari masuk ke dalam vagina Reyna.

Kaki Reyna bergerak meronta detik itu juga. "J-jangan dua jari!!" teriaknya gusar.

Tapi Darren tidak peduli dengan keluhan itu. Tangan kirinya semakin menarik ke arah luar bagian labia Reyna. Semakin menampilkan apa yang disembunyikan oleh bagian itu. Jemarinya di dalam bergerak memutar, seolah mengais cairan lubrikasi alami yang mulai keluar.

Reyna meremas bed cover, menahan segala hasrat dan kenikmatan yang mengalir di seluruh pembuluh darahnya dan menggoda denyut nadi. Ia menggigit bibir, tidak ingin membiarkan satu desahan pun lolos, atau Darren akan merasa lebih percaya diri daripada ini.

Setelah ia merasakan liang kehangatan Reyna cukup basah, Darren kemudian menghujam vibrator ke dalamnya. Membuat tubuh Reyna melengkung dan bergerak gelisah.

Darren kembali mengeluarkan benda yang kini terlumuri cairan Reyna. Ia menghidupkan vibrator itu, lalu melesatkannya ke dalam vagina Reyna. Getaran itu mampu membuat Reyna menggelinjang dan meronta penuh gusar. Mulai dari awal ketika Darren sengaja menempatkan vibrator itu di depan klitorisnya, lalu menggoda bagian labia, hingga masuk ke pusat tubuhnya, dan membuat g-spot Reyna terangsang penuh kenikmatan.

"How does it feel?" tanya Darren.

"Bad..." ejek Reyna. "There's no way I enjoy it,"  lanjutnya, masih dengan nada penuh remeh.

Darren tertawa. Lihat, harga diri siapa kini yang juga setinggi matahari?

"Oh? So do you think you could handle it?" ucapnya, menggoda Reyna dengan alis terangkat.

"I... I can," ucap Reyna percaya diri. "I'm not delicate at all."

Darren menarik paha Reyna untuk lebih mendekat. Ia menaikkan kecepatan getaran dari vibrator itu. Berusaha menarik setiap inchi hasrat Reyna dengan menggoda saraf pada dinding-dinding vaginanya. Tidak berhenti di situ, Darren kembali mempermainkan klitoris Reyna, membuat Gerakan memutar pada tonjolan daging itu dan mencubitnya dengan lebih kuat dari pada tadi.

Reyna masih keras kepala. Tapi Darren tahu cewek itu tidak akan mampu bertahan lebih lama lagi. Desahan tertahan Reyna terdengar seperti gumaman.

Vibrator itu lalu Darren tarik ke arah luar. Ia memaju mundurkan alat itu, mengobrak-abrik vagina Reyna dan memancing tiap gairahnya.

"Pull it out!" pinta Reyna putus asa. Ia merasa di ujung tanduk. Kalau sudah begini, bagaimana pun hatinya menolak, tubuhnya tetap akan menikmati tawaran kenikmatan yang begitu didamba ini.

Gerakan Darren semakin cepat dan kuat. Ingin menyambut datangnya klimaks Reyna secepatnya.

Reyna memekik tertahan ketika ia mencapai puncak pelepasannya. Kakinya terasa begitu lemas. Ia tidak lagi mampu meremas bed cover. Reyna mengais napas sebanyak-banyaknya. Dadanya terlihat naik turun. Ia mengutuk dirinya sendiri karena kalah dalam permainan Darren.

"Look. You are enjoying it," ucap Darren sambil mengeluarkan vibrator itu. Cairan hangat Reyna ikut keluar dan membasahi bed cover.

Darren semakin terlihat bangga dan percaya diri.

Reyna menggeleng. "I'm not. Don't go any further..." pintanya lemah. Ia tidak ingin dipermalukan lebih dari ini.

Darren kembali tersenyum. Ia menyondongkan tubuhnya ke arah depan. Tangannya mencengkram leher Reyna dengan pelan, lalu menulusuri bahu, dan beralih membuka kaitan bra Reyna yang ada di bagian depan. Dua gundukan menggoda itu terayun pelan akibat perbuatannya. Sepasang puting ereksi terlihat di depannya, membuat mata Darren nyalang penuh gairah.

"What makes you think you have a choice?"

***

A FIRST PERFECT [21+]Where stories live. Discover now