23 - Labirin Kota

8 1 0
                                    

Lunos pernah tak sengaja menghilangkan benda peninggalan ibu mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lunos pernah tak sengaja menghilangkan benda peninggalan ibu mereka. Akibatnya ayah mereka marah besar. Kali pertama dalam belasan tahun hidupnya Lunos mengalami bentakan, omelan, dan wajah kecewa sang ayah.

Awalnya dia merasa marah dan sedih pada ayah yang biasanya selalu ramah tiba-tiba bersuara keras dan memberikan hukuman. Kemudian dia paham, benda yang dihilangkan olehnya itu sangat berharga bagi sang ayah. Dia pun berusaha keras untuk menemukannya lagi. Walau tetap membutuhkan bantuan Helios, akhirnya dia bisa mengembalikan benda itu kepada ayah mereka.

Karena itu dia bersimpati pada gadis dari suku Alpaca yang terisak-isak di hadapannya.

"Bagaimana ini ... Kalau aku tak segera menemukan kembali kalung itu ...." Gadis itu tak bisa meneruskan kata-katanya, malah tersedu semakin kencang.

"Kakakku tidak bisa menolong," Lunos berkata dengan penuh penyesalan. Masih jengkel karena Helios bersikeras menolak permohonannya untuk membantu gadis itu.

"Tapi aku akan coba membantu sebisaku. Kita berdua pasti bisa melakukan sesuatu!" tambah pemuda Avian itu, mencoba memberi semangat—termasuk pada dirinya sendiri.

"Sungguh?" tanya gadis itu di sela-sela isaknya.

Lunos mengangguk dan tersenyum, mencoba membesarkan hati.

"Kapan terakhir kali kau melihat kalung ibumu, apa kau ingat tempat-tempat yang kau lalui hari ini?"

"Aku tadi ke pasar lalu ke balai kota—eh, tidak. Ke Guild Mercenary? Aaahhh ... Aku tak ingat," tangis gadis itu sembari menarik-narik rambut ikalnya sendiri. "Tapi tadi aku sempat berhenti untuk membeli kotak berlapis beledu yang bagus untuk menyimpan kalung ibu."

"ITU DIA!" Lunos berseru tiba-tiba, hingga membuat gadis Alpaca itu nyaris terlonjak. "Apa kalung itu kau simpan dalam kotak?"

"I-iyaaa ... Segera setelah membelinya." Gadis itu menjawab sambil mengusap bekas air matanya sendiri. "Di toko kerajinan tangan, beberapa blok dari sini. Kotaknya kusimpan di ... OH, ASTAGA!" pekik gadis itu, gembira. "Kalung itu pasti tertinggal di sana!" serunya.

Gadis Alpaca itu langsung berlari menuju toko yang dimaksud, membuat Lunos harus buru-buru mengejar. Itu pun dengan susah payah. Pemuda Avian itu tak menyangka ada yang bisa membuatnya terengah-engah dalam hal kecepatan.

"Hei, jangan cepat-cepat!" seru Lunos, ketika gadis itu terus menerus berbelok ke jalan yang lebih kecil.

Kota itu salah satu yang terbesar yang pernah Lunos dan kembarannya datangi. Masuk terlalu jauh dari jalan utama segera membuatnya gelisah. Serasa tergiring masuk ke dalam labirin.

"Heeei!" panggil Lunos lagi. Mulai panik karena khawatir tak bisa mengingat jalan kembali. Kali ini tidak ada Helios yang membantu mengingat belokan mana saja yang sudah mereka lalui.

Bagaimana gadis itu bisa menemukan toko di tempat menyempil, jauh dari pusat keramaian, membuat Lunos bertanya-tanya dalam hati. Apakah ada yang mengajaknya ke situ ataukah kebetulan belaka. Satu-satunya cara untuk mengetahui jawaban, adalah dengan menanyakan langsung pada yang bersangkutan. Itu juga kalau gadis itu mau mendengar panggilan Lunos.

Jalan yang mereka lalui semakin sempit. Melewati lorong, menaiki tangga, melintasi jembatan, lalu turun lagi beberapa belokan kemudian. Antar bangunan semakin rapat, sementara penampilan lingkungan semakin tak ramah.

Gadis Alpaca itu terus berlari tak mengindahkan panggilannya. Lunos memutuskan untuk menambah kecepatan lari. Dia merasa harus menghentikan gadis itu sebelum mereka mendapat masalah. Misalnya, bila berbenturan dengan pihak yang salah.

Sedikit lagi dia bisa mencapai lengan si gadis Alpaca. Napasnya memburu.

"Hei, berhenti dulu!" seru Lunos dengan tangan tergapai. Terlalu fokus pada sasaran. Tak menyadari, lengan yang jauh lebih besar dan lebih kuat, berayun ke arahnya.


Sky VentureWhere stories live. Discover now