Cinta dan Benci

14 2 0
                                    


"Yuno, tanganmu sudah cukup pulih untuk bawa ini?"

"Tong-tong isi acar ini? Tak ada masalah," jawab Eurus seraya membawa satu tong kayu ukuran setengah, di masing-masing lengannya.

Nama baru untuk Eurus itu muncul ketika dia mencoba menjawab pertanyaan suster dalam kondisi bibir masih bengkak dan lidah mati rasa. Dia sudah berusaha mengoreksi, tetapi anak-anak lain terutama yang masih kecil, terlanjur mengingat nama itu. Lagipula, mungkin menggunakan nama samaran lebih aman untuk dirinya saat ini. Dia tak pernah tahu kapan para Huma biadab menemukan dirinya lagi.

"Hati-hati, rak di sebelah sana sudah agak lapuk!"

Eurus melihat kaki-kaki rak kayu tebal di hadapannya mulai keropos karena lembab. Mungkin akibat angin laut yang basah dan bergaram. Sarang laba-laba dan debu di sekitar ventilasi gudang tua tempat rak berada tak bisa dibuka karena engsel yang berkarat.

Mata keemasan Eurus berkilau memandang papan penutup ventilasi yang tinggi. Dengan tangga kayu yang ada pun mustahil bisa mencapai papan itu.

"Sudah?" tanya Suster, membuatnya terlonjak. Eurus mengangguk lalu berlari keluar secepat mungkin.

Kamar tempat Eurus dirawat sebelum ini adalah bagian dari bangunan biara, merangkap panti asuhan. Anak-anak yang kehilangan orang tua akibat ekspansi besar-besaran suatu kerajaan besar terhadap kerajaan besar lain yang lebih muda, dikumpulkan di berbagai fasilitas umum. Yang masih memiliki keluarga, segera diambil alih hak pengasuhannya. Anak-anak yang tersisa, dikirim ke fasilitas pinggiran untuk mengurangi populasi yang harus ditanggung kota.

Eurus mengamati sekeliling, tak seorangpun dari anak-anak yang berlarian dengan riang di halaman itu murni Huma. Dengan pahit dia menyadari bahwa dirinya dan mereka sama-sama sudah tak memiliki keluarga kandung lagi. Entah bagaimana nasib sepupu-sepupu dan para tetua setelah mereka terpisah di kericuhan malam itu.

"YUNO!" bentak seorang gadis dengan sepasang telinga lembut kecokelatan, salah satu dari bentuk segitiganya turun. "Sudah kutunggu-tunggu dari tadi, kau tak muncul juga. LIHAT! Perban di kepalamu sampai melorot begitu ... Ini juga, yang di bahu. Kau itu ngapain aja, siiih?"

"Suster memintaku untuk ...."

"Suster harusnya tahu kalau kau belum sembuh benar!"

"Bukannya Suster justru tahu?" sepengetahuan Eurus, Suster adalah sebutan untuk perawat di rumah sakit ibukota.

"Dokter lebih tahu!" tukas gadis itu, galak.

Bukan pendapat yang salah, tetapi Eurus merasa konteks percakapan mereka bukan itu. Malas berdebat, dibiarkan saja gadis itu menariknya ke ruang klinik. Di sana sudah menunggu seorang lelaki berjubah putih dengan stetoskop di saku, Huma juga. Eurus mengernyit sebal pada wajah ramah yang menyambutnya.

Pikirannya menyadari, sama dengan Suster, dokter di hadapan mereka juga salah sedikit dari kaum Huma yang tak memusuhi mereka. Namun sakit hati yang dia rasakan ketika ledakan dan lidah api meluluh-lantakkan desanya tidak mudah hilang. Dengan enggan dia mengambil tempat di ranjang dan membiarkan sang dokter membuka balutan perbannya untuk memeriksa dan membersihkan, sebelum melilitkan perban baru.

"Terimakasih untuk bantuannya, Nia!" ujar sang dokter riang pada gadis yang menyiapkan berbagai peralatan yang akan dia gunakan.

Eurus mendengkus kecil, menahan tawa ketika gadis bertelinga lembut kecokelatan yang dipanggil namanya, tersenyum malu-malu dengan pipi merona. Akibatnya satu cubitan mendarat di pinggang Eurus saat sang dokter sedang tidak melihat.

"Baik, luka-luka bakar di kepalamu sudah hampir sembuh, begitu juga yang di lengan dan kaki. Untuk luka sayat di punggung dan bagian lain torso, sepertinya masih butuh beberapa minggu lagi hingga menutup sempurna ... Sampai sini ada yang mau ditanyakan?"

"Sayap yang ...." Eurus menghentikan kata-katanya sejenak. "Sayap telingaku, apakah sudah pulih juga?"

"Cedera di kepalamu tidak dalam, tetapi rambut dan bulu-bulu telinganya masih rusak," jawab sang Dokter, kemudian beliau buru-buru menambahkan, "Tenang saja ... tidak akan sampai mengganggu pendengaranmu, beberapa bulan juga akan pulih."

Eurus mendesah lega. Nyaris saja dia keceplosan menanyakan tentang sayap di punggung. Kebanyakan suku Avian lain tidak lagi mengembangkan kemampuan untuk menumbuhkan sayap untuk terbang. Sesuatu yang menjadi rahasia mengapa hanya sukunya menyukai tinggal di pulau terpencil, di tengah samudera. Mungkin dia bisa coba menumbuhkan sayap lagi suatu saat nanti, ketika punggungnya sudah sembuh benar.

"Nah, perawatan luka untuk Yuno sudah selesai. Selanjutnya siapa lagi yang masih perlu diperiksa, ya?"

Ketika sang dokter berbalik untuk melihat catatan, Nia sudah menyodorkan papan berisi kertas-kertas catatan. Ekor yang sewarna dengan telinga lembutnya, bergoyang penuh semangat.

"Oh, terimakasih lagi, Nia!" gumam sang dokter, senang. Kata-kata yang membuat perasaanNia semakin melambung. "Berikutnya ... Shalaz, anak Lazerta. Luka tusuk di paha. Hari ini pemeriksaan pertumbuhan sisik di lengan dan tingkat kesembuhan bekas lukanya."

Sebelum sang dokter selesai bicara, Nia sudah melesat keluar sembari berseru penuh semangat, "Akan kupanggilkan!"

"Syukurlah anak itu sudah riang kembali. Ketika datang ke tempat ini, Nia masih sangat muram dan takut pada banyak hal, setelah luka-lukanya sembuh gadis itu jadi lebih ramah."

"Yah, tapi hanya padamu saja," gerutu Eurus. Suaranya sangat pelan, mungkin hanya anak-anak dari suku berkemampuan pendengaran tinggi saja yang bisa mendengar. Pandangan bertanya-tanya dari sang dokter, menandakan kaum Huma memang tidak dapat mendengar dengan baik ucapannya tadi.

Merasa urusannya dengan dokter Huma itu sudah selesai, Eurus mohon diri setelah mengenakan kembali kemeja tuniknya. Ditambah dia juga tak mau berlama-lama satu ruangan dengan bocah perempuan yang kasmaran.

Jendela sempit di lorong tempat Eurus melintas membuatnya melihat Suster sedang duduk membacakan cerita untuk anak-anak yang masih kecil. Pemuda itu menghela napas panjang.

Tak banyak Huma berkeahlian seperti Suster dan Dokter, yang rela datang ke tempat terpencil untuk mengurus anak-anak, apalagi demi kaum demi-human. Mereka seharusnya bisa hidup enak di kota dengan keahlian masing-masing, alih-alih di pinggiran yang jauh dari peradaban.

Pemuda itu menyesalkan mengapa para Huma itu tidak totalitas dalam memusuhi demi-human saja, dengan begitu Eurus bisa dengan mudah membenci mereka semua.

Pemuda itu menyesalkan mengapa para Huma itu tidak totalitas dalam memusuhi demi-human saja, dengan begitu Eurus bisa dengan mudah membenci mereka semua

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.
Sky VentureTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon